BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi
penyiapan anak-anak untuk menghadapi kehidupannya di masa mendatang. Bahkan
gajala proses pendidikan ini sudah ada sejak manusia ada, meskipun proses
pelaksanaanya masih sangat sederhana. Namun hal ini merupakan fenomena bahwa
proses pendidikan sejak dahulu kala sudah ada. Karena begitu sederhananya
proses pendidikan pada jaman dahulu kala itu maka dirasa orang tidak menyadari
bahwa apa yang dilakukan itu adalah proses pendidikan.
Proses pendidikan memang masalah universal, dialami oleh setiap bangsa atau suku bangsa. Oleh karena itu akan terpengaruh oleh berbagai fasilitas, budaya, situasi serta kondisi bangsa atau suku bangsa tersebut. Dengan demikian akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan yang dapat dilihat dalam pelaksanaan pendidikan tersebut. Namun yang jelas akan kita lihat adanya kesamaan tujuan yakni untuk mendewasakan anak dalam arti anak akan dapat berdiri sendiri di tengah masyarakat luas. Lebih-lebih bila di lihat di Negara-negara yang sudah maju akan jauh berbeda pelaksanaanya disbandingkan dengan di Negara-negara atau daerah-daerah yang belum maju
Proses pendidikan memang masalah universal, dialami oleh setiap bangsa atau suku bangsa. Oleh karena itu akan terpengaruh oleh berbagai fasilitas, budaya, situasi serta kondisi bangsa atau suku bangsa tersebut. Dengan demikian akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan yang dapat dilihat dalam pelaksanaan pendidikan tersebut. Namun yang jelas akan kita lihat adanya kesamaan tujuan yakni untuk mendewasakan anak dalam arti anak akan dapat berdiri sendiri di tengah masyarakat luas. Lebih-lebih bila di lihat di Negara-negara yang sudah maju akan jauh berbeda pelaksanaanya disbandingkan dengan di Negara-negara atau daerah-daerah yang belum maju
Masyarakat dunia modern sangat
menyadari pentingnya pendidikan. Pernyataan ini disimpulkan dari observasi
terhadap fenomena real yang ada pada masyarakat sosial khususnya masyarakat
Indonesia.
Untuk memahami lebih jauh tentang
hakikat pendidikan maka kita dapat meninjau dari beberapa definisi pendidikan
itu sendiri. Dalam bahasa Yunani pendidikan adalah paedagogik, yaitu ilmu
menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai edukasi, yaitu
mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan
berasal dari kata dasar didik dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
sendiri memiliki pengertian, proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang
atau kelompok. Pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang
sesuatu olehnya Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat
untuk mengetahui segala sesuatu. Dalam rentang ruang dan waktu manusia telah
dan selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan pendidikan?
2.
Apa yang
dimaksud dengan mendidik?
3.
Bagaimana filosofi
pendidikan nasional?
4.
Apa tujuan
pendidikan?
5.
Apa tujuan
pendidikan nasional?
6.
Apa saja komponen-komponen
belajar mengajar?
7.
Apa saja metode-metode
pembelajaran?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan
2.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan mendidik
3.
Untuk
mengetahui bagaimana filosofi pendidikan nasional
4.
Untuk
mengetahui apa tujuan pendidikan
5.
Untuk
mengetahui apa tujuan pendidikan nasional
6.
Untuk mengetahui
apa saja komponen-komponen belajar mengajar
7.
Untuk
mengetahui apa saja metode-metode pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan yang sangat mendalam dan pesat mengharuskan
manusia belajar hidup dengan perubahan terus menerus dengan ketidakpastian dan
dengan ketidakmampuan untuk memperhitungkan apa yang akan terjadi (unpredictability).
Persoalan yang dihadapi manusia dan kemanusiaan itu tak pelak juga melibatkan
persoalan pendidikan didalamnya, yaitu sejauh mana pendidikan mampu berperan
mengantisipasi dan mengatasi persoalan itu. Oleh karena itu, pendidikan
memegang kedudukan sentral dalam proses pembangunan dan kemanjuan dalam
menanggapi tantangan masa depan.
Menyadari peran penting pendidikan, maka langkah
pertama yang harus dilakukan adalah memahami terlebih dahulu hakikat
pendidikan. Pemahaman hakikat pendidikan akan menyebabkan kita memahami peran,
mendudukkannya, dan menilai pendidikan secara proporsional.
A.
Pendidikan
Hampir
setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti
makna kata pendidikan, pendidik, dan mendidik. Untuk memahami pendidikan, ada
dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata
paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie bermakna
pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan
(Purwanto, 1995:3). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pedagogik (pedagogics)
atau ilmu mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan
yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan
(Rasyidin, 2007:34).
Secara
estimologik, perkataan paedagogie berasal dari bahasa Yunani,
yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengabn anak.Paidagogos adalah
hamba atau orang yang pekerjaannya menghantar dan mengambil budak-budak pulang
pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan “paida” merujuk kepada kanak-kanak,
yang menjadikan sebab mengapa sebagian orang cenderung membedakan antara
pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan andragogi (mengajar orang dewasa).
Adapun
perkembangan ilmu pedagogie baik praktis maupun teoretis, di indonesia dimulai
oleh Ki Hajar Dewantara (Surya ningrat, 1889-1959) dan kawan-kawan pasca
pembuangan ke Eropa (1913/1914) yang mengenalkannya dengan tokoh progresivisme
pendidikan dan pengajaran, seperti Jan Ligthart dan Maria Montessori. Pada
gilirannya, rintisan Taman Siswa (1922) gerakan kebangsaan atau kemerdekaan RI
serta perkembangan ilmu mendidik di Nedherland membantu penyebaran ilmu
pedagogik.
Dalam
realitas di dunia pendidikan pedagogi modern membagi fungsi pembelajaran
menjadi tiga area, yakni apa yang dimaksudkan sebagai Taksonomi Bloom. Menurut
Taksonomi Bloom, pengajaran terbagi atas : (1) bidang kognitif, yakni yang
berkenaan dengan aktivitas mental, seperti ingatan pemahaman, penerapan,
analisis, evaluasi, dan mencipta; (2) bidang afektif, yakn berkenaan dengan
sikap dan rahasia diri; dan (3) bidang psikomotor yang berkenaan dengan
aktivitas fisik seperti keterampilan hidup dan pertukangan.
Ketiga area
tersebut kelihatannya memiliki sifat yang berbeda, tetapi dalam situasi
pembelajaran semua menjadi satu. Contohnya, apabila seorang guru ingin mengajar
seorang pelajar menulis, dia perlu mengajar pelajar itu cara memegang pensil
(bidang psikomotor); bentuk huruf dan maknanya (bidang kognitif); dan juga harus
memupuk minat untuk belajar menulis (bidang afektif). Dengan demikian, hakikat
pendidikan adalah “handayani” seperti yang dikemukakan oleh Ki Mohamad Said R.
yang memilki arti “memberi pengaruh”. Pendidikan kumpulan dari semua proses
yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi)
yang dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk-bentuk perilaku yang bernilai positif
di masyarakat tempat individu yang bersangkutan berada.
Pendidikan
dimulai di keluarga atas anak (infant) yang belum mandiri, kemudian
diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar (millieu),
lembaga prasekolah, persekolahan formal dan lain-lain tempat anak-anak mulai
dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan
pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan
menjadi pengganti orang tua (Rasyidin, 2007:6).
Pendidikan
pada sesi berikutnya mengemuka sebagai gejala perilaku dan upaya manusia untuk
memenuhi kebutuhan dasar primer bertahan hidup (survival), bagian kegiatan
untuk meningkatkan kehidupan agar lebih bermakna atau bernilai. Gejala
pendidikan timbul ketika sekumpulan individu ingin memenuhi kebutuhan makna (meaning)
yang lebih tinggi atau abstrak seperti pengetahuan, nilai keadilan, kemakmuran,
dan keterampilan agar terbebas dari kondisi kekurangan seperti kemiskinan,
penyakit, atau kurangnya kemampuan berinteraksi dengan alam sekitar.
B.
Mendidik
Kata mendidik adalah kata kunci dari
pendidikan. Mengingat hal itu, sangat penting untuk dipahami hakikat mendidik
yang bermakna luhur dalam proses pendidikan. Mendidik menurut Langeveld adalah
mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Ahli
lainnya, yaitu Hoogveld mengatakan mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap
menyelenggarakan tugas hidupnya. Menurut tokoh pendidikan yang tidak asing lagi
bagi bangsa indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara mengatakan, mendidik adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
Untuk lebih memahami makna mendidik
dapat dibandingkan langsung dengan makna mengajar. Kata mengajar yang kita
kenal dapat dimaknai sebagai menyajikan bahan ajar tertentu berupa seperangkat
pengetahuan, nilai, dan/atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau
sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang
atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat
mengembangkan atau meningkatkan inteligensinya secara intelektual.
Adapun mendidik memerlukan tanggung
jawab lebih besar dari pada mengajar. Mendidik ialah membimbing pertumbuhan
anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan
pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan
(Rasyidin, 2007:34).
Sebagai rambu atas proses mendidik
yang lebih luhur maknanya dari pada mengajar dapat pula diterjemahkan peristiwa
mendidik (educating) dimulai dalam relasi pergaulan manusia, termasuk
kualitas belajar dan mendidik diri sendiri. Landasan proses itu dipahami
sebagai humanisasi dalam interaksi internal dan menjadi dasar dari relasi
pendidikan dan interaksi edukatif dalam arti luas (hominisasi dan humanisasi).
Momentum seperti ini dapat terjadi di lembaga sekolah dan pendidikan non formal
dalam masyarakat, sehingga pendidikan terpelihara mutunya dan tidak kehilangan
kualitas relasi antarmanusia sebagai sesama subjek pendidikan.
Aplikasi proses mendidik yang sangat
berbeda dengan hanya sebatas mengajar sebagaimana penjelasan di atas, pada
akhirnya menggeser kata turunan mengajar yakni pengajaran menjadi pembelajaran.
Pengertian pembelajaran adalah usaha sadar yang sengaja dilakukan agar
seseorang tertarik dan nyaman ketika belajar. Tak heran apabila hasil dari pembelajaran
adalah akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri orang yang belajar.
Perubahan tingkah laku yang menurut Bloom dapat terjadi dalam tiga ranah, yaitu
perubahan di ranah kognitif berupa bertambah dan makin kuatnya konsep
pengetahuan, perubahan afektif berupa tumbuh dan bertambahnya keinsyafan dan
kesadaran akan fungsi dan kebermaknaan pengetahuan yang kini dmilikinya, dan
perubahan psikomotor yang menunjukkan makin berkembangnya keterampilan yang
kini dan kelak dapat menyebabkan dirinya mampu mempertahankan diri.
C. Filosofi
Pendidikan Nasional
Berdasarkan pengalaman panjang
sejarah bangsa indonesia, mulai dari zaman kerajaan sampai penjajahan, baik
portugis, belanda, inggris maupun jepang, maka hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap filosofi pendidikan di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau,
bermacam suku, dan memiliki berbagai macam bahasa ibu (bahasa daerah). Maka,
sudah barang tentu para pendiri republik ini dalam menentukan filosofi
pendidikan nasional bertitik tolak dari akar budaya nasional Indonesia dengan
refleksi historis bangsa Indonesia.
Disamping akar budaya dan historis
bangsa Indonesia, maka filosofi pendidikan nasional memperhatikan pula
kehidupan bangsa-bangsa lain di dunia, sehingga pendidikan di Indonesia pun
dapat dimengerti, dipahami, dan memiliki kualitas yang sejajar dengan
bangsa-bangsa lain. Outcome dari pendidikan kita diharapkan
dapat diterima dan dikembangkan menjadi warga dunia dan menjadi manusia yang
dapat diterma dengan baik. Dengan demkian, nilai-nilai moral yang terkandung
dalam pendidikan nasional, yaitu nilai moral pancasila, dapat berinteraksi
dengan nilai moral yang berlaku universal di seluruh penjuru dunia.
Filsafat pendidikan yang bersifat
perenialisme yang berpusat pada pelestariandan pengembangan budaya dan sifat
pendidikan yang progresif yang berpusat pada pengembangan subjek didik perlu
disempurnakan. Filsafat pendidikan yang bersifat perenialisme dan progresif
yang melihat subjek didik sebagai bagian dari warga dunia, dan
mengingatkan dengan sungguh-sungguh agar warga negara tidak didikte
oleh perubahan tetapi mampu bertindak sebagai bangsa yang mampu memberi
alternatif. Dengan dasar itu, maka misi pendidikan nasional dalam hal ini
diterjemahkan sebagai rekonstruksi sosial.
D.
Tujuan Pendidikan
Pembahasan tujuan pendidikan
merupakan sesuatu yang penting, mengingat prerjalanan setiap institusi yang
memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan (start from the end).
Demikian pula pendidikan yang kini menjadi harapan mengarahkan pada kehidupan
yang lebih baik hendaknya selalu berangkat dari tujuanyang akan dicapai.
Apabila tujuan yang akan dicapai sudah jelas, maka langkah selanjutnya dapat
diteruskan dengan memikirkan perangkat-perangkat lain yang mendukung pencapaian
tujuan secara efektif dan efisien. Penerjemahan pentingnya kejelasan tujuan,
sehingga memudahkan penyiapan perangkat lain dapat dipahami.
Plato mengatakan bahwa tujuan
pendidikan sesungguhnya adalah penyadaran terhadap self knowing dan self
realization kemudian inquiry dan reasoning and
logic. Jadi, disini jelas bahwa tujuan pendidikan memberikan
penyadaran terhadap apa yang diketahuinya, kemudian pengetahuan tersebut harus
direalisasikan sendiri dan selanjutnya mengadakan penelitian serta mengetahui
hubungan kausal, yaitu alasan dan alur pikirnya.
Ahli filsafat lain seperti
Aristoteles mengatakan bahwa tujuan pendidikan penyadaran terhadap self
realization, yaitu kekuatan efektif (virtue) kekuatan untuk
menghasilkan (efficacy) dan potensi untuk mencapai kebahagian hidup
melalui kebiasaan dan kemampuan berpikir rasional. Ahli lainnya seperti Dewey
berpendapat bahwa pendidikan kemasyarakatanlah yang lebih penting dari
pendidikan individual. Menurut Dewey, tujuan pendidikan ialah mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki peserta didik sehingga dapat berfungi secara
individual dan berfungsi sebagai anggota masyarakat melalui penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif, ilmiah, dan memasyarakat serta
berdasarkan kehidupan nyata yang dapat mengembangkan jiwa, keterampilan,
kemauan, dan kehalusan budi pekerti.
E.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional kita yang
berasal dari berbagai akar budaya bangsa indonesia terdapat dalam UU Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 Tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No.
20 Tahun 2003 tersebut, dikatakan : “Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, madiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab”.
Dengan dasar tujuan nasional yang
telah disuratkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 itu, setiap unit atau
organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dalam menjabarkan kegiatannya
mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ditentukan
oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan masukan
dari masyarakat atau para pakar yang berkompeten dan kemudian dirumuskan oleh
pemerintah dan anggota DPR. Hasil rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut
tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
Selanjutnya, untuk lebih mudahnya
pencapaian tujuan dari setiap unit kependidikan dari tujuan pendidikan
nasional, maka terdapat pula tujuan pendidikan institusional. Tujuan
institusional ini sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikannya, seperti
tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
dan tujuan pendidikan Perguruan Tinggi. Semua tujuan institusional tersebut
mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum
masing-masing jenjang pendidikan.
Dari tujuan institusional,
masing-masing unit atau jenjang pendidikan membuat tujuan yang lebih kecil
lagi, yaitu tujuan kurikuler. Dalam tujuan kurikuler telah tercantum tujuan
bidang studi IPS, IPA, bahasa, dan lain-lain.
Demikian pula halnya dengan SMK.
Misalnya, untuk SMK keteknikan ada tujuan kurikuler Mata Diklat Elektronik.
Untuk keahlian bisnis dan manajemen ada tujuan kurikuler Mata Diklat Akuntansi,
Penjualan dan Administrasi Perkantoran. Dari tujuan kurikuler tersebut, guru,
widyaiswara, atau orang-orang yang langsung berkecimpung di lapangan membuat
tujuan umum, tujuan instruksional khusus atau istilah dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) 2006 membuat standar kompetensi (SK), kompetensi dasar
(KD), dan indikator dari masing-masing KD tersebut.
F. Komponen-Komponen
Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem tentu saja
kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi :
1.
Tujuan
Tujuan
adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah
suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kagiatan
itu akan di bawah. Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan masalah perumusan
tujuan bila ingin memprogramkan pengajaran.
2.
Bahan
Pelajaran
Bahan
pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar.
Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu,
guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan
disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran
ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap.
Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang
dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan
bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat
membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian
bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari
disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam
penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini
harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat
memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
3.
Kegiatan
Belajar Mengajar
Kegiatan
belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang
telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam
kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan
belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah
interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak
didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator
dan fasilitator.
4.
Metode
Metode
adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, mereka diperlukan oleh guru dan
penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah
pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila
dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan
para ahli psikologi dan pendidikan.
5.
Alat
Alat
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan
pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat
sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan.
6.
Sumber
Pelajaran
Yang
dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah sebagai sesuatu yang
dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal
untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs.
Rustana Ardiwinata, 1991: 165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan
bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi
si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru
(perubahan).
7.
Evaluasi
Istilah
evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials
of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown. Dikatakan
bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something.
Jadi, menurut Wind dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka
menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983: 1) evaluasi pendidikan
dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan dunia pendidikan. Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah
N.K. (1989: 85) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data
seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa
guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan
mengembangkan kemampuan belajar.
G. Metode-metode
Pembelajaran
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi
melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip
dasar metode ini terdapat di dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 23 yang artinya: Maka
tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka
bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu
akan menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup
duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Yunus : 23)
2.
Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana
seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan
pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.
3.
Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/
penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada
peserta didik/ membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas
sesuatu masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar
(dialog).
4.
Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar
dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid,
sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh guru dan murid harus mempertanggung
jawabkannya.
5.
Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana
guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan
murid memperhatikannya.
6.
Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi
pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.
7.
Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran
dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan
agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
8.
Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar
dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa
mengingat lebih lama materi yang disampaikan.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah
pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana
seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan
motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu
ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk
membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya
bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga
dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah
laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual
mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika
menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan
dimulai di keluarga atas anak (infant) yang belum mandiri, kemudian
diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar (millieu),
lembaga prasekolah, persekolahan formal dan lain-lain tempat anak-anak mulai
dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan
pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan
menjadi pengganti orang tua
Kata
mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Mengingat hal itu, sangat penting
untuk dipahami hakikat mendidik yang bermakna luhur dalam proses pendidikan.
Mendidik menurut Langeveld adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam
usahanya mencapai kedewasaan. Ahli lainnya, yaitu Hoogveld mengatakan mendidik
membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya. Menurut
tokoh pendidikan yang tidak
Berdasarkan pengalaman panjang
sejarah bangsa indonesia, mulai dari zaman kerajaan sampai penjajahan, baik
portugis, belanda, inggris maupun jepang, maka hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap filosofi pendidikan di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau,
bermacam suku, dan memiliki berbagai macam bahasa ibu (bahasa daerah). Maka,
sudah barang tentu para pendiri republik ini dalam menentukan filosofi
pendidikan nasional bertitik tolak dari akar budaya nasional Indonesia dengan
refleksi historis bangsa Indonesia.
Pembahasan tujuan pendidikan
merupakan sesuatu yang penting, mengingat prerjalanan setiap institusi yang
memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan (start from the end).
Demikian pula pendidikan yang kini menjadi harapan mengarahkan pada kehidupan
yang lebih baik hendaknya selalu berangkat dari tujuanyang akan dicapai.
B. Saran
Demikianlah
makalah yang kami buat, dan kami sadar karena keterbatasan pada diri kami, maka
kami berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Atas segala saran dan yang diberikan kepada kami
selaku penyusun mengucapkan terima kasih.
KATA
PENGANTAR
Assalammu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan atas
kehadirat Allah SWT ,karena atas karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas pertama penulis dalam mata kuliah ini, yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak
yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
Mengingat keterbatasan penulis
sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, penulis menyadari
bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritikan dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan. Agar kedepannya penulis bisa
lebih baik lagi.
Salah dan khilaf penulis mohon maaf.
kepada Allah, penulis mohon ampun. Wassalammu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Bengkulu, 2016
Penulis
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ....................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pendidikan................................................................................................ 3
B. Mendidik................................................................................................... 5
C. Filosofi Pendidikan Nasional.................................................................... 6
D. Tujuan Pendidikan.................................................................................... 7
E. Tujuan Pendidikan Nasional..................................................................... 8
F. Komponen-Komponen Belajar Mengajar.................................................. 10
G. Metode-metode Pembelajaran................................................................... 12
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan................................................................................................ 15
- Saran ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iii
|
MAKALAH
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
Hakikat Pendidikan
Dan untuk memerlukan KUMPULAN CONTOH PROPOSAL LENGKAP, silahkan cek di link itu...
ReplyDeleteSalam bersinergi.