BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kesadaran dan
kemampuan untuk untuk berfikir, berkehendak dan merasa. Dengan fikirannya
manusia mendapatkan ilmu, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya, dengan
perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan
meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk
memelihara perilaku dan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan
estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, maka hal itu merupakan
ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berfikir secara tepat dengan
berpedoman pada ide kebenaran.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu timbul karena adanya hasrat
ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu itu timbul karena banyak
sekali aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia, dan manusia ingin
mengetahuan kebenaran dari kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh
pengetahuan tentang sesuatu, maka kepuasannya tadi disusul lagi oleh suatu
kecenderungan untuk lebih tahu lagi.
Ilmu mengungkapkan realitas sebagaimana
adanya. Hasil- hasil kegiatan keilmuan memberikan alternative untuk membuat
keputusan politik dengan mengacu pada pertimgangan etika dan moral Sedangkan etika dari
segi etimologi (ilmu asal usul kata), berasal dari bahasa yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).Bertolak dari kata tersebut,
akhirnya etika berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya. Lebih lanjut etika telah menjadi sebuah
studi. Fagothey (1953) mengatakan bahwa etika adalah studi tentang kehendak
manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar
dan yang salah dalam tindak perbuatannya.Dilihat dari segi objek pembahasannya,
etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia, apabila dilihat
dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan
filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak,
absolute dan tidak pula bersifatuniversal.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Pendidikan?
2. Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan?
3. Bagaimana jenis – jenis Eksistensi Ilmu Pendidikan?
4. Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan?
C.
Tujuan
1. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana Perkembangan Pendidikan
2. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana jenis – jenis Eksistensi Ilmu
Pendidikan
4. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pendidikan
Ilmu pengetahuan sering disebut sebagi
ilmu. Pengetahuan dari akat” tahu” yang berarti mengerti sesudah melihat,
menyaksikan dan mengalami. Pengetahuan merupakan kumpulan dari banyak hal yang
kita ketahui melalui panca indera. Jika kumpulan dari pengetahuan disusun
secara sistematis, berdasarkan logika dan menggunakan metode tertentu yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga disebut sebagai ilmu.
Pengetahuan yang merupakan suatu ilmu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : [1]
1.
Mempunyai obyek atau lapangan
pembahasan yang jelas sehingga dapat dipisahkan dengan obyek ilmu lain. Obyek
ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu obyek material dan obyek formal.
Obyek material yaitu obyek yang dilihat dari wujud bendanya. Sedangkan obyek
formal adalah obyek yang dilihat dari apa yang dibahas dalam ilmu itu sendiri.
2.
Memiliki metode tertentu yang
adapat digunakan untuk mempelajari ilmu itu sendiri.
3.
Bersifat sistematis, artinya
pengetahuan tersebut disusun secara runtut, sehingga mudah dipelajari
4.
Mempunyai kegunaan atau fungsi
artinya ilmu tersebut ada gunanya bagi kehidupan manusia pada umumnya.
Sejak abad ke-19 pendidikan telah diakui
eksistensinya sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, berarti telah
memiliki ciri-ciri ilmu pengetahuan seperti halnya yang dimilki oleh ilmu-ilmu
lain. Adapun cirri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Obyek ilmu pendidikan
Obyyek material ilmu pendidikan adalah manusia.
Sedangkan obyek formalnya (sudut pandnganya) adalah kegiatan menusia dalam
emmbimbing perkemabnag kepribadian dan kemampuan mnusia lain ke arah tujuan
yang diharapkan. Dari sudut pandang ini akan tampak masalah-masalah yang perlu
dibahas. Antara lain yaitu: Apa pendidikan itu?; mengapa manusia perlu
dididik?; Siapa yang berkewajiban mendidik manusia?; Dimana sebaiknya
pendidikan itu dilaksanakan?; Bagaiman cara yang baik untuk mendidik manusia?;
Apa tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan?; dan sebagainya.
- Metode mempelajari ilmu pendidikan
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempelajaari ilmu
pendidikan. Antara lain yaitu dengan observasi, diskusi, ceramah, eksperimen,
deduktif, induktif dan sebagainya. Jadi semua metode yang digunakan untuk
mendidik atau yang digunakan untuk mempelajari ilmu pendidikan.
- Sistematika ilmu pendidikan
Sistematika berasal dari kata sistem yang berarti suatu
kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berhubungan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagi ilmu pengetahuan mempunyai
beberapa unsur atau komponen yang telah disusun secara, sistematis (secara
runtut) adan logis (menggunakan penalaran yang dapat , diterima akal sehat).
- Fungsi ilmu pendidikan
Untuk mengetahui fungsi ilmu pendidikan fungsi ilmu
pendidikan dapat ditinjau dari tugas dan gunanya atau manfaatnya. Fungsi ilmu
pendidikan antara lain adalah sebagai pedoman bagi pendidik alat kontrol bagi para
pendidik, pembentuk pribadi pendidik maupun calon pendidik serta sebagai
penjelas/ menjelaskan ilmu pendidikan ilmu itu sendiri.
Dengan diakuinya ilmu pendidikan sebagai
ilmu pengetahuan yang dapat berdiri sendiri akhirnya mendorong tumbuhnya
cabang-cabang ilmu pendidikan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun,
ilmu-ilmu ini masih berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Misalnya :
- Ilmu pendidikan nasional
Ilmu pendidikan ini membahas pendidikan yang cocok bagi
suatu bangsa (nation). Misalnya bangsa Indonesia : “Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.(Pasal 1 ayat 2 UURI No. 2 Th
1989).
- Ilmu pendidikan sosial
Membahas tentang usaha-usaha pendidikan yang dilakukan
oleh masyarakat yang berada di luar pendidikan formal.
- Ilmu pendidikan Perbandingan, membahas dan membandingkan sistem pendidikan dari berbagai negara.
- Ilmu pendidikan historis, membahas tentang sejarah pendidikan.
- Ilmu pendidikan sistematis, membahas teori-teori yang digunakan sebagi landasan melaksanakan pendidikan.
- Ilmu pendidikan praktis, membahas tentang bagaimana praktek pendidikan yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Eksistensi Ilmu Pendidikan
Yang dimaksud dengan eksistensi adalah
keberadaan ilmu pendidikan itu sendiri di antara ilmu-ilmu lain. Untuk
mengetahui keberadaan ilmu pendidikan diantara ilmu-ilmu lain, kita perlu
mengetahui klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan pada umumnya. [2]
Drs. Th.
Sajid menggolongkan ilmu pengetahuan menjadi tiga yaitu berdasarkan obyeknya,
berdasarkan metode kerja penelitiannya dan ditinjau dari segi penelitiannya dan
ditinjau dari segi kepraktisannya:
- Berdasarkan obyeknya, ilmu pengetahuan digolongkan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahuan Rokhaniah dan Ilmu Pengetahaun Alamiah.
- Berdasarkan metode kerja penelitiannya, ilmu pengetahaun dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu pengetahuan normatif bersifat deduktif dan ilmu pengetahaun empiris yang bersifat induktif.
- Ditinjau dari kepraktisannya, ilmu
pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahaun Praktis dan Ilmu
Pengetahuan Teoritis.
Berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan di atas dapat ditentukan keberadaan atau kedudukan ilmu pendidikan di antara ilmu-ilmu yang ada yaitu :
a.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu
pengetahuan empiris, karena obyeknya situasi pendidikan yang terdapat pada
dunia pengalaman. Jadi ilmu pendidikan munculnya melalui pengalaman.
b.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu
pengetahuan yang bersifat normative dan deskriptif karena disusunnya ilmu
pendidikan tidak lepas dari tujuan yang diinginkan dan juga membahas bagaimana
proses pendidikan itu sendiri berlangsung
c.
Ilmu pendidikan termasuk
pengetahuan praktis karena dapat member petunjuk pada kita bagaimana seharusnya
kita bertindak dalam praktek
d.
Ilmu pendidikan termasuk juga
ilmu pengetahuan teoritis karena ilmu pendidikan juga membahas teori-teori
pendidikan yang diperoleh melalui perenungan secara teratur mengenai masalah-masalh
pendidikan.
e.
Ilmu pendidikan termsuk ilmu humaniora,
sebab pendidikan itu sendiri tidak bisa lepas dari masalah kemanusiaan.Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan telah memenuhi syarat
sebagai ilmu pengetahaun yang dapat berdiri sendiri dan eksistensinya diantara
ilmu-ilmu lainnya.
C. Jenis Ilmu Pengetahuan
Pembagian atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu
cabang ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz
menyebut adanya tiga hal sebagai
berikut. Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu manapun
berkaiatn dengan tiga syarat. Pertama, yaitu eksistensi dan pengenalan
seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik. Kedua,
yaitu pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan
generalisasi-generalisasi yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan
ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki. Ketiga, yaitu
pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin batu itu.[3]
Dengan berkembangnya demikian banyak
cabang ilmu khusus, timbullah masalah pokok tentang penggolongan ilmu-ilmu itu
atau pembagiannya. Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk
menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan
menjelaskan saling hubungannya dengan cabang-cabang yang lain. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan
klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
1.
Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian
ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian
yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
a)
Trivium atau tiga bagian yaitu:
1) Gramatika, bertujuan agar manusia dapat
berbicara yang baik.
2) Dialektika, bertujuan agar manusia dapat
berpikir baik, formal dan logis.
3) Retorika, bertujuan agar manusia
dapat berbicara dengan baik.
b)
Quadrivium atau empat bagian yaitu:
1) Aritmatika yaitu ilmu hitung.
2) Geometrika yaitu ilmu ukur.
3) Musika yaitu ilmu musik.
4) Astronomia yaitu ilmu perbintangan.
2.
The Liang Gie
The Liang
Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan
jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu
sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan
sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan
dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar
manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat. Dengan demikian The Liang
Gie membagi ilmu dibedakan menjadi dua
ragam, yaitu ilmu teoritis (theoretical science) dan ilmu praktis (practical
science).[4]
Pembagian
selanjutnya sebagai pelengkap pembagian menurut ragam adalah pembagian ilmu
menurut jenisnya. Menurut The Liang Gie ada enam jenis objek material
pengetahuan ilmiah, yaitu ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani,
peristiwa sosial, dan proses tanda.
Berdasarkan
enam jenis pokok soal di atas, the Liang Gie membagi ilmu menjadi tujuh jenis,
yaitu seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
No.
|
Jenis Ilmu
|
Ragam Ilmu
|
|
Ilmu Teoritis
|
Ilmu Praktis
|
||
1.
|
Ilmu-ilmu
matematis
|
Aljabar
Geometri
|
Accounting
Statistik
|
2.
|
Ilmu-ilmu
fisis
|
Kimia
Fisika
|
Ilmu
keinsinyuran
Metalurgi
|
3.
|
Ilmu-ilmu
biologi
|
Biologi
molekuler
Biologi sel
|
Ilmu pertanian
Ilmu
peternakan
|
4.
|
Ilmu-ilmu
psikologis
|
Psikologi
eksperimental
Psikologi
perkembangan
|
Psikologi
pendidikan
Psikologi
perindustrian
|
5.
|
Ilmu-ilmu
sosial
|
Antropologi
Ilmu ekonomi
|
Ilmu
administrasi
Ilmu marketing
|
6.
|
Ilmu-ilmu
linguistik
|
Linguistik
teoritis
Linguistik
perbandingan
|
Linguistik
terapan
Seni
terjemahan
|
7.
|
Ilmu-ilmu
interdisipliner
|
Biokimia
Ilmu
lingkungan
|
Farmasi
Ilmu
perencanaan kota
|
3.
Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris,
matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai
klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut:[5]
1. Dengan mempelajari kodrat pemikiran
rasional, dapat ditemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2. Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas
ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3. Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis
sekaligus merupakan produk berpikir deduktif.
4. Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan
dari hukum-hukum berpikir.
5. Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi
menjadi tiga yaitu mengetahui, menghendaki dan merasakan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut
Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
a)
Ilmu pengetahuan Empiris
-
kosmologis
empiris
-
psikologi
empiris
b)
Matematika
-
Murni:
aritmatika, geometri, dan aljabar.
-
Campuran:
mekanika, dan lain-lain.
c)
Filsafat
-
Spekulatif
(metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi.
-
Praktis:
intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan fisik; teknologi[6]
4.
Auguste Comte
Pada
dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala
dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan
dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:[7]
a.
Ilmu
Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
b.
Ilmu
Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala
benda langit.
c.
Ilmu
Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
d.
Ilmu
Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks
daripada ilmu alam.
e.
Ilmu
Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan
dengan gejala kehidupan.
f.
Fisika Sosial (Sosiologi)
merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.
Atau secara garis besar dapat
diskemakan sebagai berikut:
a.
Ilmu
Pengetahuan; a. Logika (matematika murni); b.Ilmu pengetahuan empiris:
astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
b.
Filsafat:
a. Metafisika; b. filsafat ilmu pengetahuan: pada umumnya; pada khususnya.
5.
Karl Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu
pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world) yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3. Popper
menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedang dunia 2 adalah
kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala
hipotesis, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil keja sama antara dunia 1
dan dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan
sebagainya.
6.
Thomas S.Kuhn
Thomas
S.Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat
revolusioner, bukan kulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah
itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma yaitu cara pandang terhadap dunia dan
contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Khun cara kerja
paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap
sebagai berikut:
Tahap
pertama, paradigma ini
membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science).
Selama menjalankan aktivitas ilmiah para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena
yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai
bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomali. Tahap
kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan
terhadap paradigma. Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada
cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma
tandingan yang dipandang bias memecahkan masalah dan membimbing aktivitas
ilmiah berikutnya.
7.
Jurgen
Habermas
Pandangan
Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan
sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan
tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ignas Kleden menunjukkan tiga jenis metode
ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan berikut:[8]
Sifat Ilmu
|
Jenis Ilmu
|
Pengetahuan yang Dihasilkan
|
Akses kepada Realitas
|
Tujuan
|
Empiris-Analitis
|
Ilmu alam dan
social empiris
|
Informasi
|
Observasi
|
Penguasaan
teknik
|
Historis
hermeneutis
|
Humaniora
|
Interpretasi
|
Pemahaman arti
via bahasa
|
Pengembangan
inter subjektif
|
Sosial-kritis
|
Ekonomi,
sosiologi, politik
|
Analisis
|
Self-Reflextion
|
Pembebasan
kesadaran non-reflektif
|
Ignas Kleden menunjukkan pandangan
Habermas tentang ada tiga kegiatan utama yang langsung mempengaruhi dan
menentukan bentuk tindakan dan bentuk pengetahuan manusia, yaitu kerja,
komunikasi, dan kekuasaan.
8.
Francis Bacon
Francis Bacon mendasarkan klasifikasi
ilmunya pada subjeknya, yaitu daya manusia untuk mengetahui sesuatu.
Berdasarkan hal tersebut, ia membeda-bedakannya sebagai berikut:
a)
Ilmu pengetahuan ingatan yaitu
membicarakan masalah-masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun
dimanfaatkan untuk masa depan.
b)
Ilmu pengetahuan khayal yaitu
membicarakan kejadian-kejadian dalam dunia khayal, meskipun berdasar dan untuk
keperluan dunia nyata.
c)
Ilmu pengetahuan akal yaitu
umumnya pembahasannya mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berfikir.
Klasifikasi tersebut tidak dapat
dibenarkan apabila apabila pemikiran kita berpangkal pada pandangan bahwa kita
tidak akan mungkin mengenal dengan akal, ingatan, atau daya khayal semata,
tetapi dengan seluruh pribadi kita.
9.
Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu
klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis,
dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri,
yaitu untuk keperluan perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan
yang bertujuan mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu
ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan
teknologi.
10.
Wilhelm Windelband
Wilhelm Windelband membeda-bedakan
ilmu pengetahuan alam (naturwissenschaf) dan ilmu srjarah (geschichtswissenschaft)
Menurutnya, kedua jenis ilmu pengetahuan itu tidak berbeda dalam hal objeknya
karena objeknya satu yaitu kenyataan. Adapun perbedaannya terletak pada metode.
Metode untuk naturwissenschaf disebut nomotetis yaitu berhubungan dengan
nomos atau norma yang menunjuk pada adanya usaha untuk membuat hal umum
atau generalisasi. Sedangkan geschichtswissenschaft menggunakan metode
ideografis yaitu tertuju pada hal yang sifatnya individual atau tidak umum,
tetapi menuju individualisasi, serta hanya terjadi sekali atau bersifat einmalig.
Artinya, tidak dapat diulangi
dan tidak pula dapat diduga atau diramalkan. Metode ini semata-mata suatu usaha
untuk melukiskan gagasan atau ide dari objek.
11.
Al-Ghazali
Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah
dan ilmu aqliyyah yaitu sebagai berikut:
1.
Ilmu Syar’iyyah
a)
Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
Ilmu
tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
Ilmu tentang
kenabian.
Ilmu tentang
akhirat atau eskatoogis
Ilmu tentang sumber
pengetahuan religious. Yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi
para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori:
-
Ilmu-ilmu
pengantar (ilmu alat)
-
Ilmu-ilmu
pelengkap.
b)
Ilmu tentang cabang-cabang (furu’)
Ilmu tentang
kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah)
Ilmu tentang
kewajiban manusia kepada masyarakat:
o
Ilmu
tentang transaksi
o
Ilmu
tentang kewajiban kontraktual
Ilmu tentang
kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.
Ilmu Aqliyyah
a) Matematika: aritmatika, geometri,
astronomi dan astrologi, music
b) Logika
c) Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology,
mineralogy, kimia[9]
D. Hierarki Ilmu
Hierarki
ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari ilmu. Secara umum ada tiga basis yang
sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis,
ontologism dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para
ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Sebagaimana telah dikemukakan suatu
disiplin ilmu terbagi dalam sejumlah specialty yang dalam bahasa Indonesia
sebaiknya disebut cabang ilmu. Cabang ilmu atau specialty pada umumnya juga
telah tumbuh cukup luas sehingga dapat dibagi lebih terperinci menjadi beberapa
ranting ilmu. Kadang-kadang sesuatu ranting ilmu yang cukup pesat
pertumbuhannya bisa mempunyai perincian lebih lanjut yang kami sebut tangkai ilmu.
Al-Ghazali telah mencurahkan
perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Yang mendasari
pemikirannya atas dua bidang ini adalah pandangannya yang memandang manusia
dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling terhormat di antara sekian
banyak makhluk di permukaan bumi dan langit karena pengajaran dan pendidikan,
karena ilmu dan amal. Karena amaliyah tidak akan muncul dan kemunculannya tidak
akan bermakna kecuali setelah adanya pengetahuan. Oleh karena itu, dalam kitab
momumentalnya Al-Ghazali yakni “Ihya’ ‘Ulum al-Din”, mengupas ilmu
pengetahuan secara panjang lebar, pembahasan ini dituangkan dalam bab
tersendiri “Kitab al-Ilmi[10]
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin,
Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu:
1.
Syar’iyah; ilmu yang diperoleh
dari para Nabi Allah yang tidak hadir melalui aktivitas nalar sebagaimana
matematika, tidak melalui eksperimen sebagai imu pengeobatan (kedokteran), juga
tidak melalui keterampilan pendengaran seperti bahasa
1. Al-Ushul (dasar) meliputi: Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’ al-Ummah, Atsar al-Shahabah
2. Al-Furu’ (cabang), meliputi; ilmu
kemashlahatan dunia seperti fiqh, ilmu kemashlahatan akhirat seperti
mukasyafah, mu’amalah (ahwal al-Qulub)
3.
Al-Muqaddimat
(Pengantar), meliputi; ilmu yang merupakan alat seperti ilmu Bahasa dan tata
bahasa Arab; nahwu sharaf. Karena
keduanya merupakan alata untuk memahami isi kitab Allah dan Sunnah Rasul. Termasuk alat adalah ilmu Khat (menulis)
4.
Al-Mutammimat (Suplemen),
meliputi; ilmu Al-Qur,an seperti ilmu Qira’ah, dan tafsirnya,
2.
Ghairu Syar’iyah atau aqliyah
adalah berbagai ilmu yang diperoleh melalui intelektualitas manusia. Baik yang diperoleh secara dharuri
atau iktisabi. Yang dlaruri ialah yang diperoleh dari insting akal itu
sendiri tanpa melalui indera, dari mana dan bagaimana datangnya manusia tidak
tahu, misalnya pengetahuan bahwa seseorang tidak ada pada dua tempat dalam
waktu yang sama. Inilah pengetahuan yang diperoleh manusia sejak kecil dan menjadi
fitrah baginya. Sedangkan yang iktisabi ialah yang diperoleh
melalui kegiatan belajar dan berfikir. Ilmu ada yang bersifat duniawi seperti
ilmu kedokteran, matematika, politik, teknik, sosial, dan ilmu-ilmu
keterampilan lainnya. Dan ada yang bersifat ukhrawi, seperti ilmu tentang Allah
dan sifat dan af’al-Nya.
1.
Mahmudah (terpuji), meliputi;
Kedokteran, Aritmatika, dan lain sebagainya, hal ini untuk menambah kemampuan
yang dibutuhkan.
2. Mubah (dibolehkan), seperti Sastra,
Sejarah, dan lain-lain
3. Madhmumah (tercela), seperti ilmu sihir,
ilmu tenung, dan ilmu-ilmu semacam itu
Al-Ghazali juga mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan dalam perspektif keterikatan moral umat Islam ke dalam fardlu ‘ain
dan beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh setiap individu umat Islam
(fardlu’ ain). Di sisi lain juga terdapat disiplin ilmu pengetahuan yang tidak
menuntut setiap individu untuk menguasainya, tetapi cukup diwakili oleh
beberapa umat Islam saja (fardlu kifayah).
Dalam Ihya ‘Ulumuddin, al-Ghazali mengakui
bahwa kategorisasi ilmu ke dalam fardlu ‘ain telah ada. Hanya saja hal itu dilakukan sesuai dengan kecenderungan seseorang
terhadap suatu disiplin ilmu. Kaum Mutakallimin misalnya, akan menyatakan bahwa
belajar ilmu kalam adalah fardlu ‘ain, dengan argumentasi ilmu kalam sebaga
pengetahuan tentang Tuhan. Sedang ahli fiqh juga mengklaim bahwa mempelajari
ilmu fiqih juga fardlu ‘ain, dengan pertimbangan untuk mengetahui hukum halal
–haram dalam ibadah maupun muamalah. Kelompok ulama’ dari disiplun ilmu lain
juga mengkalaim fardu ‘ain
Al-Ghazali selanjutnya memberikan batasan dan menyebutkan kategori
ilmu fardlu ‘ain yang meliputi ilmu agama, seperti al-Qur’an dan al-Hadits. Kemudian pokok-pokok ibadah, seperti
salat, puasa, zakat dan lain-lain. Asumsinya, ilmu tentang tata cara salat
merupakan fardlu ain bagi orang yang diwajibkan shalat. Demikian juga ilmu
tentang zakat hukumnya fardlu ‘ain bagi yang telah berkewajiban zakat, seperti
orang miskin, hukum mempelajari ilmu zakat akan berbeda
Sedangkan ilmu yang tergolong fardlu kifayah adalah ilmu yang harus
ada demi eksistensi dunia. Ilmu kedokteran sangat dibutuhkan manusia untuk
menjaga kesehatan makhluk hidup. Begitu juga ilmu matematika memegang peranan
penting dalam dunia perdagangan dan penentuan harta warisan. Ilmu semacam
inilah yang harus dikuasai umat Islam, meskipun tidak harus melibatkan setiap
individu umat Islam.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah
disampaikan diatas. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa logika adalah nalar
seorang manusia dalam menanggapi suatu permasalahan atau pola fikir dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Sendangkan etika adalah segala sesuatu sifat
manusia yang dalam hal perbuatannya sesuai dengan tatanan sopan santun.
Ilmu pengetahuan yang dikatakan bebas nilai
adalah pada pandangan bahwa ilmu itu berkembang tanpa merujuk pada suatu hukum
atau sistem tertentu. Beda dengan teknologi. Karena teknologi lahir atas dasar
penciptaan manusia, ia terikat oleh suatu aturan atau sistem, terikat juga
dengan selera pasar dan perundang-undangan. Namun, bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak
diikat oleh undang-undang apa pun. Allah swt. sendiri berfirman untuk
memberikan kebebasan bagi hamba-Nya menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan
di langit, yang semua itu hanya bisa dilakukan dengan ilmu.
Sikap ilmiah diharapkan dimiliki oleh seorang
ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli
atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu.
B.
Kritik Dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan baik dari materi yang disampaikan maupun materi yang kami
sajikan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang sifatnya membangun. Atas kritik dan saran nantinya kami ucapkan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Rizal Mustansyir & Misnal Munir.
Filsafat Ilmu. Jakarta
: Pustaka Pelajar, tt
Lavine,T.Z.
2002. Petualangan Filsafat; Dari
Socrates ke Sartre. Yogyakarta:
Penerbit Jendela
Magnis
Suseno, Frans.1992. Filsafat Sebagai
Ilmu Kritis.Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Surajiyo.
2007. Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia,Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Bumi Aksara
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI`....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang......................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................... 1
C.
Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pendidikan......................................................................... 3
B. Eksistensi Ilmu Pendidikan........................................................................ 6
C. Jenis Ilmu Pengetahuan............................................................................ 6
D. Hierarki Ilmu ........................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpualn................................................................................................ 18
B.
Kiritik dan
Saran...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
|
MAKALAH
DASAR-DASAR
PENDIDIKAN
Eksistensi
Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kesadaran dan
kemampuan untuk untuk berfikir, berkehendak dan merasa. Dengan fikirannya
manusia mendapatkan ilmu, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya, dengan
perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan
meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk
memelihara perilaku dan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan
estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, maka hal itu merupakan
ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berfikir secara tepat dengan
berpedoman pada ide kebenaran.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu timbul karena adanya hasrat
ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu itu timbul karena banyak
sekali aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia, dan manusia ingin
mengetahuan kebenaran dari kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh
pengetahuan tentang sesuatu, maka kepuasannya tadi disusul lagi oleh suatu
kecenderungan untuk lebih tahu lagi.
Ilmu mengungkapkan realitas sebagaimana
adanya. Hasil- hasil kegiatan keilmuan memberikan alternative untuk membuat
keputusan politik dengan mengacu pada pertimgangan etika dan moral Sedangkan etika dari
segi etimologi (ilmu asal usul kata), berasal dari bahasa yunani, ethos
yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).Bertolak dari kata tersebut,
akhirnya etika berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya. Lebih lanjut etika telah menjadi sebuah
studi. Fagothey (1953) mengatakan bahwa etika adalah studi tentang kehendak
manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar
dan yang salah dalam tindak perbuatannya.Dilihat dari segi objek pembahasannya,
etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia, apabila dilihat
dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan
filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak,
absolute dan tidak pula bersifatuniversal.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Pendidikan?
2. Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan?
3. Bagaimana jenis – jenis Eksistensi Ilmu Pendidikan?
4. Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan?
C.
Tujuan
1. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana Perkembangan Pendidikan
2. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana jenis – jenis Eksistensi Ilmu
Pendidikan
4. Untuk Mengetahui Dan Memahami
Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pendidikan
Ilmu pengetahuan sering disebut sebagi
ilmu. Pengetahuan dari akat” tahu” yang berarti mengerti sesudah melihat,
menyaksikan dan mengalami. Pengetahuan merupakan kumpulan dari banyak hal yang
kita ketahui melalui panca indera. Jika kumpulan dari pengetahuan disusun
secara sistematis, berdasarkan logika dan menggunakan metode tertentu yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga disebut sebagai ilmu.
Pengetahuan yang merupakan suatu ilmu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : [1]
1.
Mempunyai obyek atau lapangan
pembahasan yang jelas sehingga dapat dipisahkan dengan obyek ilmu lain. Obyek
ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu obyek material dan obyek formal.
Obyek material yaitu obyek yang dilihat dari wujud bendanya. Sedangkan obyek
formal adalah obyek yang dilihat dari apa yang dibahas dalam ilmu itu sendiri.
2.
Memiliki metode tertentu yang
adapat digunakan untuk mempelajari ilmu itu sendiri.
3.
Bersifat sistematis, artinya
pengetahuan tersebut disusun secara runtut, sehingga mudah dipelajari
4.
Mempunyai kegunaan atau fungsi
artinya ilmu tersebut ada gunanya bagi kehidupan manusia pada umumnya.
Sejak abad ke-19 pendidikan telah diakui
eksistensinya sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, berarti telah
memiliki ciri-ciri ilmu pengetahuan seperti halnya yang dimilki oleh ilmu-ilmu
lain. Adapun cirri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Obyek ilmu pendidikan
Obyyek material ilmu pendidikan adalah manusia.
Sedangkan obyek formalnya (sudut pandnganya) adalah kegiatan menusia dalam
emmbimbing perkemabnag kepribadian dan kemampuan mnusia lain ke arah tujuan
yang diharapkan. Dari sudut pandang ini akan tampak masalah-masalah yang perlu
dibahas. Antara lain yaitu: Apa pendidikan itu?; mengapa manusia perlu
dididik?; Siapa yang berkewajiban mendidik manusia?; Dimana sebaiknya
pendidikan itu dilaksanakan?; Bagaiman cara yang baik untuk mendidik manusia?;
Apa tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan?; dan sebagainya.
- Metode mempelajari ilmu pendidikan
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempelajaari ilmu
pendidikan. Antara lain yaitu dengan observasi, diskusi, ceramah, eksperimen,
deduktif, induktif dan sebagainya. Jadi semua metode yang digunakan untuk
mendidik atau yang digunakan untuk mempelajari ilmu pendidikan.
- Sistematika ilmu pendidikan
Sistematika berasal dari kata sistem yang berarti suatu
kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berhubungan
dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagi ilmu pengetahuan mempunyai
beberapa unsur atau komponen yang telah disusun secara, sistematis (secara
runtut) adan logis (menggunakan penalaran yang dapat , diterima akal sehat).
- Fungsi ilmu pendidikan
Untuk mengetahui fungsi ilmu pendidikan fungsi ilmu
pendidikan dapat ditinjau dari tugas dan gunanya atau manfaatnya. Fungsi ilmu
pendidikan antara lain adalah sebagai pedoman bagi pendidik alat kontrol bagi para
pendidik, pembentuk pribadi pendidik maupun calon pendidik serta sebagai
penjelas/ menjelaskan ilmu pendidikan ilmu itu sendiri.
Dengan diakuinya ilmu pendidikan sebagai
ilmu pengetahuan yang dapat berdiri sendiri akhirnya mendorong tumbuhnya
cabang-cabang ilmu pendidikan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun,
ilmu-ilmu ini masih berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Misalnya :
- Ilmu pendidikan nasional
Ilmu pendidikan ini membahas pendidikan yang cocok bagi
suatu bangsa (nation). Misalnya bangsa Indonesia : “Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.(Pasal 1 ayat 2 UURI No. 2 Th
1989).
- Ilmu pendidikan sosial
Membahas tentang usaha-usaha pendidikan yang dilakukan
oleh masyarakat yang berada di luar pendidikan formal.
- Ilmu pendidikan Perbandingan, membahas dan membandingkan sistem pendidikan dari berbagai negara.
- Ilmu pendidikan historis, membahas tentang sejarah pendidikan.
- Ilmu pendidikan sistematis, membahas teori-teori yang digunakan sebagi landasan melaksanakan pendidikan.
- Ilmu pendidikan praktis, membahas tentang bagaimana praktek pendidikan yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Eksistensi Ilmu Pendidikan
Yang dimaksud dengan eksistensi adalah
keberadaan ilmu pendidikan itu sendiri di antara ilmu-ilmu lain. Untuk
mengetahui keberadaan ilmu pendidikan diantara ilmu-ilmu lain, kita perlu
mengetahui klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan pada umumnya. [2]
Drs. Th.
Sajid menggolongkan ilmu pengetahuan menjadi tiga yaitu berdasarkan obyeknya,
berdasarkan metode kerja penelitiannya dan ditinjau dari segi penelitiannya dan
ditinjau dari segi kepraktisannya:
- Berdasarkan obyeknya, ilmu pengetahuan digolongkan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahuan Rokhaniah dan Ilmu Pengetahaun Alamiah.
- Berdasarkan metode kerja penelitiannya, ilmu pengetahaun dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu pengetahuan normatif bersifat deduktif dan ilmu pengetahaun empiris yang bersifat induktif.
- Ditinjau dari kepraktisannya, ilmu
pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahaun Praktis dan Ilmu
Pengetahuan Teoritis.
Berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan di atas dapat ditentukan keberadaan atau kedudukan ilmu pendidikan di antara ilmu-ilmu yang ada yaitu :
a.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu
pengetahuan empiris, karena obyeknya situasi pendidikan yang terdapat pada
dunia pengalaman. Jadi ilmu pendidikan munculnya melalui pengalaman.
b.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu
pengetahuan yang bersifat normative dan deskriptif karena disusunnya ilmu
pendidikan tidak lepas dari tujuan yang diinginkan dan juga membahas bagaimana
proses pendidikan itu sendiri berlangsung
c.
Ilmu pendidikan termasuk
pengetahuan praktis karena dapat member petunjuk pada kita bagaimana seharusnya
kita bertindak dalam praktek
d.
Ilmu pendidikan termasuk juga
ilmu pengetahuan teoritis karena ilmu pendidikan juga membahas teori-teori
pendidikan yang diperoleh melalui perenungan secara teratur mengenai masalah-masalh
pendidikan.
e.
Ilmu pendidikan termsuk ilmu humaniora,
sebab pendidikan itu sendiri tidak bisa lepas dari masalah kemanusiaan.Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan telah memenuhi syarat
sebagai ilmu pengetahaun yang dapat berdiri sendiri dan eksistensinya diantara
ilmu-ilmu lainnya.
C. Jenis Ilmu Pengetahuan
Pembagian atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu
cabang ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz
menyebut adanya tiga hal sebagai
berikut. Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu manapun
berkaiatn dengan tiga syarat. Pertama, yaitu eksistensi dan pengenalan
seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik. Kedua,
yaitu pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan
generalisasi-generalisasi yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan
ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki. Ketiga, yaitu
pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin batu itu.[3]
Dengan berkembangnya demikian banyak
cabang ilmu khusus, timbullah masalah pokok tentang penggolongan ilmu-ilmu itu
atau pembagiannya. Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk
menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan
menjelaskan saling hubungannya dengan cabang-cabang yang lain. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan
klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
1.
Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian
ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian
yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
a)
Trivium atau tiga bagian yaitu:
1) Gramatika, bertujuan agar manusia dapat
berbicara yang baik.
2) Dialektika, bertujuan agar manusia dapat
berpikir baik, formal dan logis.
3) Retorika, bertujuan agar manusia
dapat berbicara dengan baik.
b)
Quadrivium atau empat bagian yaitu:
1) Aritmatika yaitu ilmu hitung.
2) Geometrika yaitu ilmu ukur.
3) Musika yaitu ilmu musik.
4) Astronomia yaitu ilmu perbintangan.
2.
The Liang Gie
The Liang
Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan
jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu
sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan
sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan
dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar
manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat. Dengan demikian The Liang
Gie membagi ilmu dibedakan menjadi dua
ragam, yaitu ilmu teoritis (theoretical science) dan ilmu praktis (practical
science).[4]
Pembagian
selanjutnya sebagai pelengkap pembagian menurut ragam adalah pembagian ilmu
menurut jenisnya. Menurut The Liang Gie ada enam jenis objek material
pengetahuan ilmiah, yaitu ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani,
peristiwa sosial, dan proses tanda.
Berdasarkan
enam jenis pokok soal di atas, the Liang Gie membagi ilmu menjadi tujuh jenis,
yaitu seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
No.
|
Jenis Ilmu
|
Ragam Ilmu
|
|
Ilmu Teoritis
|
Ilmu Praktis
|
||
1.
|
Ilmu-ilmu
matematis
|
Aljabar
Geometri
|
Accounting
Statistik
|
2.
|
Ilmu-ilmu
fisis
|
Kimia
Fisika
|
Ilmu
keinsinyuran
Metalurgi
|
3.
|
Ilmu-ilmu
biologi
|
Biologi
molekuler
Biologi sel
|
Ilmu pertanian
Ilmu
peternakan
|
4.
|
Ilmu-ilmu
psikologis
|
Psikologi
eksperimental
Psikologi
perkembangan
|
Psikologi
pendidikan
Psikologi
perindustrian
|
5.
|
Ilmu-ilmu
sosial
|
Antropologi
Ilmu ekonomi
|
Ilmu
administrasi
Ilmu marketing
|
6.
|
Ilmu-ilmu
linguistik
|
Linguistik
teoritis
Linguistik
perbandingan
|
Linguistik
terapan
Seni
terjemahan
|
7.
|
Ilmu-ilmu
interdisipliner
|
Biokimia
Ilmu
lingkungan
|
Farmasi
Ilmu
perencanaan kota
|
3.
Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris,
matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai
klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut:[5]
1. Dengan mempelajari kodrat pemikiran
rasional, dapat ditemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2. Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas
ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3. Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis
sekaligus merupakan produk berpikir deduktif.
4. Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan
dari hukum-hukum berpikir.
5. Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi
menjadi tiga yaitu mengetahui, menghendaki dan merasakan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut
Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
a)
Ilmu pengetahuan Empiris
-
kosmologis
empiris
-
psikologi
empiris
b)
Matematika
-
Murni:
aritmatika, geometri, dan aljabar.
-
Campuran:
mekanika, dan lain-lain.
c)
Filsafat
-
Spekulatif
(metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi.
-
Praktis:
intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan fisik; teknologi[6]
4.
Auguste Comte
Pada
dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala
dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan
dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:[7]
a.
Ilmu
Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
b.
Ilmu
Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala
benda langit.
c.
Ilmu
Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
d.
Ilmu
Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks
daripada ilmu alam.
e.
Ilmu
Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan
dengan gejala kehidupan.
f.
Fisika Sosial (Sosiologi)
merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.
Atau secara garis besar dapat
diskemakan sebagai berikut:
a.
Ilmu
Pengetahuan; a. Logika (matematika murni); b.Ilmu pengetahuan empiris:
astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
b.
Filsafat:
a. Metafisika; b. filsafat ilmu pengetahuan: pada umumnya; pada khususnya.
5.
Karl Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu
pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world) yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3. Popper
menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedang dunia 2 adalah
kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala
hipotesis, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil keja sama antara dunia 1
dan dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan
sebagainya.
6.
Thomas S.Kuhn
Thomas
S.Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat
revolusioner, bukan kulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah
itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma yaitu cara pandang terhadap dunia dan
contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Khun cara kerja
paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap
sebagai berikut:
Tahap
pertama, paradigma ini
membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science).
Selama menjalankan aktivitas ilmiah para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena
yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai
bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomali. Tahap
kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan
terhadap paradigma. Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada
cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma
tandingan yang dipandang bias memecahkan masalah dan membimbing aktivitas
ilmiah berikutnya.
7.
Jurgen
Habermas
Pandangan
Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan
sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan
tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ignas Kleden menunjukkan tiga jenis metode
ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan berikut:[8]
Sifat Ilmu
|
Jenis Ilmu
|
Pengetahuan yang Dihasilkan
|
Akses kepada Realitas
|
Tujuan
|
Empiris-Analitis
|
Ilmu alam dan
social empiris
|
Informasi
|
Observasi
|
Penguasaan
teknik
|
Historis
hermeneutis
|
Humaniora
|
Interpretasi
|
Pemahaman arti
via bahasa
|
Pengembangan
inter subjektif
|
Sosial-kritis
|
Ekonomi,
sosiologi, politik
|
Analisis
|
Self-Reflextion
|
Pembebasan
kesadaran non-reflektif
|
Ignas Kleden menunjukkan pandangan
Habermas tentang ada tiga kegiatan utama yang langsung mempengaruhi dan
menentukan bentuk tindakan dan bentuk pengetahuan manusia, yaitu kerja,
komunikasi, dan kekuasaan.
8.
Francis Bacon
Francis Bacon mendasarkan klasifikasi
ilmunya pada subjeknya, yaitu daya manusia untuk mengetahui sesuatu.
Berdasarkan hal tersebut, ia membeda-bedakannya sebagai berikut:
a)
Ilmu pengetahuan ingatan yaitu
membicarakan masalah-masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun
dimanfaatkan untuk masa depan.
b)
Ilmu pengetahuan khayal yaitu
membicarakan kejadian-kejadian dalam dunia khayal, meskipun berdasar dan untuk
keperluan dunia nyata.
c)
Ilmu pengetahuan akal yaitu
umumnya pembahasannya mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berfikir.
Klasifikasi tersebut tidak dapat
dibenarkan apabila apabila pemikiran kita berpangkal pada pandangan bahwa kita
tidak akan mungkin mengenal dengan akal, ingatan, atau daya khayal semata,
tetapi dengan seluruh pribadi kita.
9.
Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu
klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis,
dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri,
yaitu untuk keperluan perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan
yang bertujuan mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu
ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan
teknologi.
10.
Wilhelm Windelband
Wilhelm Windelband membeda-bedakan
ilmu pengetahuan alam (naturwissenschaf) dan ilmu srjarah (geschichtswissenschaft)
Menurutnya, kedua jenis ilmu pengetahuan itu tidak berbeda dalam hal objeknya
karena objeknya satu yaitu kenyataan. Adapun perbedaannya terletak pada metode.
Metode untuk naturwissenschaf disebut nomotetis yaitu berhubungan dengan
nomos atau norma yang menunjuk pada adanya usaha untuk membuat hal umum
atau generalisasi. Sedangkan geschichtswissenschaft menggunakan metode
ideografis yaitu tertuju pada hal yang sifatnya individual atau tidak umum,
tetapi menuju individualisasi, serta hanya terjadi sekali atau bersifat einmalig.
Artinya, tidak dapat diulangi
dan tidak pula dapat diduga atau diramalkan. Metode ini semata-mata suatu usaha
untuk melukiskan gagasan atau ide dari objek.
11.
Al-Ghazali
Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah
dan ilmu aqliyyah yaitu sebagai berikut:
1.
Ilmu Syar’iyyah
a)
Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
Ilmu
tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
Ilmu tentang
kenabian.
Ilmu tentang
akhirat atau eskatoogis
Ilmu tentang sumber
pengetahuan religious. Yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi
para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori:
-
Ilmu-ilmu
pengantar (ilmu alat)
-
Ilmu-ilmu
pelengkap.
b)
Ilmu tentang cabang-cabang (furu’)
Ilmu tentang
kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah)
Ilmu tentang
kewajiban manusia kepada masyarakat:
o
Ilmu
tentang transaksi
o
Ilmu
tentang kewajiban kontraktual
Ilmu tentang
kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.
Ilmu Aqliyyah
a) Matematika: aritmatika, geometri,
astronomi dan astrologi, music
b) Logika
c) Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology,
mineralogy, kimia[9]
D. Hierarki Ilmu
Hierarki
ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari ilmu. Secara umum ada tiga basis yang
sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis,
ontologism dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para
ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Sebagaimana telah dikemukakan suatu
disiplin ilmu terbagi dalam sejumlah specialty yang dalam bahasa Indonesia
sebaiknya disebut cabang ilmu. Cabang ilmu atau specialty pada umumnya juga
telah tumbuh cukup luas sehingga dapat dibagi lebih terperinci menjadi beberapa
ranting ilmu. Kadang-kadang sesuatu ranting ilmu yang cukup pesat
pertumbuhannya bisa mempunyai perincian lebih lanjut yang kami sebut tangkai ilmu.
Al-Ghazali telah mencurahkan
perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Yang mendasari
pemikirannya atas dua bidang ini adalah pandangannya yang memandang manusia
dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling terhormat di antara sekian
banyak makhluk di permukaan bumi dan langit karena pengajaran dan pendidikan,
karena ilmu dan amal. Karena amaliyah tidak akan muncul dan kemunculannya tidak
akan bermakna kecuali setelah adanya pengetahuan. Oleh karena itu, dalam kitab
momumentalnya Al-Ghazali yakni “Ihya’ ‘Ulum al-Din”, mengupas ilmu
pengetahuan secara panjang lebar, pembahasan ini dituangkan dalam bab
tersendiri “Kitab al-Ilmi[10]
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin,
Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu:
1.
Syar’iyah; ilmu yang diperoleh
dari para Nabi Allah yang tidak hadir melalui aktivitas nalar sebagaimana
matematika, tidak melalui eksperimen sebagai imu pengeobatan (kedokteran), juga
tidak melalui keterampilan pendengaran seperti bahasa
1. Al-Ushul (dasar) meliputi: Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’ al-Ummah, Atsar al-Shahabah
2. Al-Furu’ (cabang), meliputi; ilmu
kemashlahatan dunia seperti fiqh, ilmu kemashlahatan akhirat seperti
mukasyafah, mu’amalah (ahwal al-Qulub)
3.
Al-Muqaddimat
(Pengantar), meliputi; ilmu yang merupakan alat seperti ilmu Bahasa dan tata
bahasa Arab; nahwu sharaf. Karena
keduanya merupakan alata untuk memahami isi kitab Allah dan Sunnah Rasul. Termasuk alat adalah ilmu Khat (menulis)
4.
Al-Mutammimat (Suplemen),
meliputi; ilmu Al-Qur,an seperti ilmu Qira’ah, dan tafsirnya,
2.
Ghairu Syar’iyah atau aqliyah
adalah berbagai ilmu yang diperoleh melalui intelektualitas manusia. Baik yang diperoleh secara dharuri
atau iktisabi. Yang dlaruri ialah yang diperoleh dari insting akal itu
sendiri tanpa melalui indera, dari mana dan bagaimana datangnya manusia tidak
tahu, misalnya pengetahuan bahwa seseorang tidak ada pada dua tempat dalam
waktu yang sama. Inilah pengetahuan yang diperoleh manusia sejak kecil dan menjadi
fitrah baginya. Sedangkan yang iktisabi ialah yang diperoleh
melalui kegiatan belajar dan berfikir. Ilmu ada yang bersifat duniawi seperti
ilmu kedokteran, matematika, politik, teknik, sosial, dan ilmu-ilmu
keterampilan lainnya. Dan ada yang bersifat ukhrawi, seperti ilmu tentang Allah
dan sifat dan af’al-Nya.
1.
Mahmudah (terpuji), meliputi;
Kedokteran, Aritmatika, dan lain sebagainya, hal ini untuk menambah kemampuan
yang dibutuhkan.
2. Mubah (dibolehkan), seperti Sastra,
Sejarah, dan lain-lain
3. Madhmumah (tercela), seperti ilmu sihir,
ilmu tenung, dan ilmu-ilmu semacam itu
Al-Ghazali juga mengklasifikasikan ilmu
pengetahuan dalam perspektif keterikatan moral umat Islam ke dalam fardlu ‘ain
dan beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh setiap individu umat Islam
(fardlu’ ain). Di sisi lain juga terdapat disiplin ilmu pengetahuan yang tidak
menuntut setiap individu untuk menguasainya, tetapi cukup diwakili oleh
beberapa umat Islam saja (fardlu kifayah).
Dalam Ihya ‘Ulumuddin, al-Ghazali mengakui
bahwa kategorisasi ilmu ke dalam fardlu ‘ain telah ada. Hanya saja hal itu dilakukan sesuai dengan kecenderungan seseorang
terhadap suatu disiplin ilmu. Kaum Mutakallimin misalnya, akan menyatakan bahwa
belajar ilmu kalam adalah fardlu ‘ain, dengan argumentasi ilmu kalam sebaga
pengetahuan tentang Tuhan. Sedang ahli fiqh juga mengklaim bahwa mempelajari
ilmu fiqih juga fardlu ‘ain, dengan pertimbangan untuk mengetahui hukum halal
–haram dalam ibadah maupun muamalah. Kelompok ulama’ dari disiplun ilmu lain
juga mengkalaim fardu ‘ain
Al-Ghazali selanjutnya memberikan batasan dan menyebutkan kategori
ilmu fardlu ‘ain yang meliputi ilmu agama, seperti al-Qur’an dan al-Hadits. Kemudian pokok-pokok ibadah, seperti
salat, puasa, zakat dan lain-lain. Asumsinya, ilmu tentang tata cara salat
merupakan fardlu ain bagi orang yang diwajibkan shalat. Demikian juga ilmu
tentang zakat hukumnya fardlu ‘ain bagi yang telah berkewajiban zakat, seperti
orang miskin, hukum mempelajari ilmu zakat akan berbeda
Sedangkan ilmu yang tergolong fardlu kifayah adalah ilmu yang harus
ada demi eksistensi dunia. Ilmu kedokteran sangat dibutuhkan manusia untuk
menjaga kesehatan makhluk hidup. Begitu juga ilmu matematika memegang peranan
penting dalam dunia perdagangan dan penentuan harta warisan. Ilmu semacam
inilah yang harus dikuasai umat Islam, meskipun tidak harus melibatkan setiap
individu umat Islam.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah
disampaikan diatas. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa logika adalah nalar
seorang manusia dalam menanggapi suatu permasalahan atau pola fikir dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Sendangkan etika adalah segala sesuatu sifat
manusia yang dalam hal perbuatannya sesuai dengan tatanan sopan santun.
Ilmu pengetahuan yang dikatakan bebas nilai
adalah pada pandangan bahwa ilmu itu berkembang tanpa merujuk pada suatu hukum
atau sistem tertentu. Beda dengan teknologi. Karena teknologi lahir atas dasar
penciptaan manusia, ia terikat oleh suatu aturan atau sistem, terikat juga
dengan selera pasar dan perundang-undangan. Namun, bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak
diikat oleh undang-undang apa pun. Allah swt. sendiri berfirman untuk
memberikan kebebasan bagi hamba-Nya menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan
di langit, yang semua itu hanya bisa dilakukan dengan ilmu.
Sikap ilmiah diharapkan dimiliki oleh seorang
ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli
atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu.
B.
Kritik Dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami penulis menyadari masih terdapat
banyak kekurangan baik dari materi yang disampaikan maupun materi yang kami
sajikan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang sifatnya membangun. Atas kritik dan saran nantinya kami ucapkan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Rizal Mustansyir & Misnal Munir.
Filsafat Ilmu. Jakarta
: Pustaka Pelajar, tt
Lavine,T.Z.
2002. Petualangan Filsafat; Dari
SocrHal 109
No comments:
Post a Comment