PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk yang
diciptakan dengan memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan makhluk lain yang
hidup di dunia ini. Manusia adalah makhluk yang sempurna karena memiliki
sifat-sifat fisik maupun psikis yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
hidupnya di dunia ini. Kesemua sifat dasar yang dimiliki manusia akan tumbuh
dan berkembang secara alamiah bila manusia mengalami proses perkembangan fisik
dan psikisnya secara normal melalui proses yang secara sadar diarahkan kepada
tercapainya berbagai sifat baik tersebut, melalui suatu proses yang disebut
pendidikan.
Di dalam nuansa kependidikan,
manusia adalah sasaran pendidikan sekaligus subjek pendidikan. Pendidikan
membantu manusia dalam menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaan yang ada
dalam dirinya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk mengembangkan
seseorang menjadi manusia seutuhnya. Pemahaman dari pendidik terhadap
potensi-potensi dan sifat hakikat manusia sangat penting agar pendidikan
mencapai tujuan yang diharapkan yaitu memanusiakan manusia. Pendidikan harus
diarahkan kepada pencapaian tujuan itu melalui perumusan dan penerapan konsep
pendidikan.
Masalah utama dalam pendidikan
adalah bagaimana mengembangkan semua kemampuan dasar yang dimiliki manusia
sejak lahir itu akan dapat berkembang, sehingga manusia dapat berperan baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dengan tetap berada di dalam
lingkup hakikat kemanusiannya. Dalam tugas Mata Kuliah Kajian Teori Pendidikan
dan Pembelajaran ini, penulis akan memaparkan beberapa konsep teori pendidikan
dan pembelajaran dari beberapa pakar pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
teori pendidikan ?
2. Bagaimana
pilar pendidikan?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui Bagaimana teori pendidikan
2. Untuk
mengetahui Bagaimana pilar pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pilar
Pendidikan
Dalam
keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang
paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat
mempengaruhi cara guru itu mengajar. Institusi pendidikan harus dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran yang menurut UNESCO bertumpu pada Lima
pilar pendidikan yaitu:[1]
1.
Learning
to do
Merupakan konsekuensi dari learning to know.
Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah
mengajarkan “omong” (baca: teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat”
(praktik). Learning to do bukanlah pembelajaran yang hanya menumbuhkembangkan
kemampuan berbuat mekanis dan keterampilan tanpa pemikiran; tetapi mendorong
peserta didik agar terus belajar bagaimana menumbuhkembangkan kerja, juga
bagaimana mengembangkan teori atau konsep.
Pilar learn to
do mempunyai makna bahwa setelah atau bersamaan dengan peserta didik
mendapat pembekalan pengetahuan, ia harus menerima pula bekal beriktnya yaitu
kemampuan yang bersifat keterampilan dalam mengerjakan sesuatu, yang tercakup
dalam ranah psikomotor.
2.
Learning
To Be
Melengkapi
learning to know dan learning to do, Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia
itu tidak bisa hidup sendiri tanpa kerja sama atau dengan kata lain manusia
saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut
ditelan waktu jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan
menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan
nilai kehidupannya dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup
bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
Pilar learn to be merupakan pembekalan untuk menyempurnakan dua pilar
sebelumnya, yaitu bahwa setelah peserta didik memiliki pengetahuan dan
keterampilan, langkah selanjutnya tentunya dengan berbekal ilmu penegtahuan dan
teknologi, maka si pemilik ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus dapat
mendayagunakannya untuk tercapainya kemanfaatan[2]
3.
Learning
to live together
Learning
to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat dan
menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan masyarakatnya
maupun bagi seluruh umat manusia. Kesempatan berinteraksi dengan berbagai
individu atau kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadian
pebelajar untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan
toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.[3]
Pilar lear to live together merupakan upaya memadukan ketiga pilar yang
terdahulu dan terimplementasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Berikut ini adalah definisi
pembelajaran menurut beberapa ahli:
1. Knowles
1. Knowles
Pembelajaran
adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Slavin
Pembelajaran
didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh
pengalaman.
4.
Learning
to know
Learning to know bukan sebatas proses belajar di
mana pebelajar mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya,
menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan untuk dapat memahami makna
dibalik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan learning to know, kemampuan
menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang
yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara
transcendental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
Pilar learn to know
bermakan bahwa pembelajaran merupakan proses ”menjadi tahu” dari sebelumnya
yang ’tidak mengetahui” sesuatu. Peserta didik dibekali dengan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk mengembangkan intelektualitasnya.
5.
Learning
how to learn
Proses
belajar tidak boleh berhenti begitu saja meskipun seorang pebelajar telah
menyelesaikan sekolahnya. Manusia hidup pada hakekatnya adalah berhadapan
denganb masalah. Setiap manusia dituntut untuk menyelesaikan masalah. Satu
masalah terjawab, seribu masalah menunggu untuk dijawab. Oleh karena itu,
learning how to learn akan membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat
mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif,
inovatif, efektif dan efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah
learning society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki
posisi sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus-
menerus.
Learning
how to learn memerlukan model pembelajaran baru, yaitu pergeseran dari model
belajar menghafal menjadi model belajar mencari/ meneliti. Asumsi yang
digunakan dalam model belajar “menghafal” adalah “pendidik tahu”, peserta didik
tidak tahu. Oleh karena itu, pendidik memberi pelajaran, peserta didik
menerima. Yang dipentingkan dalam model belajar “menghafal” ini adalah penerima
pelajaran, menyimpan selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai dengan aslinya
serta menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya, pada proses belajar
“mencari/meneliti”, peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya, sedang pendidikan dituntut
membimbing, memotivasi, menfasilitasi, memprovokasi, dan menelusuri.[4]
B.
Teori
Pendidikan
Teori
pendidikan merupakan landasan dalam pengembangan praktik-praktik pendidikan,
misalnya pengembangan kurikulum, proses belajar-mengajar, dan manajemen
sekolah. Kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum dan rencana pembelajaran disusun
dengan mengacu pada teori pendidikan. Ada 4 (empat) teori pendidikan, yaitu (1)
pendidikan klasik, (2) pendidikan personal, (3) teknologi pendidikan, dan (4)
pendidikan interaksional.[5]
1) Teori Pendidikan Klasik (Classical
Education)
Teori pendidikan klasik berlandaskan
pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan
eksistensialisme, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya
memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini
lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau
materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam
prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan
peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan
tugas-tugas dari pendidik.
Pendidikan klasik menjadi sumber
bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang
bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik
menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”, melalui metode ekspositori dan
inkuiri.
2) Teori Pendidikan Personal (Personalized Education)
Teori pendidikan ini bertolak dari
asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu.
Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta
didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini,
peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya
menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong,
fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu
pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh
pendahulunya -Francis Parker dan John Dewey- memandang bahwa peserta didik
merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman
peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi
terhadap masalahmasalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu,
ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan
ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari
pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap
individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan
ketulusan.
Teori pendidikan personal menjadi
sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum
yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan
keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis
merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual
(kurikulum subjek akademis).
3) Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan yaitu suatu
konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang
peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada
yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, yang lebih diutamakan adalah pembentukan
dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan
dan pemeliharaan budaya lama. Dalam
konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidangbidang
khusus. Isi pendidikan berupa objek dan keterampilan-keterampilan yang yang
mengarah kepada kemampuan vokational. Isi disusun dalam bentuk disain program
atau disain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media
elektronika, dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik
berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara
efisien. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat.
Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak
tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber
untuk pengembangan model kurikulum, yaitu model kurikulum yang bertujuan
memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik. Pembelajaran
dilakukan melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun media
elektronik, sehingga pebelajar dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar
tertentu.
4) Teori Pendidikan Interaksional
Pendidikan interaksional yaitu suatu
konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk
sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan
interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari
guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu,
interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan
dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini
terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar
lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman
eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat
menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi
pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial. Pendidikan interaksional menjadi sumber
untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum
yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan,
ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk
memecahkannya.[6]
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Pendidkan
merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat
manusia yang dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia
inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali
ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Yang
terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara
sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah
yang lebih baik. Sedangkan pembelajaran merupakan aktivitas yang paling
utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Sistem pendidikan yang dikembangkan
di suatu negara hendaknya dapat menjadi wadah yang mantap dan stabil yang
member kesempatan dan peluang yang sebesar-besarnya bagi penyelenggaraan
pembelajaran yang dapat mengembangkan isi (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang
seluas-luasnya kepada warga negaranya yang punya hak untuk memperoleh
pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
B.
Saran
Pendidikan
di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual
dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap
manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat
Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia
DAFTAR
PUSTAKA
Rohman,
Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta.
Setyamidjaja,
Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan.
Universitas Pakuan Bogor: Bogor.
Sukardjo, M dan
Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan.
Rajawali Pers: Jakarta.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.............................................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah......................................................................................................... 2
C.
Tujuan........................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pilar Pendidikan
........................................................................................................ 3
B. Teori
Pendidikan ........................................................................................................ 6
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................... 10
B.
Kritik
dan Saran............................................................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA
|
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya untuk Allah
SWT. Yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantiasa dicurahkan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap keluarganya serta orang-orang yang
meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.
Makalah yang berjudul “Pilar
Pendidikan” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari
para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Bengkulu, Maret 2015
Penulis
|
MAKALAH
DASAR DASAR PENDIDIKAN
No comments:
Post a Comment