ASAS
ASAS PENDIDIKAN
DAN
USAHA
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Pendidikan
sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak darisejumlah
landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas
tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap
perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan
pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang
sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya
landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk mnjemput masa
depan.
Makalah
ini akan memusatkan paparan dalam berbagai landasan dan asas pendidikan, serta
beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan-landasan pendidikan
tersebut adalah filosofis, kultural,
psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang dikalia adalah
asas Tut Wuri Handayani, belajar
sepanjang hayat, kemandirian dalam belajar.
Ketika kita dihadapkan pada suatu tata kelola
pendidikan, maka di titik itu pulalah kita akan sering bersinggungan dengan apa
yang disebut asas-asas – dalam hal ini asas-asas pendidikan. Hal ini karena
asas-asas pendidikan telah disepakati sebagai ‘suatu kebenaran yang menjadi
dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan
pendidikan (Tirtarahardja, 1994).
Sistem pendidikan Indonesia mengenal adanya
tiga asas-asas pendidikan. Asas yang pertama adalah asas Tut Wuri Handayani
(berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti ‘Jika di belakang mengawasi dengan
awas’). Asas pendidikan yang kedua adalah asas ‘Belajar Sepanjang Hayat;’
sedang asas yang terakhir adalah asas ‘Kemandirian dalam Belajar.’
A. Asas-Asas Pokok
Pendidikan
Asas
pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusu s di
Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang
dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara
asas tersebut adalah Asas Tut Wuri
Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
1. Asas
Tut Wuri Handayani
Pertama
kali dicetuskan oleh tokoh sentral pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro,
pada medio 1922, semboyan Tut Wuri Handayani merupakan satu dari tujuh asas
Perguruan Nasional Taman Siswa. Dalam asas Perguruan Nasional Taman Siswa,
semboyan Tut Wuri Handayani termaktub dalam butir pertama yang berbunyi,
“Setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
tertibnya persatuan dalam peri kehidupan.”
Dari
kutipan tersebut kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tujuan dari
pembelajaran ala Taman Siswa – dan pendidikan di Indonesia pada umumnya –
adalah menciptakan “kehidupan yang tertib dan damai (Tata dan Tenteram, Orde on
Vrede)” (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam perkembangan selanjutnya, Perguruan
Taman Siswa menggunakan asas tersebut untuk melegitimasi tekad mereka untuk
mengubah sistem pendidikan model lama – yang cenderung bersifat paksaan,
perintah, dan hukuman – dengan “Sistem Among” khas ala Perguruan Taman Siswa.
Sistem
Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai dengan semboyan Tut Wuri
Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi
navigator peserta didik yang “diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan
tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa” (Tirtarahardja, 1994:
120).
Jika
menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam
Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi
ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam
sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran
paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari “teacher oriented” kepada “student
oriented.”
Dalam
KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan pemberi dorongan,
pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik. Dengan sistem kurikulum yang
terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau
motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran
hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada semangat yang kuat
dari para peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka
bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas
pendidikan Indonesia “Kemandirian dalam Belajar.”
2. Asas
Kemandirian dalam Belajar
Keberadaan
Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda
besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik
kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri”
tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam
Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu
siap untuk ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum
KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda mewujudkan Asas Kemandirian dalam
Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih
lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak
hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi,
dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi
Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum KTSP,
namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler – sedang dalam
lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan
terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching
and Learning” Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran
Mandiri, seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual”
dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177).
Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik
diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk
menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka
sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau
siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk
membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan
bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta
didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan
mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009:
179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam
Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
3.
Asas Belajar sepanjang Hayat
Mungkin inilah agenda besar pendidikan di
Indonesia, yakni manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar
sepanjang hayat sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh UNESCO
Institute for Education, lembaga di bawah naungan PBB yang terkonsentrasi
dengan urusan pendidikan. Belajar sepanjang hayat merupakan pendidikan yang
harus (1) meliputi seluruh hidup setiap individu, (2) mengarah kepada
pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis, (3)
tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap indiviu, dan (5)
mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi
(Cropley, 1970: 2-3, Sulo Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dalam Tirtarahardja, 1994:
121).
Jika
diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini, maka pendekatan yang
sangat mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pendekatan
“Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual.” Sedang dalam
konteks pendidikan di Indonesia,
konsep “Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” sedikit banyak telah
termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian dari pendidikan formal, maka Asas
Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi dalam program pendidikan
non-formal, seperti program pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang
telah berusia lanjut, dan juga program pendidikan informal, seperti hubungan
sosial dalam masyarakat dan keluarga tentunya.
B. Usaha Pengembangan
Pendidikan
Upaya
meningkatan mutu pendidikan merupakan tantangan terbesar yang harus segera
dilakukan oleh pemerintah (kemendiknas). Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada
saat ini adalah dengan melalui :
1. Sertifikasi
Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat
pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru.
Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang
ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti
formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional.
Dalam
Undang-undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang
dimaksud di sini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik
untuk guru disebut sertifikasi guru dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.
2.
Akreditasi
Akreditasi
sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga
mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk
akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil,
transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang
mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
Alasan
kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi
atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap
kelayakan setiap satuan/program pendidikan
3.
Standarisasi
Standar Nasional
Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri
dari :
a.
Standar Kompetensi
Lulusan
b.
Standar Isi
c.
Standar Proses
d.
Standar Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan
e.
Standar Sarana dan
Prasarana
f.
Standar Pengelolaan
g.
Standar Pembiayaan
Pendidikan
h.
Standar Penilaian
Pendidikan
C. Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa : Perkembangan
masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan
nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan
semakin meningkat dan komplek.
Asas
pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan
berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusu s di
Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang
dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara
asas tersebut adalah Asas Tut Wuri
Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.
Sesuai dengan uraian di atas,
maka secara singkat pemerintah secara lintas sektoral telah mengupayakan
usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan sepanjang hayat dengan
cara pengadaan sarana dan prasarana, kesempatan serta sumber daya manusia yang
menunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Elanie B. PH. D., (2009): Contextual Teaching and
Learning; Mizan Media Utama, Bandung.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La
Sulo. (2005): Pengantar
Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Bagi yang perlu KUMPULAN CONTOH PROPOSAL LENGKAP, silahkan cek di link itu...
ReplyDeleteSalam bersinergi.