BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren merupakan lembaga pendidikan
Islam tertua di Indonesia sebagaimana menjadi kesepakatan para peneliti
sejarah pendidikan di negeri yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini.
Pada mulanya pesantren didirikan oleh para
penyebar Islam sehingga kehadiran pesantren diyakini mengiringi dakwah Islam di
negeri ini, kendati bentuk sistem pendidikannya belum selengkap pesantren
sekarang. Pada dataran substantif pesantren telah berdiri pada awal masa Islam
di Indonesia, tetapi pada dataran bentuk mengalami perubahan yang sangat
signifikan.
Perbedaan persepsi para ahli tentang
keberadaan pesantren sebenarnya lebih
dipengaruhi faktor-faktor tersebut. Bagi mereka yang mengamati pesantren
dari segi substansinya, akan cenderung menegaskan
bahwa pesantren itu lahirnya beriringan dengan masuknya Islam di
Indonesia. Sedangkan bagi mereka yang mengamatinya dari parameter pesantren
yang ada sekarang ini tentu memandang kehadiran pesantren barn saja pada abad
belakangan ini.
B. Tujuan
Tujuan Pembuatan makalah ini adalah agar
penulis dan pembaca dapat mengerti dan memahami apa itu Transformasi sistem
Pendidikan Pesantren
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis
dapat menarik rumusan masalah yang akan diangkat dalam pembahasan makalah ini
yaitu : Transformasi sistem Pendidikan Pesantren
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Pendidikan
Independen
Baik
dalam pandangan kelompok pertama maupun kedua, pesantren memiliki karakteristik tertentu.
Setidaknya karakter itu tidak dimiliki sistem
pendidikan lainnya, tetapi pesantren juga mengadopsi nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Keadaan ini oleh Abdurrahman
Wahid disebut dengan istilah subkultur.
Ada tiga
elemen yang mampu membentuk pesantren sebagai
subkultur:
1) Pola kepemimpinan pesantren yang mandiri, tidlak terkooptasi oleh negara;
2) Kitab - kitab rujukan umum yang selalu
digunakan dari berbagai abad; Dan
3) Sistem nilai (value system) yang
digunakan adalah bagian dari masyarakat luas[1]
Tiga elemen tersebut
menjadi ciri yang menonjol selama ini. Pesantren baru mungkin bermunculan dengan ticlak
menghilangkan tiga elemen
itu, kendati juga membawa elemen-elemen lainnya yang merupakan satu kesatuan dalam sistem pendidikannya. Sistem pendidikan
pesantren terdiri dari berbagai unsur (subsistem) yang semuanya memilM kaftan fungsional, tak terpisahkan untuk
mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Masing-masing unsur memiliki fungsi
tertentu, yang tidak bisa diabaikan
sama sekali. Kekurangan satu unsur saja akan menjadi kendala bagi proses pendidikan dan langsung berpengaruh pada
pencapaian tujuannya.
Secara esensial, sistem pendidikan
pesantren yang dianggap khas ternyata bukan sesuatu yang baru jika dibandingkan
sistem pendidikan sebelumnya. I.P. Simanjutak menegaskan bahwa masuknya Islam
tidak mengubah hakikat pengajaran agama yang
formil. Perubahan yang terjadi sejak pengembangan Islam hanyalah menyangkut isi
agama yang clipelajari, bahasa yang menjadi wahana bagi pelajaran agama
itu, dan Tatar belakang para santri.[2]
Dengan demikian, sistem pendidikan yang
dikembangkan pesantren dalam banyak hal merupakan hasil adaptasi dari pola-pola pendidikan yang telah ada
di kalangan masyarakat Hindu-Budha sebelumnya. jika ini benar, ada
relevansinya dengan suatu statement bahwa
pesantren mendapat pengaruh dari tradisi lokal.
Model
pendidikan agama Jawa yang diadaptasi itu disebut pariwayatan, berbentuk asrama dengan rumah guru yang disebut Kiajar di tengah-tengahnya. Sistem
pendidikan ini diambil dengan mengganti nilai ajarannya menjadi nilai ajaran Islam Pengambilan model meniru dan mengganti ini juga terjadi dalam sistem pewayangan.
Budaya Jawa yang terbungkus
dalam bentuk keseman ini konon berasal dari buku Ramayana clan Mahabarata
dengan beberapa modifikasi atau penambahan tokoh-tokoh pemeran dan isi-isi
pesannya diarahkan mengemban misi Islam.
Bagi para
penyiar Islam, wadah sesuatu budaya bisa diadaptasi selama masih dipandang
positif. Namun, persoalan isi menjadi perhatian utama yang tidak boleh mengalami
adaptasi maupun kompromi
dengan isi ajaran agama lainnya, terutama ketika konsepnya bertentangan.
Strategi ini bisa berfungsi menjaga kesinambungan tradisi yang berkembang di masyarakat mengingat pendekatan
dalam berdakwah yang ditempuh mereka adalah pendekatan adaptif-selektif,
bukan konfrontatif. Hal-hal yang balk masih
perlu dipertahankan sedangkan yang
jelek dihapuskan selanjutnya digantikan sesuatu yang barn yang baik.
Proses adaptasi
sistem pendidikan pesantren itulah yang menguatkan penilaian selama ini bahwa pendidikan pesantren
disebut sistem pendidikan produk Indonesia.
Nurcholish Madjid menyebut dengan istilah indegenous (pendidikan
asli Indonesia).[3]
Sistem pendidikan asli Indonesia ini pernah
menganut dan memiliki daya tawar yang tinggi sebagai antitesis terhadap sistem pendidikan Belanda. Karel A. Steen-brink mengungkapkan bahwa pada 1930-an, sistem
pesantren yang Bering disebut sistem pendidikan asli Indonesia dapat
menyaingi pendidikan Barat yang materialis dan bertujuan mempersiapkan tenaga
untuk fungsi-fungsi tertentu dalam masyarakat dan untuk mencari uang.[4]
Pada
perkembangan berikutnya, sentimen politik dan sentimen agama dari kalangan Muslim Indonesia turut
Berta mengokohkan sikap resistensi yang begitu kuat terhadap sistem pendidikan
yang ditawarkan Belanda. Sebagaimana telah
menjadi pemahaman bersama bahwa Belanda
datang ke Indonesia adalah untuk kepentingan penjajahan dan penyebaran
agama Kristen. Bisa dibayangkan implikasi berikutnya, kalangan Muslim adalah
merupakan lapisan masyarakat yang paling dirugikan. Mereka tertekan secara
politis dan secara religius. Akibatnya mereka menolak segala sesuatu yang
berbau Belanda termasuk sistem pendidikan yang ditawarkannya.
Jadi sistem
pendidikan pesantren independen memungkinkan untuk memilih bentuk-bentuk
kurikulum maupun situasi pembelajaran tertentu. Namun kenyataannya, sistem pendidikan yang
independen itu di pesantren
justru menimbulkan berbagai kelemahan dan sedang menghadapi tantangan-tantangan
baru.
B.
Tantangan-Tantangan
Multidimensional
Perkembangan sains-teknologi, penyebaran
arus informasi dan perjumpaan budaya dapat
menggiring kecenderungan masyarakat untuk berpikir rasional, bersikap
inklusif dan berperilaku adaptif Mereka semacam dihadapkan pada pilihan-pilihan
baru yang menarik dan cukup menggoda untuk mengikutinya. Terlebih lagi
pilihan-pilihan baru itu selalu dikemas
dengan istilah yang mengandung nuansa propaganda kendatipun dalam taraf
tertentu bisa dibenarkan seperti efektifefisien, kemajuan, pencerahan,
pembaruan, dan sebagainya.
Masyarakat
sekarang begitu intens menjumpai perubahan-perubahan baik menyangkut pola pikir, pola hidup, kebutuhan sehari-hari hingga proyeksi kehidupan di masa depan. Kondisi
demikian ini tentu sangat berpengaruh secara signifikan terhadap
standart kehidupan masyarakat. Mereka, mau
tidak mau, senantiasa berusaha berpikir dan bersikap progresif Sebagai respons terhadap perkembangan dan tuntutan zaman.
Bentuk respons ini
selanjutnya yang perlu dipertimbangkan oleh kalangan pesantren.
Sekarang ini
kecenderungan masyarakat telah berubah padahal output pesantren tidak banyak
berubah. Pokok permasalahannya bukan terletak pada potensi santri lulusan pesantren yang tidak pandai,
melainkan pergeseran ukuran. Sekarang ini yang menjadi ukuran dalam masyarakat
adalah masalah yang menyangkut wawasan social, organisasi modern, pluralisme keilmuan dan sebagainya.
Masalah-masalah ini pada masa lampau
tidak pernah diperhitungkan sama sekali di dalam materi pendidikan pesantren.[5]
Kim pesantren menghadapi tantangan barn,
yaitu tantangan pembangunan, kemajuan, pembaharuan, serta tantangan
keterbukaan dan globalisasi.[6]
Pesantren tidak bisa bersikap isolatif
dalam menghadapi tantangantantangan tersebut. Respons yang positif adalah
dengan memberikan alternatif-alternatif yang berorientasi pada pemberdayaan
santri dalam menghadapi era global yang
membawa persoalan-persoalan makin kompleks Sekarang ini. Sebaliknya,
respons yang tidak kondusif seperti bersikap isolatif pada masa penjajahan dulu
justru menjadikan pesantren kelewat
konservatif yang tidak memberikan keuntungan bagi kemajuan dan
pembaharuan pesantren.
Pengalaman dalam
menentukan strategi pada masa lampau itu seharusnya dijadikan pelajaran untuk memilih strategi yang memiliki prospek yang menjanjikan di masa depan. Evaluasi
secara objektif terhadap langkah-langkah yang pernah ditempuh selama ini
sepatutnya menjadi keniscayaan dan menjadi bagian integral dari sistem
manajerial pesantren. Dengan begitu, segala langkah masa lalu yang tidak
strategic perlu dikoreksi secara total,
sementara langkah yang positif-konstruktif tetap dipertahankan dan berupaya ditingkatkan. Sikap ini juga menyangkut
penentuan sistem pendidikan yang dilaksanakan pesantren.
Oleh
karena itu, sistem pendidikan pesantren harus selalu melakukan upaya rekonstruksi pemahaman terhadap ajaran-ajarannya agar
tetap relevan dan survive.[7]Bahkan, lebih lanjut pesantren harus mampu
mewujudkan sistem pendidikan sinergik. Yakni sistem yang memadukan akir-tradisi dan modernitas. Jika strategi ini
mampu dilaksanakan, hubungan pendidikan pesantren dengan dunia kerja
industrial bisa bersambung.[8]
Selanjutnya, dalam menghadapi tantangan
yang berat akibat dari perubahan global
tersebut pesantren dituntut memiliki tiga kemampuan:
1) Kemampuan untuk survive
(bertahan hidup) di tengah-tengah perubahan clan persaingan yang terus bergulir;
2) Kemampuan untuk meningkatan kualitas
kehidupannya (rohaniah clan jasmaniah); dan
3) Kemampuan untuk berkembang dan
beradaptasi dengan tuntutan
zaman yang terus berubah.[9]
Sementara itu, menurut Azyumardi Azra,pesantren
diharapkan bukan hanya mampu bertahan, melainkan juga mampu mengembangkan diri,
dan bahkan kembali menempatkan diri pada posisi yang penting dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia secara keseluruhan.[10]
Lebih dari itu, pesantren diharapkan mampu memberikan sumbangan dan berfungsi
sekarang pada pengembangan modal dasar rohaniah dalam pembangunan nasional .[11]
Untuk mewujudkan semua idealisms itu
setidaknya kalangan pesantren perlu melakukan transformasi sistem pendidikan
pesantren yang lebih adaptif daripada sebelumnya, yaitu suatu sistem pendidikan
yang senantiasa mempertimbangkan sistem pendidikan lainnya yang dipandang
positif untuk diintegrasikannya.
C.
Sistem Pendidikan Adaptif
Adanya
perubahan zaman yang begitu cepat menyadarkan kalangan pesantren untuk melakukan tindakan-tindakan
yang memberi manfaat bagi kelangsungan clan pengembangan pendidikan Islam
tertua ini menurut persepsi masing-masing pengasuh. Apapun bentuk tindakan,
reaksi maupun respons yang ditempuh kiai tetap merupakan pilihan rerbaik baginya, terlepas adanya penilaian yang
negatif dari pihak lain
Oleh
karena itu, pesantren terpolarisasikan ketika menghadapi frubahan zaman itu.
Ada pesantren yang bersikap lunak dan ada yang keras. Ada
pesantren yang terbuka, dan ada yang tertutup. Ada rang mengidentifikasikan zaman sekarang
`zaman edan' atau jahiliah modern', tetapi tidak sedikit yang mencoba melakukan
transformasi.[12] Dengan pengertian lain menurut Abdurrahman Wahid,
ada yang menutup diri dari perkembangan umum masyarakat 'luar', tetapi
adayang justru mengoptimasilasaikan proses penciptaan solidaritas yang kuat
antara pesntren dengan masyarakat [13]
Kelemahan lainnya lagi adalah timbulnya orientasi ekonomis di kalangan pesantren yang bisa mengurangi kadar
keikhlasan santri ketika belajar di pesantren. Para
santri boleh jadi mengharap memperoleh ijazah sebagai "tiket" untuk
memperoleh kedudukan atau pekerjaan tertentu di masa depan seperti yang terjadi
pada siswa-siswa sekolah pada umumnya.
Persoalan-persoalan ini merupakan
segi-segi kelemahan dari sistem pendidikan pesantren
yang mengadaptasi sistem pendidikan formal. Sistem ini juga memiliki kelebihan-kelebihan pada
segi-segi lainnya. Bahkan salah satu
sub-sistem pendidikan pesantren belakangan ini mulai dilirik berbagai
kalangan sebagai model pendidikan alternatif yang berwawasan masa depan dan
menjamin kepribadian.
D.
Pengaruh Sistem Pendidikan Pesantren Terhadap Sekolah Elit
Sistem pendidikan pesantren ketika
dinilai melalui parameter modernisasi selalu dipandang negatif karena terlalu
mempertahankan tradisi dan kurang tanggap terhadap perkembangan dan perubahan
zaman. Tetapi, belakangan ini ada aspek tertentu yang secara jujur diakui
sebagai kelebihan pesantren. Pesantren adalah sistem pendidikan yang tumbuh dan
lahir darikultur Indonesia
yang bersifat indigenous. Lembaga inilah yang dilirik kembali sebagai model
dasar pengembangan konsep pendidikan (baru) Indonesia.[14]
Pesantren dengan demikian mulai
diperhatikan dari multi perspektif sehingga tidak selalu dinilai negatif Ada segi-segi kelemahan
sistem pendidikan pesantren sehingga harus dikritik, tetapi ada juga
kelebihan-kelebihan tertentu yang perlu ditiru bahkan dikembangkan. Meskipun
tidak ada pengakuan secara eksplisit dari Para pakar pendidikan di Indonesia,
karakter budaya pendidikan pesantren telah diadopsi ke dalam sistem pendidikan
nasional. Gejala ini terlihat jelas, pada kemunculan 'sekolah-sekolah unggul'
atau boarding school sejak tiga dasawarsa terakhir.[15]
Sekarang ini sudah banyak bermunculan sekolah unggulan yang menerapkan `sistem
pesantren' meskipur dibungkus dengan nama lain seperti boarding school, sekolah
internal atau lainnya.[16]
Jika boarding school (sekolah berasrama umum) mengadopsi pendidikan pesantren secara diam-diam, maka
Departemen Agama mengembangkannya secara terbuka.[17]
Pondok atau asrama —meskipun dalam batas
tertentu ada perbedaannya secara mendasar— dapat
memberikan alternatif dalam proses pembelajaran bila diberdayakan secara
optimal, sehingga menjadi kecenderungan
sekolah-sekolah unggulan. Kehidupan pondok atau asrama memberikan
berbagai manfaat antara lain: interaksi antara murid dengan guru bisa berjalan secara intensif, memudahkan kontrol terhadap kegiatan murid, pergesekan sesama murid yang
memiliki kepentingan sama dalam
mencari ilmu, menimbulkan stimulasi/rangsangan belajar, dan memberi kesempatan
yang baik bagi pembiasaan sesuatu.
Pada manfaat pemberian kesempatan bagi pembiasaan sesuatu ini, pondok atau asrama terbukti menjadi sasaran yang
efektif bagi penerapan pembiasaan sesuatu kegiatan seperti pembentukan
lingkungan bahasa (biah lughawiyyah). Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN)—yang sekarang ini telah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN)—Malang
telah mencoba membangun lingkungan bahasa ini melalui pondok atau asrama meskipun masih juga terdapat kendalakendala yang dihadapi pengasuh. Tetapi pondok atau
asrama itu memberikan kontribusi yang
cukup signifikan untuk pembentukan lingkungan bahasa.
Hanya
saja, motif pembangunan pondok bagi pesantren dengan
asrama bagi sekolah unggulan cukup berbeda. Menurut akar sejarahnya,
pondok dibangun agar santri tidak jauh-jauh menempuh perjalanan
untuk belajar pada kiai atau agar santri bisa menginap di dekat kiai.
Sedangkan asrama dibangun oleh sekolah unggulan untuk mengefektif‑
kan proses pembelajaran, sehingga menyangkut berbagai komponen
yang terkait. Dengan pengertian lain, jika pondok dibangun lantaran
faktor darurat, maka asrama dibangun atas dasar perencanaan pembela‑
jaran yang matang dengan memenuhi kriteria efektivitas dan efisiensi.
Dengan sistem 24 jam atau sistem pendidikan sepanjang hari
(full-day educational s tem) yang dijalani, pesantren akan menjadi incaran para orang tua lantaran kesibukannya tidak lagi mempunyai waktu yang cukup untuk memberikan perhatian dan kontrol kepada putra-pqtrinya setelah pulang sekolah.11 Dari sudut pertimbangan sistem pendidikan pesantren lebih dipercaya orang tua daripada sistem pendidikan formal terutama bagi orang tua karier yang memiliki komitmen tinggi untuk menanamkan akhlak pada putra-putrinya. Pesantren dinilai mampu membentengi para santri dari pengaruhpengaruh negatif arus globalisasi yang menghadirkan kebudayaan Barat di tengah-tengah kebudayaan kita.
asrama bagi sekolah unggulan cukup berbeda. Menurut akar sejarahnya,
pondok dibangun agar santri tidak jauh-jauh menempuh perjalanan
untuk belajar pada kiai atau agar santri bisa menginap di dekat kiai.
Sedangkan asrama dibangun oleh sekolah unggulan untuk mengefektif‑
kan proses pembelajaran, sehingga menyangkut berbagai komponen
yang terkait. Dengan pengertian lain, jika pondok dibangun lantaran
faktor darurat, maka asrama dibangun atas dasar perencanaan pembela‑
jaran yang matang dengan memenuhi kriteria efektivitas dan efisiensi.
Dengan sistem 24 jam atau sistem pendidikan sepanjang hari
(full-day educational s tem) yang dijalani, pesantren akan menjadi incaran para orang tua lantaran kesibukannya tidak lagi mempunyai waktu yang cukup untuk memberikan perhatian dan kontrol kepada putra-pqtrinya setelah pulang sekolah.11 Dari sudut pertimbangan sistem pendidikan pesantren lebih dipercaya orang tua daripada sistem pendidikan formal terutama bagi orang tua karier yang memiliki komitmen tinggi untuk menanamkan akhlak pada putra-putrinya. Pesantren dinilai mampu membentengi para santri dari pengaruhpengaruh negatif arus globalisasi yang menghadirkan kebudayaan Barat di tengah-tengah kebudayaan kita.
Pesantren tetap survive dan mampu
beradaptasi dengan modernitas pendidikan.
Bahkan ketika pendidikan yang cenderung sekuler dinilai gagal, pesantren ditunjuk sebagai lembaga
pendidikan alternatif." Kegagalan
pendidikan sekuler dilihat dari pembentukan kepribadian. Di kota-kota besar seperti Jakarta hampir setiap
sabtu slang terjadi tawuran antar pelajar. Tradisi ini unik sekali
mengingat pelajar adalah kelompok yang
sedang menjalani pendidikan, sedang tawuran bertentangan dengan jiwa pendidikan itu sendiri. Berbeda dengan pelajar tersebut, santri pesantren tidak pernah
tawuran sesama santri dari pesantren lainnya meskipun di Jakarta.
pada dataran pendidikan ini pesantren dinilai
sukses. Ada kecenderungan dari orang tua di kota-kota besar yang tidak mampu
lagi mengendalikan dan mengarahkan anak-anaknya dari kenakalan remaja, maka pilihan terbaik baginya adalah mengirimkan
anak-anaknya ke pesantren kendatipun di pesantren mereka belum tentu
juga mengalami kesadaran sepenuhnya. Sementara itu, pesantren sudah terbiasa
membimbing anak-anak yang "bermasalah".
Akan
tetapi, barn-barn ini citra pesantren dicemari oleh beberapa orang kalangan pesantren al-Islam Selokuro Paceran yang terlibat
pengeboman di Bali seperti Amrozi, Ali Imran, dan Mukhlas maupun menyangkut Abu Bakar Ba'asyir dari pesantren Ngruki
Solo. Tetapi kedua pesantren ini
adalah khas, dan diperuntukkan bagi santri-santri yang berada dalam kubu Islam garis keras. Dengan
kata lain, kedua pesantren tersebut
tidak bisa mewakili arus utama (mainstream) pesantren pada
umumnya yang berada dalam kubu Islam moderat.[18]
Secara umum pesantren masih diyakini
potensial membimbing, menendidik, dan
membangun kepribadian para santri untuk menjadi orang Muslim yang benar-benar saleh dan salehah yang memiliki ketahanan
cukup kuat dalam menghadapi tantangan dunia global.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa : Pada perkembangannya, sentimen politik dan sentimen
agama dari kalangan Muslim Indonesia turut Berta mengokohkan sikap
resistensi yang begitu kuat terhadap sistem pendidikan yang ditawarkan Belanda. Sebagaimana telah menjadi pemahaman
bersama bahwa Belanda datang ke Indonesia
adalah untuk kepentingan penjajahan dan penyebaran agama Kristen. Bisa
dibayangkan implikasi berikutnya, kalangan Muslim adalah merupakan lapisan
masyarakat yang paling dirugikan. Mereka tertekan secara politis dan secara
religius. Akibatnya mereka menolak segala sesuatu yang berbau Belanda termasuk
sistem pendidikan yang ditawarkannya.
Jadi sistem pendidikan pesantren
independen memungkinkan untuk
memilih bentuk-bentuk kurikulum maupun situasi pembelajaran tertentu. Namun kenyataannya, sistem pendidikan
yang independen itu di pesantren justru menimbulkan
berbagai kelemahan dan sedang menghadapi tantangan-tantangan baru.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan, baik dalam penyusunannya, kata – kata yang belum baku maupun kelengkapan
materi. Oleh karena itu besar
harapan penulis atas kritik dan saran dari pembaca
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penyusun Panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Transformasi sistem Pendidikan Pesantren”
Salawat beserta
salam penyusun sampaikan kepada Reformator dunia yaitu Baginda Rasulullah SAW
yang telah menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman, kecintaannya kepada
umat melebihi cintanya pada dirinya sendiri..
Akhirnya dengan
segala kerendahan hati, penyusun mengakui masih banyak terdapat kejanggalan-
kejanggalan dan kekurangan dalam makalah ini. Hal ini disebabkan kurangnya ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang penyusun miliki, oleh karena itu, kritik dan
saran yang konsruktif sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa yang akan datang.
Penyusun juga
berharap makalah ini mudah-mudahan berguna dan bermamfaat bagi kita semua. Amin
Ya Rabbal ‘Alami
Penulis
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................... 1
B.
Tujuan............................................................................................................ 1
C.
Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sistem Pendidikan Independent.................................................................... 2
B.
Tantangan-Tantangan
Multidimensional....................................................... 5
C.
Sistem Pendidikan Adaptif........................................................................... 7
D. Pengaruh Sistem Pendidikan Pesantren
Terhadap Sekolah Elit.................... 8
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan.................................................................................................... 12
- Kritik dan Saran ............................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. iii
|
DAFTAR PUSTAKA
Mujamil Qomar, Prof. Pesantren : Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi:
Jakarta, Erlangga.2002
Kafrawi. Pembohoruan Sistem Pendidikon Pondok
Pesontren Sebogai Usahc
Peningkoton Prestasi Kerjo don Pembinoon Kesatuan
Bangso. Jakarta: Cemarc Indah, 1978.
Ismail, Ibnu Qayyim. Kiai Penghulu Jowo Peranonnya di
Moso Koloniol. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Ismail SM., "Pengembangan
Pesantren Tradisional' (Sebuah Hipotesis Mengantisipasi Perubahan Sosial)", dolour Ismail
SM., Nurul Huda don Abdul Kholiq (eds.). Dinamika
Pesontren don Modrosah. Yogyakarta:
Kerja sama Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka
Pelajar, 2002.
|
Penulis
|
|||
Dasar –Dasar Pendidikan
“ Transformasi sistem
Pendidikan Pesantren ”
[1] Abdurrahman Wahid, "Pondok
Pesantren Masa depan", dolour Marzuki Wahid, Suwendi
don Soefuddin Zuhri (pent'.), Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdoycon don Transformasi Pesantren, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1999), h. 10. Untuk selanjutnya akan disebut Wahid,
"Pondok...".
[2] I.P. Simonjutak, Perkembongan Pendidikan di
Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan don Kebudayaan, 1972/1973), h.
20.
[3] Nurcholis Madjid, 1992, Hal 144
[4] Ibid
[6] Ismail
S. Ahmad, Mahfudh, don M. Yoenus Noor, Teologi Sosial Teloah Kritis Pesoolon
Agama don Kemonusioon Prof K.H. Ali Yafie, (Yogyakarta: LKPSM, 1997), h.
25. Untuk selanjutnya akan disebut Ahmad et. al., Teologi.
[7] Suwendi, "Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren: Beberapa
Catatan", dalam Marzuki Wahid, Suwendi don Saefuddin Zuhri (peny.), Pesantren
Masa Depm Wacana Pemberdayaan don Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1999), h. 216.
[8] Abdul
Munir Mulkhan, "Pesantren Perlu Berbenah", Santri, No.
01,Januari 1997 M/Sya'ban-Romadhan 10 17 H, h. 83.
[14] Seri Monografi Pondok Pesantren don
Angkoton Kerjo, (Jakarta: Dirjon Binbago Islam Jakarta, 1985/1986), h. 13
[17] M. Ali Haidar, "Pesantren don Tantangan Masa depan
Umat', Santri, NE) 03, Maret 1997 M/Syawal-Dzulqaidah 10 17 H, h.
85.
[18] Azro, Pendidikan, h. 102
No comments:
Post a Comment