BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara saru daerah dengan
daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap
sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan.
Karenanya banyak teori yang dikemukakan pada pemikir yang bermuara pada
munculnya berbagai aliran pendidikan.
Gagasan dan peaksanaan pendidikan
selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu,
kini, maupun dimasa depan pendidikan itu selalu mengalami perkembangan. Seiring
dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran
yang membawa pembaharuan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan.
Seperti dalam bidang-bidang lainnya, pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu
berlangsung seprti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran
terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikiran-pemikiran
berikutnya, dan karena dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran
baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi kepanjangan itu itu dapat diikuti
dan dipahami, makaberbagai aspek dari aliran-aliran tersebut harus dipahami
terlebih dahulu. Oleh karena itu, setiap calon tenaga kependidikan, utamanya calon
pakar kepeendidikan, harus memahami berbagai aliran-aliran itu agar dapat
menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu.
Pemahaman terhadap
pemikiran-pemikiran penting dalam pendidikan akan membekali tenaga kependidikan
dengan wawasan kesejarahan, yakni kemampuan memahami kaitan antara
pengalaman-pengalaman masa lampau, tuntutan dan kebutuhan masa kini, serta
perkiraan atau antisipasi masa datang.
Wawasan historis tersebut, dapat berperan sebagai penangkal terhadap kemungkinan
kekeliruan kebijakan masa kini yang dapat berakibat bencana di masa depan.
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap
kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Oleh karena itu pada
makalah ini akan disajikan mengenai aliran klasik dalam pendidikan dan beberapa
gerakan baru yang pengaruhnya masih terasa hingga kini serta dua aliran pokok
pendidikan di Indonesia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja aliran aliran pendidikan di
Indonesia Dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di indonesia?
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui :
1.
Untuk mengetahui aliran Aliran
pendidikan klasik di Indonesia dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di
indonesia
2.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
dasar-dasar pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Empirisme
Tokoh
aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun
1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan
bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih
akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan
dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak
melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris
yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat
penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak
akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk
tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan.[1]
Misalnya:
Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala
alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat
melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik,
pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.[2]
Contoh
lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di
lingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani
golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di
kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition
yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan
sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan.
Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa
dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang
filsuf inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula
Rasa”, yakni anak lahir didunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman
empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang
sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada
anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman.
Pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai tujuan pendidikan.
Aliran empirisme diapndang berat sebelah sebab hanya
mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan
kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena
berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan ini
disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa
kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat
mengembangkan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada pada
dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada
pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat
dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada
pandangan scientifict psychology dari B.F. Skinner ataupun pandangan behavioral
(behaviorisme) lainnya. Behaviorisme itu menjadikan perilaku manusia yang
tampak keluar sebagai sasaran kajiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku
ituterutama sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun demikian, pandangan
behavioral ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling
utama dalam proses belajar itu sebagai berikut;
1. Pandangan
yang menekankan peranan stimulus (rangsangan) terhadap perilaku seperti dalam
“classical conditioning” atau “respondent learning” oleh Ivan Pavlov
(1849-1936) di Rusia dan Jon B.Watson (1878-1958) di Amerika Serikat.
2.
Pandangan yang menekankan peranan dari
dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku seperti dalam “operant
conditioning” atau “instrumental learning” dari Edward L.Thorndike (1874-1949)
dan Burrhus F.Skinner (1904-) di Amerika Serikat.
3.
Pandangan yang menekankan peranan pengamatan
dan imitasi seperti dalam “observational learning” yang diperoleh oleh
N.E.Miller dan J.Dollard dengan “social learning and imitation dan dikembangkan
lebih lanjut oleh A. Bandura dengan” participant modeling”(1976) maupun dengan
“self-efficacy”(1982) [3]
B. Aliran Nativisme
Tokoh
aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada
tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan
oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap
pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan
oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini,
keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme
berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat,
dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan
anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan
itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara
fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan
Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak
manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri
tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya,
seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang
menjadi seniman musik yang mungkin melebihi ke-mampuan orangtuanya, mungkin
juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya.
Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan berkembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe makanan se-suai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup di bawah asuhan serigala. la bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi hidup di tengah hutan rimba belantara yang ganas. la tetap hidup dan berkembang atas bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussoe makanan se-suai selera serigala sampai dewasa. Akhirnya, Crussoe mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan bahasa, dan watak seperti serigala, padahal dia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun membantah teori Nativisme, sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition
yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk
faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak
kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan
anak. Hasil pendidikan tergantungpada pembawaan, dimana menurut Schopenhauer
(filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan
pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan
ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan
ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi
baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak
akan berguna untuk perkembangan anak sendiri. Istilah nativisme dari asal kata
natie yang artinya adalah terlahir. Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak
ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan
anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan
jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan
baik maka dia akan menjadi orang baik. Pembawaan buruk dan baik ini tidak dapat
diubah dari kekuatan luar. [4]
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering
ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi
bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang
dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni
bahwa dalam diri individu terdapat suatu “inti” pribadi (G.Leibnitz:Monad) yang
mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan
pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif
yang mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan tersebut tampak antara lain
humanistic psychology dari Carl R.Rogers ataupun pandangan phenomenology/humanistik
lainnya. meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, namun pengalaman
dalam belajar itu ataupun penerimaan dan persepsi seseorang banyak ditentukan
oleh kemampuan memberi makna kepada apa yang dialaminya itu. Dengan kata lain,
pengalaman belajar ditentukan oleh “internal frame of reference” yang
dimilikinya. Pendekatan ini sangat mementingkan pandangan holistik
(menyeluruh), serta pemahaman perilaku orang dari sudut pandang si empunya
perilaku itu. Terdapat variasi pendapat dari pendekatan phenomenology/humanistik
tersebut (Milhollan dan Forisha, 1972: 81-123, et.al,1987:267-197) sebagai
berikut: [5]
1. Pendekatan
aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Carl R.Rogers dan
Abraham Maslow.
2.
Pendekatan “personal Construct” dari
George A.Kelly yang menekankan betapa pentingnya memahami hubungan
“transaksional” antar manusia dan lingkungannya sebagai bekal awal memahami
perilakunya (Ivey et al, 1987;144 dan 154)
3.
Pendekatan “Gestalt”, baik yang klasik
(Max Wertheimer dan Wolgang Kphler) maupun pengembangan selanjutnya (K.Lewin
dan F.Perls).
4.
Pendekatan “Search for Meaning” dengan
aplikasinya sebagai ‘Logotherapy’ dari Viktor Franki yang mengungkapkan betapa
pentingnya semangat untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan tersebut diatas tetap
menekankan betapa pentingnya “inti” privasi atau jati diri manusia.
C. Aliran Naturalisme
Tokoh aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah
filosof Prancis yang hidup tahun 1712-1778. Naturalisme mempunyai pandangan
bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan
tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran
Naturalisme sering disebut Negativisme.
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme
adalah aliran naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J
Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, Rousseau berpendapat bahwa
semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak
akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Rousseau juga
berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak
pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena
berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan
kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan
anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh
tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. J.J Rousseau ingin
menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat
sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak saat
kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya
permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaanya,
kemampuan-kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya. Pendidikan harus
dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjauhkan anak
dari segala hal yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali ke
alam untuk mempertahankan segala yang baik. Seperti diketahui, gagasan
naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini tidak
terbukti malahan terbukti sebaliknya : pendidikan makin lama makin diperlukan.[6]
D. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939)
seorang ahli pendidikan bangsa jerman yang berpendapat bahwa seorang anak
laki-laki dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang
sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan
baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia
berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia
ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak belajar
berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik manusia
mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya, anak belajar berbicara dalam bahasa
tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan
bahasanya. Karena itu, tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa
lingkungannya, misal bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Inggris, dan sebagainya.
Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama) untuk
mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan
kuantitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua
orang anak tersebut menggunakan bahasa yang sama. William Stern berpendapat
bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, sekan-akan
dua garis yang menuju ke satu titik pertemuan.
Karena itu teori W.Stern disebut teori konvergensi
(konvergensi artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
1. Pendidikan
mungkin untuk dilaksanakan
2. Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang
baik.
3. Yang
membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun
demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling
penting dalam menentukan tumbuh kembang itu. Seperti telah dikemukakan bahwa
variasi-variasi itu tercermin antara lain dalam perbedaan pandangan tentang
strategi yang tepat untuk memahami perilaku manusia, seperti strategi
disposisional/konstitusional, strategi behavioral, strategi phenomenologis /humanistik,
dan sebagainya.
Demikian pula halnya belajar mengajar; variasi
pendapat itu telah menyebabkan munculnya berbagai teori belajar atau teori
model mengajar. Sebagai contoh dikenal berbagai pendapat tentang model
behavioral ( model belajar tuntas, model belajar simulasi), rumpun model
pemrosesan informasi ( model mengajar inkuiri, model pengembangan berfikir) dan
lainnya.[7]
E. Aliran Progresivisme
Tokoh
aliran Progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi
masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam
dirinya.
Aliran
ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu
ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding
makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh
ke-cerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan
kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter
peserta didiknya.
Peserta
didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga
termanifestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam
pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan.
Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin
mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya,
sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.
F.
Aliran
Esensialisme
Aliran
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu
sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus
bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya,
nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal
dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu
zaman Renaisans.[8]
Adapun
pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama
adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan
melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada
penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan
itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran.
Tokoh
ketiga adalah William T. Harris (1835-1909) yang berpendapat bahwa tugas
pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak
terelakkan dan bersendikan ke-satuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang
memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian
orang pada masyarakat.
Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar
landasan pendidikan adalah nilai-nilai esensial, yaitu yang telah teruji oleh
waktu, bersifat menuntun, dan telah turun-temurun dari zaman ke zaman sejak
zaman Renaisans.
G. Aliran Perenialisme
Tokoh
aliran Perenialisme adalah Plato, Aris-toteles, dan Thomas Aquino. Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar pendidikan sekarang. Pandangan aliran ini tentang pendidikan
adalah belajar untuk berpikir. Oleh sebab itu, peserta didik harus dibiasakan untuk
berlatih berpikir sejak dini.
Pada awalnya, peserta didik diberi kecakapan-kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya perlu dilatih pula kemampuan yang lebih tinggi seperti berlogika, retorika, dan bahasa.
Pada awalnya, peserta didik diberi kecakapan-kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya perlu dilatih pula kemampuan yang lebih tinggi seperti berlogika, retorika, dan bahasa.
H. Aliran Konstruktivisme
Gagasan
pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog Italia. la
dipandang sebagai cikal-bakal lahirnya Konstruksionisme. la mengatakan bahwa
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan (Paul
Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui.
Hanya Tuhan yang dapat mengetahui segala sesuatu karena dia pencipta segala
sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan.
Bagi Vico, pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk.
Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru (Paul Supamo, 1997: 33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan lingkungannya. Artinya, pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut Piaget, mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru (Paul Supamo, 1997: 33).
Piaget juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Suwardi, 2004: 24).
Kesimpulannya,
aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi
kognitif dalam diri seseorang; melalui pengalaman yang diterima lewat
pancaindra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan
perasa. Dengan demikian, aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang
dilakukan dari seseorang ke-pada orang lain, dengan alasan pengetahuan bukan
barang yang bisa dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk
mentransfer ilmu, perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan
berbeda jika pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.[9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemikiran
pendidikan sejak dulu kini dan masa yang akan datang terus berkembang.
Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran atau gerakan baru dalam
pendidikan. Aliran atau gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di seluruh
dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Dari sisi lain, Indonesia juga muncul
gagasan-gagasan tentang pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai pendidikan
yaitu taman siswa dan INS kayu tanam.
Kajian
tentang berbagai aliran atau gerakan pendidikan itu akan memberikan pengetahuan
dan wawasan historis kepada tenaga kependidikan. Hal itu sangat penting, agar
para pendidik dapat memahami dan pada gilirannya kelak dapat memberkan
konstribusi terhadap dinamika pendidikan itu dan yang tidak kalah pentingnya
adalah bahwa dengan pengetahuan dan wawasan historis tersebut setiap tenaga
kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadahi dalam meninjau berbagai
masalah yang dihadapi serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan
atau tindakan sehari hari.
B.
Kritik
dan saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih
banyak mengalami kekurangan dan kekeliruan baik dalam penyusunan maupun dalam
penyajian materi yang kami sampiakan. Sehubungan dari itu semua kami
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan makalah ini dan kami ucapkan
terima kasih
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah
SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aliran-aliran
Pendidikan” tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam membuat makalah ini
dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang
berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah
ini dimasa yang akan datang.
Bengkulu, Juni 2014
Penyusun
|
||||
Sands Casino and Resort, Las Vegas - SEGAS
ReplyDeleteDiscover the wonders of Las 샌즈카지노 Vegas on The Strip, one of 메리트 카지노 only a handful of hotels on the Las Vegas 1xbet Strip. Enjoy modern accommodations, world-class