BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai
agama penutup, Islam adalah agama universal. Sifat universalitas ini menjadikan
Islam sebagai penyempurnaan agama-agama samawi sebelumnya. Dalam Islam, bahasa
pendidikan dalam bahasa Arab, disebut
tarbiyah mendapat perhatian serius. Islam memandang bahwa pendidikan adalah
suatu kewajiban.. Peran tarbiyah di sini adalah untuk mengarahkan pemanfaatan
potensi yang dimiliki manusia ke arah yang mendatangkan keselamatan. Dengan
semakin banyak dan menjamurnya pondok pesantren di kota sampai di desa tentu
merupakan suatu prestasi yang sangat baik bagi perkembangan pendidikan Islam di
Indenesia. Peran lembaga Pesantren sangatlah penting dalam menanamkan
nilai-nilai keislaman pada setiap peserta didik. Berkat peran serta mereka
(ulama dan kiyai) dalam mendidik santri, sehingga melahirkan pemuda-pemuda yang
berpotensi dan unggul. Dari sini bisa dikatan cikal bakal kebangkitan umat
Islam.
Kedatangan
penjajah di Indonesia sedikit banyak telah merubah wajah pendidikan di
Indonesia khususnya Pendidikan Islam. Kegiatan-kegiatan pendidikan yang
diadakan tidak sedikit yang mendapat tekanan dari para penjajah. Seiring dengan
berkembangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat indonesia, terutama
dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang melaksanakan Ibadah Haji di Mekkah.
Sekaligus menimbah ilmu. Sekembalinya dari tanah mekkah maka gerakan pembaharu
mulai digalakan di kalangan masyarakat Islam terutama dalam dunia pendidikan
Masyarakat
Indonesia mayoritas beragama Islam, prosentasenya mencapai 88%. Bahkan merupakan
jumlah muslim terbesar di dunia. Berkaitan dengan itu pendidikan yang ada
di Indonesia tidak hanya di sekolah umum, ataupun di madrasah, melainkan ada
juga pondok pensantren. Tetapi masih banyak masyarakat yang belum memehami
betul tentang pondok pesantren.
Maka dalam
makalah ini akan dibahas tentang pondok pesantren, mulai dari pengertian,
tujuan, bagaimana karakteristik pondok pesantren, tipologi atau model-model
pondok pesantren dan juga dibahas pula tentang sistem pendidikan yang ada
dipondok pesantren. Sehingga masyarakat mengenal betul tentang
pondok pesantren, dan tidak lagi menganggap sebelah mata tentang pondok
pesantren.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian pendidikan?
2.
Bagaimana pengertian
pendidikan islam ?
3.
Bagaimana pengertian
pondok pesantren?
4.
Apa tujuan
pendidikan pondok pesantren?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
untuk
mengetahui pengertian pendidikan.
2.
untuk
mengetahui pengertian pendidikan islam .
3.
untuk
mengetahui pengertian pondok pesantren.
4.
untuk
mengetahui tujuan pendidikan pondok pesantren.
D.
Manfaat Pembahasan
1.
Makalah
ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca
tentang pendidikan islam di pesantren.
2.
Memenuhi tugas
salah satu matakuliah.
E.
Sistematika Pembahasan
1.
Bab I
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat
pembahasan, dan sistematika pembahasan
2.
Bab II
terdiri dari kerangka teori tentang pendidikan dan pendidikan islam dan
pengertian pesantren.
3.
Bab III
terdiri dari pembahasan
BAB II
KERANGKA
TEORI
A. Pengertian
Pendidikan
Secara etimologi,
pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Pais berarti anak, gogos
artinya membimbing/tuntunan, dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi
paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada
anak. Dalam bahasa inggris pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal
dari bahasa yunani eduare yang berarti membawa keluar yang
tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. Dalam
bahasa jawa disebut “Panggula Wenthah“ yang artinya mengolah, membesarkan,
mematangkan anak dalam pertumbuhan jasmani dan rokhaninya.
Dalam bahasa
Indonesia disebut pendidikan yang berarti proses mendidik. Kata mendidik dan
pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik
adalah jenis kata kerja, sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kalau kita
mendidik kita melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Kegiatan menunjuk adanya
dua aspek yang harus ada didalamnya, yaitu pendidik dan peserta didik. Jadi
mendidik adalah merupakan suatu kegiatan yang mengandung komunikasi antara dua
orang atau lebih. [1]
Adapun
pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Brubacher
Dalam bukunya yang berjudul Modern
philosophies of Education disebutkan bahwa: “education should
thought of as the process of man’s reciprocal adjustment to be nature, to
hisfellows, and to the ultimates nature of the cosmos”. (Pendidikan
diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap manusia dalam penyesuaian
dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta).
2.
Drs. D. Marimba (ahli filsafat
islam)
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rokhani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
3.
S. Brojonegoro
Pendidikan/ mendidik adalah memberi tuntunan kepada
manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas
hidupnya atau denagn secara singkat: pendidikan adalah tuntunan kepada
pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti
jasmaniah dan rokhaniah. ( Ekosusilo, 1990: 14).
4.
Dalam Dictionari of
education, makna education adalah
kumpulan semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan,
sikap dan bentuk tingkah laku yang bernilai positif didalam masyarakat tempat
ia hidup,. Istilah education juga bermakna sebagai sebuah
proses sosial ketika seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol ( khususnya lingkungan sosial) sehingga mereka dapat
memiliki kemampuan sosial dan perkembangan individual secara optimal.
5.
Pendidikan adalah usaha yang
dilakukan dengan sengaja dan sisitematis untuk memotivasi, membina, membantu,
dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga
mencapai kualitas diri yang lebih baik.
B.
Pengertian Pendidikan Islam
1.
Al-Tarbiyah
Kata
tarbiyah berasal berasal dari kata rabba, yarubbu, rabban yang berarti mengasuh, memimpin,
mengasuh (anak). Penjelasan atas kata Al-Tarbiyah ini lebih
lanjut dapat dikemukakan sebagai berikut. rabba, yarubbu tarbiyatanyang
mengandung arti memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan
merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur, dan menjaga
kelestarian maupun eksistensinya. Dengan menggunakan kata yang ketiga ini, meka
terbiyah berarti usaha memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur
kehidupan peserta didik, agar dapat survive lebih baik dalam
kehidupannya. Dengan demikian, pada kata Al-Tarbiyah tersebut
mengandung cakupan tujuan pendidikan, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan
potensi; dan proses pendidikan, yaitu memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki dan mengaturnya.[2]
Karena demikian luasnya pengertian Al-Tarbiyah ini, maka ada
sebagian pakar pendidikan, seperti Naquib al-Attas yang tidak sependapat dengan
pakar pendidikan lainnya yang menggunakan kata Al-Tarbiyah dengan
arti pendidikan. Menurutnya kata Al-Tarbiyah terlalu
luas arti dan jangkauannya. Kata tersebut tidak hanya menjangkau manusia melainkan
juga menjaga alam jagat raya sebagaimana tersebut. Benda-benda alam selain
manusia, menurutnya tidak dapat dididik, karena benda-benda alam selain manusia
itu tidak memliki persyaratan potensional seperti akal, pancaindera, hati nurani, insting, dan fitrah yang
meungkinkan untuk dididik. Yang memiliki potensi-potendi akal, pancaindera,
hati nurani insting dan fitrah itu hanya manusia. Untuk itu Naquib al-Attas
lebih memiliki kata al-ta'dib (sebagaimana nanti akan dijelaskan) untuk arti
penidikan., dan bukan kata Al-Tarbiyah.
2.
Al-Ta’lim
Mahmud Yunus dengan singkat mengartikan al-Ta'lim adalah
hal yang berkaitan dengan mengajar dan melatih.
Sementara
itu Muhammad Rasyid Ridha mengartiakn al-Ta'lim sebagai proses
transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu. Sedangkan H.M Quraisy Shihab, ketika mengartikan kata yu’allimu sebagaimana
terdapat pada surah al-Jumu'ah (62) ayat 2, dengan arti
mengajar yang intinya tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan
pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.
Kata al-Ta'lim dalam
al-Quran menunjukan sebuah proses pengajaran, yaitu menyampaikan sesuatu berupa
ilmu pengetahuan, hikmah, kandungan kitab suci, wahyu, sesuatu yang belum
diketahui manusia, keterampilan membuat alat pelindung, ilmu laduni (yang
langsung dari tuhan), nama-nama atau simbol-simbol dan rumus-rumus yang
berkaitan dengan alam jagat raya, dan bahkan ilmu yang terlarang seperti sihir.
Ilmu-ilmu baik yang disampaikan melalui proses at-Talim tersebut diklakukan
oleh Allah Ta'ala, malaikat, dan para Nabi. Sedagkan ilmu pengethuan yang
berbahya diajarkan oleh setan.
Kataal-Ta’lim dalam arti pendidikan
sesungguhnya merupakan kata yang paling lebih dahulu digunakan dari pada kata al-Tarbiyah. Kegiatan pendidikan dan pengjaran
yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad n dirumah al-Arqom (daar
al Arqom) di Mekah, dapat disebut sebagai majlis al-Ta'lim.
Demikain pula kegiatan pendidikan Islam di Indonesia yang dilaksanakan oleh
para dai dirumah, mushala, masjid, surau, langgar, atau tempat tertentu. pada
mulanya merupakan kegiatan al-Ta’lim.
Dengan
memberikan data dan informasi tersebut, maka dengan jelas, kata Al-Ta’lim termasuk
kata yang paling tua dan banyak digunakan dalam kegiatan nonformal dengan
tekanan utama pada pemberian wawasan, pengetahuan atau informasi yang bersifat
kognitif. Atas dasar ini, maka arti Al-Ta’lim lebih pas
diartikanpengajaran daripada diartikan pendidikan. Namun, karena pengajaran
merupakan bagian dari kegiatan pendidikan, maka pengajaran juga termasuk pendidikan.
3.
At-Ta’dib
Kata At-Ta’dib berasal
dari kata addaba, yuaddibu, ta'diban yang berarti pendidikan. Kata At-Ta’dib berasal
dari kata adab yang berarti beradab. Bersopan santun, tata krama, adab, budi
pekerti, akhlak, moral, dan etika.
Kata At-Ta’dib dalam
arti pendidikan, sebagimana disinggung diatas, ialah kata yang dipilih oleh Naquib al Attas. Dalam hubungan ini, ia
mengartikan At-Ta’dib sebagai pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan
Tuhan. Melalui kata At-Ta’dib ini, al Ataas ingin menjadikan
pendidikan sebagai sarana transformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber
dalam ajaran Agama yang bersumber padadiri manusia, sehingga menjadi dasar bagi
terjadinya proses Islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan ini menurutnya
perlu dilakukan dalam rangka membendung pengaruh materialisme, sekularisme, dan dikotomisme ilmu
pengetahuan yang dikembangkan oleh barat.
4.
At-Tahdzib
Kata At-Tahdzib secara
harfiah berarti pendidikan
akhlak, atau menyucikan
diri dari perbuatan akhlak yang buruk, dan berarti pula terdidik atau
terpelihara dengan baik, dan berarti pula yang beradab sopan.
Dari
pengertian tersebut, tampak bahwa secarakeseluruhan kata At-Tahdzib terkait
dengan perbaikan mental spiritual, moral dan akhlak, yaitu memperbaiki mental
seseorang yang tidak sejalan dengan
ajaran atau norma kehidupan menjadi sejalan dengan ajaran atau norma; memeperbaiki
perilakunya agar menjadi baik dan terhormat, serta memperbaiki akhlak dan budi
pekertinyaagar menjadi berakhlak mulia. Berbagai kegiatan tersebut termasuk
bidang kegiatan pendidikan. Itulah sebabnya, kata At-Tahdzib juga
berarti pendidikan.[3]
Istilah atau terminologi pada dasarnya merupakan
kesepakatan yang dibuat para ahli dalam bidangnya masing-masing terhadap
pengertian tentang sesuatu. Dengan demikian dalam istilah tersebut terdapat
visi, misi, tujuan yang diinginkan oleh yang merumuskannya, sesuai dengan latar
belakang pendidikan, keahlian, kecenderungan, kepentingan, kesenangan dan
sebagainya. Berikut pengertian menurut para ahli;
Menurut
Ahmad Fuad al Ahwaniy : “Pendidikan adalah pranata yang bersifat sosial yang tumbuh
dari pandangan hidup tiap masyarakat. Pendidikan senantiasa sejalan dengan
pandangan falsafah hidup masyarakat tersebut, atau pendidikan itu pada
hakikatnya mengaktualisasikan falsafah dalam kehidupan nyata.”
Menurut
Ali Khalil Abul Ainain : “Pendidikan adalah program yang bersifat kemasyarakatan, oleh
karena itu, setiap falsafah yang dianut oleh suatu masyarakat berbeda dengan
falsafah yang dianut masyarakat lain sesuai dengan karakternya, serta kekuatan peradaban
yang memengaruhinya yang dihubungkan dengan upaya menegakkan spiritual dan falsafah yang dipilih dan disetujui
untuk memperoleh kenyamanan hidupnya. Makna dari ungkapan tersebut ialah
bahwa tujuan pendidikan diambil dari tujuan masyarakat, dan perumusan operasionalnya
ditujukan untuk mencapai tujuan
tersebut, dan disekitar tujuan pendidikan tersebut terdapat atmosfer falsafah
hidupnya. Dari
keadaan
yang demikian itu, maka falsafah pendidikan yang terdapat dalam suatu
masyarakat lainnya,
yang disebabkan perbedaan sudut pandang masyarakat, sertapandangan hidup yang berhubungan
dengan sudut pandang tersebut.
C.
Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren adalah institusi pendidikan yang berada di bawah pimpinan
seorang atau beberapa kiai dan dibantu oleh sejumlah santri senior serta
beberapa anggota keluarganya. Pesantren menjadi bagian
yang sangat penting bagi kehidupan kiai sebab ia merupakan tempat bagi sang
kiai untuk mengembangkan dan melestarikan ajaran tradisi, dan pengaruhnya di
masyarakat. Menurut Nurcholish Madjid, pesantren adalah salah satu lembaga
pendidikan yang ikut mempengaruhi dan menentukan proses pendidikan nasional.
Dalam perspektif historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous) sebab
lembaga yang serupa pesantren ini sudah ada di Nusantara sejak zaman kekuasaan
Hindu-Budha. Dalam hal ini, para kiai tinggal meneruskan
dan mengislamkan lembaga-lembaga tersebut. Sedangkan tujuan pendidikan
pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran yang tinggi bahwa
ajaran Islam bersifat komprehensif. Selain itu, produk pesantren juga
dikonstruksi untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam merespons tantangan dan
tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu, dalam ranah nasional maupun
internasional. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas
No 20 Tahun 2003 Pasal 3).
Dalam
memahami tentang sejarah, tentunya membutuhkan berbagai analisis yang bisa
dipercaya, hal ini dikarenakan bahwa sejarah merupakan suatu konsep ilmiah /
history is reality sehingga untuk memahami sejarah harus memakai pendekatan
yang ilmiah. dalam pembahasan tentang sejarah pondok pesantren, maka yang harus
diperhatikan adalah bagaimana sejarah tentang pesantren ini bisa membuktikan
secara ilmiah.
Pondok
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui
oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) yang santri-santrinya
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang atau beberapa
orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen
dalam segala hal.[4]
Selain
itu disebutkan bahwa pondok pesantren adalah suatu bentuk lingkungan
“masyarakat” yang unik dan memiliki tata nilai kehidupan yang positif. Pada
umumnya, pesantren terpisah dari kehidupan sekitanya. Komplek pondok pesantren
minimal terdiri atas rumah kediaman pengasuh disebut juga kyai, masjid atau
mushola, dan asrama santri. Tidak ada model atau patokan tertentu dalam
pembangunan fisik pesantren, sehingga penambahan bangunan demi bangunan dalam
lingkungan pesantren hanya mengambil bentuk improvisasi sekenanya belaka.[5]
Tentang
kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya, dimana dan siapa
pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan yang pasti. Berdasarkan hasil
pendataan yang dilaksanakan oleh Departemen Agama pada tahun 1984-1985
diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di
Pamekasan Madura, dengan nama Pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi hal ini juga
diragukan, karena tentunya ada Pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Kendatipun
Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak diragukan lagi, adalah
sangat besar bagi perkembangan Islam di nusantara.
Lembaga
pendidikan yang disebut pondok pesantren sebagai pusat penyiaran Islam tertua
yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya Islam di Indonesia. Pada awal
berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Kegiatan pembelajaran
biasanya diselenggarakan di langgar (mushala) atau masjid oleh seorang kyai
dengan beberapa orang santri yang datang mengaji. Lama kelamaan “pengajian” ini
berkembang seiring dengan pertambahan jumlah santri dan pelebaran tempat
belajar sampai menjadi sebuah lembaga yang unik, yang disebut pesantren.[6]
Di
Indonesia pondok pesantren lebih dikenal dengan istilah Kutab merupakan suatu
lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya terdapat seorang kyai (pendidik)
yang mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya
pondok sebagai tempat tinggal para santri.
Sedangkan
asal-usul pesantren di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh
Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
unik Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa
selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim (meninggal 1419 di Gresik Jawa
Timur), spiritual father Walisongo, dalam masyarakat santri Jawa biasanya
dipandang sebagai gurunya-guru tradisi pesantren di tanah Jawa.
Ini karena Syekh Maulana Malik Ibrahim atau
Syekh Maulana Maghribi yang wafat pada 12 Rabi’ul Awal 822 H bertepatan dengan
8 April 1419 M dan dikenal sebagai Sunan Gresik adalah orang yang pertama dari
sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran Islam di Jawa.[7]
Meskipun
begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pondok
pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia
mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada waktu didirikan hanya
memiliki tiga orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan Kyai
Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya dan mendirikan pondok
pesantren di sana. Misi keagamaan dan pendidikan Sunan Ampel mencapai sukses,
sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit. Kemudian bermunculan
pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh para santri dan putra beliau.
Misalnya oleh Raden Patah, dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.
Pondok pesantren
memang bila dilihat dari latar belakangnya, tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya dalam masyarakat yang terdapat implikasi-implikasi politis sosio
kultural yang menggambarkan sikap ulama-ulama Islam sepanjang sejarah. Sejak
negara kita dijajah oleh orang barat, ulama-ulama bersifat noncooperation
terhadap penjajah serta mendidik santri-santrinya dengan sikap politis anti penjajah
serta nonkompromi terhadap mereka dalam bidang pendidikan agama pondok
pesantren..[8]
BAB III
PEMBAHASAN
A. Tujuan
Pendidikan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah
menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat
atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau
menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di
tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin di tuju
ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.[9]
Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya
pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua [10] yaitu:
1.
Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang
‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta
mengamalkannya dalam masyarakat.
2.
Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam
dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.
B.
Karakteristik Pondok Pesantren
1.
Adanya kiai
2.
Adanya santri
3.
Adanya masjid
4.
Adanya pondok atau asrama
Sedangkan
ciri-ciri khusus pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat
terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi
arab,hukum islam, tafsir Hadis, tafsir Al-Qur’an dan lain-lain.
Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang
ciri-ciri pesantren dan juga pendidikan yang ada didalamnya, maka ciri-cirinya
adalah
1.
Adanya hubungan akrab antar santri
dengan kiainya.
2.
Adanya kepatuhan santri kepada kiai.
3.
Hidup hemat dan sederhana
benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren.
4.
Kemandirian sangat terasa
dipesantren.
5.
Jiwa tolong-menolong dan suasana
persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
6.
Disiplin sangat dianjurkan.
7.
Keprihatinan untuk mencapai tujuan
mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan puasa sunat, zikir, dan i’tikaf, shalat
tahajud dan lain-lain.
8.
Pemberian ijazah, yaitu pencantuman
nama dalam satu daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri
yang berprestasi.[12]
Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren
dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan
pesantren sekarang yang lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan
zaman telah mendorong terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga
tersebut melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi pada
masa sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan eksistensinya sebagai
lembaga pendidikan islam yang mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik
formal maupun nonformal.
Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan
nilai yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal
dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern).
Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada
pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur
pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya
1.
Perubahan sistem pengajaran dari
perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal
dengan istilah madrasah (sekolah).
2.
Pemberian pengetahuan umum disamping
masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab.
3.
Bertambahnya komponen pendidikan
pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
masyarakat, kesenian yang islami.
4.
Lulusan pondok pesantren diberikan
syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian
syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.[13]
C.
Tipologi atau Model Pendidikan islam
di Pondok Pesantren
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka
pendidikan pesantren baik tempat, bentuk, hingga substansi telah jauh
mengalami perubahan. Pesantren tak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan
seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan zaman.
1.
Pesantren Salafi yaitu pesantren
yang tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa
diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannyapun sebagaimana yang lazim
diterapkan dalam pesantren salaf yaitu dengan metode sorogan dan weton.
2.
Pesantren Khalafi yaitu pesantren
yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan
ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
3.
Pesantren Kilat yaitu pesantren yang
berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan
pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan
ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri terdiri dari siswa sekolah yang
dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
4.
Pesantren terintegrasi yaitu
pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan
sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program yang
terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus
sekolah atau para pencari kerja.
Sedangkan menurut Mas’ud dkk ada beberapa tipologi
atau model pendidikan
pondok pesantren yaitu :
Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli
sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para santrinya.
Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan
yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh
para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai
hingga sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur beberapa
pesantren di daerah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah dan lain-lain.
Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam
pengajaran namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan
tak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga
ijazah yang dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai
ijazah formal.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di
dalam baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan
DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjang
bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tak hanya meliputi
fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum.
Contohnya adalahPesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur.
Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana
para santri belajar disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi
diluarnya. Pendidikan agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam
sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren
model inilah yang terbanyak jumlahnya.[15]
D.
Metode Pendidikan di Pondok
Pesantren
Dalam rangka/usaha mencapai tujuan tersebut,diperlukan
suatu metode yang sangat operasional pula yaitu metode penyajian materi
pendidikan dan pengajaran yang menyangkut pendidikan agama Islam dan
keterampilan di lembaga pendidikan pondok pesantren tersebut.
Metode penyajian atau penyampaian tersebut ada yang
bersifat tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan dalam
intitusi itu,seperti pengajian dengan balahan,weton,dan sorogan.Ada pula metode
non tradisional dengan pengertian metode yang baru di introdusir ke
dalam institusi tersebut berdasarkan atas pendekatan ilmiah.
Usaha mengintrodusir ide tentang metode baru dilakukan
atas pelbagai pendekatan-pendekatan psikologis,sosial,relegius,pedagogis,dan
sebagainya agar pimpinan intitusi yang bersangkutan lebih dahulu memahami dan
menerima maksud/tujuan ide baru yang akan diintrodusikan itu.
Dalam hubungan ini,perlu kita sadari bahwa ada
strategi dasar yang telah dipegangi oleh pimpinan pondok pesantren yang
ditetapkan dalam Muktamar Pondok Pesantren (ROBITHOH MA’HID KE-I pada tahun
1959) yang menyatakan sebagai berikut :
اَلمحُاَفَظَةُ عَلَى الْقَدِ يْمِ الصَّلِحِ
وَالْاَخْذُ بِالْجَدِيْدِ اْلَاصْلَحِ
“Tetap memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang
lebih baik”.
Adapun metode yang dapat dipergunakan di lingkungan
pondok pesantren antara lain,seperti tersebut dibawah ini dengan penyesuaian
menurut situasi dan kondisi masing-masing:
1.
Metode tanya jawab
2.
Metode diskusi
3.
Metode imlak
4.
Metode mutholaah/ricital
5.
Metode proyek
6.
Metode dialog
7.
Metode karyawisata
8.
Metode hafalan
9.
Metode sosiadrama
10. Metode
pemberian situasi
11. Metode
pembiasaan
12. Metode
percontohan tingkah laku/dramatisasi
Macam-macam metode itu menjadi efektif dan tidaknya
bagi santri (anak didik) adalah banyak bergantung kepada pribadi pendidik
(guru / pengajar / pengasuh) itu sendiri.
E.
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren
mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga
pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.
Memakai sistem tradisional, yang
memiliki kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi
hubungan 2 arah antara kiai dan santri.
2.
Kehidupan dipesantren menampakkan
semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problem non
kurikuler mereka sendiri.
3.
Para
santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah,
karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri
dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanyaijazah tersebut. Hal itu
karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata.
4.
Sistem pondok pesantren mengutamakan
kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan
keberanian hidup.
5.
Alumni pondok pesantren tak ingin
menduduki jabatan pemeritahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh
pemerintah.[16]
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan
pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode
kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai
yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat
jika perlu. Metode sorogan sedikit berbeda dari metode weronan dimana santri
menghadap guru satu-persatu dengan membawa kitab yang dipelajari sendiri. Kiai
membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan
maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara membaca yang benar, tergantung materi
yang diajukan dan kemampuan santri.
Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri
menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi
hafalan biasanya dalam bentuk syair atau nazham. Sebagai pelengkap metode
hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizing) santri terhadap
materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik didalan maupun diluar
kelas.[17]
Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak
dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal.
Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan isi mata pelajaran tertentu
yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila
seorang santri telah menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian
(imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah kekitab lain yang lebih
tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak
berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah
ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok
pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari
tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pondok pesantren yaitu suatu lembaga
pendidikan islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar
dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan
untuk menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan
atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.
2.
Tujuan
pendidikan pesantren adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi
masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau
menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di
tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu.
3.
Karakteristik pondok pesantren
adalah ada kyai, santri, masjid, dan asrama. Tipologi atau model-model pendidikan di pondok pesantren yaitu Pesantren
Salafi, Pesantren Khalafi, Pesantren Kilat, dan Pesantren terintegrasi.
4.
Sistem pendidikan di pondok pesantren
yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, dan
hafalan. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak
yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak hanya agama
saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari.
B. Saran
Demikianlah
makalah yang kami buat, dan kami sadar karena keterbatasan pada diri kami, maka
kami berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Atas segala saran dan yang diberikan kepada kami
selaku penyusun mengucapkan terima kasih.
KATA
PENGANTAR
Assalammu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan atas
kehadirat Allah SWT ,karena atas karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas pertama penulis dalam mata kuliah ini, yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak
yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
Mengingat keterbatasan penulis
sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, penulis menyadari
bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritikan dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Agar kedepannya penulis bisa
lebih baik lagi.
Salah dan khilaf penulis mohon maaf.
kepada Allah, penulis mohon ampun. Wassalammu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Bengkulu, 2016
Penulis
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ...............................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2
D. Manfaat Pembahasan............................................................................ 2
E. Sistematika Pembahasan....................................................................... 3
BAB
II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Pendidikan.......................................................................... 4
B. Pengertian Pendidikan Islam ............................................................... 5
C. Pengertian Pondok Pesantren............................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN
- Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren.................................................. 11
- Karakteristik Pondok Pesantren........................................................... 11
- Tipologi atau Model Pendidikan islam di Pondok Pesantren............... 13
- Metode Pendidikan di Pondok Pesantren............................................ 15
- Sistem Pendidikan Pondok Pesantren.................................................. 16
BAB IV PENUTUP
- Kesimpulan........................................................................................... 20
- Saran .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii
|
MAKALAH
ISU PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER
PENDIDIKAN ISLAM DI LINGKUNGAN
PESANTREN
[4] Djamaluddin, & Abdullah Aly,
Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm. 99.
[5] Djamaludin , Op.Cit., hlm. 65.
[6] Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia,
Logos, Jakarta, 2001, hlm. 157.
[7] Hasbullah, Op.Cit., hlm. 26.
[8] Djamaluddin, & Abdullah Aly,
Op.Cit., hlm. 99.
[9]Sulthon Masyhud
dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. (Jakarta: DivaPustaka,
2003).h 92-93.
[10]Arifin HM.Kapita
Selekta Pendidikan Islam dan Umum.(Jakarta:Bumi Aksara,1991), Hal 248.
[11]Abdul
mujib.Opcit. hal 235
[12]Sulthon Masyhud
dan Khusnurdilo.Opcit. Hal 93-94
[13]Abdul
mujib.Opcit. hal 237-238
[14]Khosin.Tipologi
Pondok Pesantren.(Jakarta: diva Pustaka,2006). Hal 101.
[16]Amien Rais
M.Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta.(Bandung: Mizan,1989). Hal 162.
[17]Sulthon Masyhud
dan Khusnurdilo. Opcit.hal 89.
No comments:
Post a Comment