BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan di
sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah
hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun
material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan
pendidikan di sekolah secara optimal.
Administrasi sekolah akan efektif dan
efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk
mengoperasikan sekolah, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan
karakteristik siswa, kemampuan dan tanggung jawab terhadap tugas tenaga
kependidikan yang handal, sarana-prasarana yang memadai untuk mendukung
kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal di
atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, maka efektivitas dan efisiensi pengelolaan sekolah kurang optimal.
Administrasi sekolah, memberikan
kewenangan penuh kepada Kepala Sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen
pendidikan suatu sekolah, yang meliputi input siswa, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, dana, manajemen, lingkungan, dan kegiatan
belajar-mengajar.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat menuyusun
rumusan masalah yang akan diangkat menjadi pembahasan makalah ini yaitu :
a.
Apa
pengertian dari organisasi?
b.
Bagaimana
penempatan dan pembagian Tugas pekerjaan kepada Guru?
c.
Bagaimana
kepentingan partisipasi Guru dalam pelaksanaan administrasi sekolah
d.
Bagaimana
Kode etik Guru?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar
mahasiswa dapat mengerti, mengetahui dan nantinya dapat mengaplikasikan tentang
:
a.
Organisasi
b.
Penempatan
dan pembagian Tugas pekerjaan kepada Guru?
c.
Pentingnya partisipasi Guru dalam pelaksanaan
administrasi sekolah
d.
Kode
etik Guru
e.
Makalah
ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Administrasi dan Supervisi
Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Organisasi
Organisasi
berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat.
Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya
tidak ada perbedaan yang prinsip, sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi
merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka
mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki
Organisasi
adalah kesatuan (entity) sosial yang dikordinasikan secara sadar dengan sebuah
batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif
terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan
Organisasi
merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil
tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak
secara sendiri (Gibson, et.al., 1985)
Organisasi
merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau sub sistem,
diantara mana subsistem manusia mungkin merupakan subsistem terpenting, dan di
mana terlihat bahwa masing-masing sub sistem saling berinteraksi dalam upaya
mencapai sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan organisasi yang bersangkutan
(Winardi, 2003)
Dan pada
prinsipnya setiap organisasi harus memiliki tiga unsur dasar, yaitu :
a. Sebuah organisasi senantiasa mencakup
sejumlah orang
b. Orang-orang tersebut terlibat satu sama
lain dengan satu atau lain cara, artinya mereka semua berinteraksi
c. Interaksi tsb selalu dapat diatur atau
diterangkan dengan jenis struktur tertentu
d. Masing-masing orang di dalam organisasi
memiliki sasaran-sasaran pribadi; beberapa diantaranya merupakan alasan bagi
tindakan-tindakan yang dilakukannya
Alasan mengapa Orang membentuk
Organisasi adalah sebagai berikut :
1.
Alasan sosial (social
reasons), manusia berorganisasi karena membutuhkan dan menikmati kepuasan
sosial yang diberikan organisasi, misalnya organisasi olahraga
2.
Alasan material (material
reasons), melalui bantuan organisasi, manusia dapat melakukan 3 macam hal
yang tidak mungkin dilakukakannya sendiri, yaitu :
(a) Memperbesar kemampuannya
(b) Menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai sesuatu sasaran
(c) Menarik manfaat dari pengetahuan
generasi-generasi sebelumnya yang telah
dihimpun
3. Efek sinergistik
organisasi-organisasi
B. Pembagian tugas pekerjaan kepada guru
Bagaimana pemberian tugas atau penempatan
guru didalam kelas oleh pemimpin sekolah
1) Sistem penempatan
guru dalam kelas
Masalah
pemberian tugas/penempatan guru dalam kelas merupakan masalah penting dalam
rangka supervisi yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah
Sistem
penempatan guru di dalam kelas Terdapat tiga sistem, yaitu:
a.
Sistem
guru kelas
b.
Sistem
guru bidang studi
c.
Sistem
guru campuran
2) Cara memilih dan
menempatkan guru dalam kelas
a) Penempatan guru-guru SD
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
masalah ini ialah:
1. Tiap guru ditempatkan sesuai dengan ijazah
dan pengalamannya masing-masing
2. Kepala sekolah harus mengenal betul-betul
pribadi guru masing-masing, siapa yang sesuai untuk mengajar dikelas satu dan
siapa dikelas enam dll
b) Penempatan guru-guru SMTP/SMTA
Kami berpendapat bahwa sistem guru bidang
studi tetap dipergunakan di SMTP/SMTA.
Akan tetapi dalam pelaksanaan praktik
sehari-hari, kita dapat melihat cara penempatandan pembagian tugas yang masih
kurang sesuai dengan seharusnya.
Penempatan guru-guru SD antara lain:
a. Tiap guru ditempatkan sesuai dengan ijazah
dan pengalamannya masing- masing.
b. Kepala sekolah harus mengenal benar
pribadi guru masing-masing.
c. Mengadakan sistem campuran.
d. Mata-mata pelajaran yang baik untuk
diberikan dengan sistem guru bidang studi.
e. Perlu adanya penyusunan daftar pelajaran
(rooster).
f. Setahun atau dua tahun sekali perlu
diadakan pertukaran guru kelas.
C. Pentingnya Partisipasi Guru
dalam Administrasi Pendidikan
Administrasi
sekolah di zaman kolonial Belanda dahulu menunjukkan bahwa kekuasaan dalam
menentukan kebijakan-kebijakan sekolah berada seluruhnya dalam tangan para
pejabat pimpinan di kantor pusat. Segala putusan dan instruksi ditentukan dari
atas. Kewajiban para guru sebagai bawahan hanya mengikuti dan menaatinya, tidak
untuk memikirkan, mengapa putusan-putusan dan instruksi-instruksi itu perlu.
Politik feodal-kolonial menghendaki adanya garis pemisah yang tegas antara
status bawahan dan atasan. Sebagai akibat politik ini, sistem pengawasan
sekolah-sekolah bersifat otokratis dan terutama ditujukan untuk meneliti apakah
putusan-putusan yang telah ditetapkan atasan dan perintah-perintahnya ditaati.
Sesudah
Indonesia merdeka, sistem pendidikan di sekolah-sekolah bersifat nasional dan
demokratis. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan administrasi dan pengawasan
yang demokratis pula, dan sekolah-sekolah harus benar-benar hidup dan tumbuh di
atas dasar-dasar filsafat negara, yaitu Pancasila.
Untuk
itu pula maka partisipasi guru dalam administrasi sekolah sangat penting dan
menjadi keharusan. Partisipasi dimaksud hendaknya ditafsirkan sebagai
kesempatan-kesempatan kepada para guru dan kepala sekolah untuk memberi contoh
tentang bagaimana demokrasi dapat diterapkan untuk memecahkan berbagai masalah
pendidikan.
Banyak
usaha pembaharuan telah dijalankan, seperti dalam bentuk isi kurikulum, cara-cara
atau metode-metode mengajar yang baik dan efisien, adanya pembinaan dan
penyuluhan, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, dan sebagainya. Tetapi, semua
itu tidak hanya mendatangkan hasil yang sedikit sekali, kadang-kadang tidak
kelihatan sama sekali hasilnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya
konservatisme dan sifat-sifat tradisional di dalam praktek kehidupan pendidikan
yang sangat kuat. Juga disebabkan karena kurang atau tidak diikutsertakannya
guru-guru dalam usaha pembaharuan pendidikan.
D.
Kode Etik Guru
1. Pengertian
Kode
etik berasal dari dua kata yaitu kode, yang berarti tulisan (kata-kata, tanda)
yang dengan persetujuan mempunyai ari maksud yang tertentu sedangkan etik dapat
berarti aturan tata susila, sikap, atau akhlak. Dengan demikian kode etik
secara bahasa dapat diartikan ketentuan atau aturan yang berkenaan tentang tata
susila dan akhlak.
Selanjutnya
kata profesi masuk dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris (Profesion)
atau bahasa Belanda (Professie), kedua bahasa barat ini menerima kata
ini dari bahasa latin. Dalam Bahasa Latin kata Profesio berarti
pengakuan atau pernyataan.
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa kata profesi yang kita
pergunakan sekarang ini sebenarnya tidak lain dari pernyataan atau pengakuan
dalam bidang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih. jadi seorang yang
mengatakan bahwa profesinya adalah guru maka sebenarnya tidak lain dari pada
memberitahukan kepada orang lain pekerjaan yang dipilihnya adalah mendidik dan
mengajar. dalam perkembangan selanjutnya setelah timbul
perserikatan-perserikatan atau asosiasi-asosiasi yang mengikat manusia yang
sama-sama mengabdikan diri pada suatu jabatan tersusunlah petunjuk-petunjuk
lebih lanjut mengenai perilaku yang harus ditaati oleh setiap anggota profesi.
Dalam kontek ini, maka istilah profesi dengan sendirinya mengandung muatan kode
etik sebagaimana telah disebutkan diatas. Untuk itu terdapat tiga petunjuk
dasar mengenai suatu perbuatan profesi sebagai berikut :
Pertama, ditentukan bahwa setiap profesi
dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat. Pelayanan
itu dapat berupa pelayanan individual, yaitu pelayanan perorangan, tetapi bisa
juga pelayanan secara kolektif. Dengan demikian setiap orang yang mengaku
menjadi pengemban dari suatu profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa
dirinya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan
pelayanan tadi, setiap saat ia harus sia untuk memperlihatkan atau
mendemontrasikan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya.
Kedua, Bahwa profesi bukanlah sekedar mata
pencaharian atau bidang pekerjaan. Dalam kata profesi tercakup pula pengertian
pengabdian kepada sesuatu, misalnya keadilan, kebenaran, meringankan
penderitaan sesama manusia, da sebagainya. Jadi setiap orang yang menganggap
dirinya sebagai anggota suatu profesi harus tahu betul pengabdian apa yang akan
diberikan kepada masyarakat melalui perangkat pengetahuan dan keterampilan
khusus yang dimilikinya.
Ketiga, setiap bidang profesi mempunyai kewajiban
untuk menyempurnakan prosedur yang mendasai pengabdiannya secara terus menerus.
Secara tehnis profesi tidak boleh berhenti tidak boleh mandek. Kalau kemandekan
teknis itu terjadi untuk profesi dianggap sedang mengalami proses kelayuan atau
sedang mati.
Berdasarkan ketentauan diatas
kita ketahui sekarang bahwa pengakuan atau claim sebagai profesional, sebagai
pengemban profesi membawa kewajiban-kewajiban tertentu. Jika kewajiaban ini
diabaikan, maka anggota profesi yang lalai oleh teman-teman sejawatnya dan oleh
masyarakat umum akan dipandang melanggar etika profesi. konsekuwensinya ia akan
dikucilkan dalam lingkup profesinya.
Jadi
kesimpulannya, profesi atau profesionalisme dapat diartikan sebagai pandangan
tentang bidang pekerjaan yang menganggap bidang pekerjaan sebagai suatu
pengabdian melalui keahlian tertentu dan yang menganggap keahlian ini sebagai sesuatu
yang harus diperbaharui secara terus menerus dengan memanfaatkan
kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan. Dalam kontek ini maka
profesi selain berhubungan dengan kode etik juga bertautan dengan kegiatan
akademik. kalau kehidupan akademik bermuara pada diperolehnya kemjuan ilmu
pengetahuan, maka kegiatan profesional dimulai dari pemahaman dan pemanfaatan
terhadap kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Dan hal ini pula
yang merupakan garis pemisah namun sekaligus sebagai titik temu sebagai
penghubung antara profesionalisme dan akademism
2. Fungsi Kode Etik
Pada dasarnya
kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan
bagi profesi. Fungsi seperti itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan
Michel (1945 : 449) yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman
pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang
professional.
Biggs dan Blocher
( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1. Melindungi suatu
profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah terjadinya pertentangan
internal dalam suatu profesi. (3). Melindungi para praktisi dari kesalahan
praktik suatu profesi.
Sutan Zahri dan
Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu
sendiri, antara lain :
1. Agar guru terhindar dari penyimpangan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid,
teman sekerja, masyarakat dan pemerintah.
3. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku
guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4. Penberi arah dan petunjuk yang benar
kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Kode etik guru
sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman kerja,
murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.
Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman
kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang
mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik.
Etika hubungan
guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping
relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan
mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta
didik. Dengan ditandai adanya perilaku empati,penerimaan dan penghargaan,
kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi
seorang guru.
Seorang guru
apabila ingin menjadi guru yang professional harusnya mendalami serta memiliki
etika diatas tersebut.
Etika Hubungan
garis dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa guru
percaya kepada pimpinan dalam meberi tugas dapat dan sesuai dengan kemampuan
serta guru percaya setiap apa yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan
sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas yang telah diberikan telah
dapat untuk dilaksanakan.
Guru sangat perlu
memelihara hubungan baik dengan masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Guru
juga harus menghayati apa saja yang menjadi tanggung jawab tugasnya.
3. Kode Etik Guru Indonesia
1. Guru berbakti membimbing anak didik
seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila
2. Guru memiliki kejujuran Profesional dalam
menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
3. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam
memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala
bentuk penyalahgunaan .
4. Guru menciptakan suasana kehidupan
sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi
kepentingan anak didik
5. Guru memelihara hubungan dengan
masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan
pendidikan .
6. Guru secara sendiri – sendiri dan atau
bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan
antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan
keseluruhan .
8. Guru bersama –sama memelihara membina dan
meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jabatan guru merupakan jabatan
Profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi
kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan
itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus,
memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan
yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen,
menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi
profesional, dan mempunyai kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.
B. Kritik Dan Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
makalah ini dimasa yang akan datang.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penyusun Panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Iklim Organisasi ”
Salawat beserta salam penyusun
sampaikan kepada Reformator dunia yaitu Baginda Rasulullah SAW yang telah
menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman, kecintaannya kepada umat melebihi
cintanya pada dirinya sendiri..
Akhirnya dengan segala kerendahan
hati, penyusun mengakui masih banyak terdapat kejanggalan- kejanggalan dan
kekurangan dalam makalah ini. Hal ini disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang penyusun miliki, oleh karena itu, kritik dan saran yang
konsruktif sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang
akan datang.
Penyusun juga berharap makalah ini
mudah-mudahan berguna dan bermamfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alami
Penyusun
|
|||
|
No comments:
Post a Comment