LINGKUNGAN DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Lingkungan
Pendidikan
Manusia
selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat luas. Ketiga lingkunga itu sering disebut sebagai tripusat
pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk
mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem
pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan
yang berada diluar lingkungan formal. .[1]
Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman ini terjadi karena interaksi
manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
manusia secara efisien dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan. Dan
latar tempat berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan,
khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada ketiga lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar serta disebut pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah-sekolah adalah pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus dan kelompok belajar) tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan nonformal. Pendidikan informal, formal dan nonformal itu sering dipandang sebagai subsistem dari sistem pendidikan (Umar Tirtaraharja et al, 1990: 13-15), serta secara bersama-sama menjadikan pendidikan berlangsung seumur hidup [2]
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada ketiga lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar serta disebut pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah-sekolah adalah pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus dan kelompok belajar) tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan nonformal. Pendidikan informal, formal dan nonformal itu sering dipandang sebagai subsistem dari sistem pendidikan (Umar Tirtaraharja et al, 1990: 13-15), serta secara bersama-sama menjadikan pendidikan berlangsung seumur hidup [2]
B. Pembahasan
1.
Jenis Lingkungan Pendidikan
a.
Keluarga
Keluarga
merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena
hubungan searah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti ( ayah, ibu, dan
anak ). Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat
yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun pendidikan
sosial.
Keluarga merupakan lembaga
pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak
serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab
memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang
dengan baik.
Pendidikan keluarga
berfungsi:
-
Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
-
Menjamin kehidupan emosional anak
-
Menanamkan dasar pendidikan moral
-
Memberikan dasar pendidikan sosial.
-
Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
b. Sekolah
Tidak
semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama
dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu
dikirimkan anak ke sekolah. [3]
Sekolah
merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan.
Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran sekolah dalam mempersiapkan
generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat. Sekolah
bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya.
Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan,
diantaranya sebagai berikut;
-
Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta
menanamkan budi pekerti yang baik.
-
Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang
sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
-
Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca,
menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan
kecerdasan dan pengetahuan.
-
Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan
benar atau salah, dan sebagainya.
Suatu alternatif yang mungkin
dilakukan sesuai situasi dan kondisi sekolah antara lain :
-
Pengajaran yang mendidik
-
Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan
(BP) di sekolah
-
Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat/sumber belajar (PSB)
-
Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah.
Dalam konteks pendidikan,
masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan
yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa
waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan
sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih
luas.
Corak dan ragam pendidikan yang
dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang,
baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Kaitan antara masyarakat
dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga sisi, yaitu :
-
Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan
-
Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial dimasyarakat
-
Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang ( by
desing ), maupun yang dimanfaatkan ( utility ).
Paling sedikit dapat
dibedakan menjadi enam tipe sosial-budaya sebagai berikut :
-
Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana
-
Tipe masyarakat pedesaan berdsarkan bercocok tanam di ladang atau sawah
dengan tanaman pokok padi
-
Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di ladang atau
sawah
-
Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di sawah dengan
tanaman pokok padi
-
Tipe masyarakat perkotaan
Selain tipe masyarakat di atas yang dapat
mempengaruhi karakteristik seseorang, terdapat juga lembaga kemasyarakatan
kelompok sebaya dan atau kelompok sosial seperti remaja masjid, pramuka, dsb.
Yang mempunyai fungsi kelompok teman sebaya terhadap anggotanya antara lain:[4]
1.
Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
2.
Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
3.
Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat orang dewasa
4.
Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari
pengaruh kekuatan otoritas
5.
Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada
prinsip persamaan hak
6.
Memberikan pengetahuan yang tidak bisa dibrikan oleh keluarga secara
memuaskan ( pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah
laku tertentu, dan lain-lain )
c. Masyarakat
Kaitan
antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:
Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik dilembagakan maupun yang
tidak dilembagakan.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung
maupun tidak langsung, ikut mempunyai peranan dan fungsi edukatif.
Dalam
masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang
dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup
sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya
itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik
dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.
Pada dasarnya masyarakat senantiasa memiliki dinamika untuk
selalu tumbuh dan berkembang disamping itu juga, setiap masyarakat memiliki
identitas sendiri sesuai dengan penglaman dengan budaya dan perbendaharaan alamiahnya. Masyarakat
sebagai satu totalitas memiliki physical environment (lingkungan alamiah,
benda-benda, iklim, kekayaan material) dan social environment (manusia,
kebudayaan, nilai-nilai agama), sumber daya alam, sumber daya manusia dan
budaya.[6]
Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu, keterkaitan
masyarakat dengan pendidikan sangat erat dan saling mempengaruhi. Suatu
kenyataan bagi setiap orang bahwa masyarakat yang baik, maju, modern, ialah
masyarakat yang di dalamnya ditemukan suatu tingkat pendidikan yang baik, maju,
dan modern pula, dalam wujud lembaga-lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang
yang terdidik. Dengan demikian suatu masyarakat yang maju karena adanya
pendidikan yang maju, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif.
Beberapa pengaruh
masyarakat terhadap pendidikan sebagai berikut:
1. Terhadap Orientasi dan tujuan pendidikan.Sebagai
bukti bahwa identitas suatu masyarakat berpengaruh terhadap program pendidikan
di sekolah-sekolah adalah dengan berbedanya orientasi dan tujuan pendidikan
pada masing-masing negara. Setiap negara mempunyai karakteristik tersendiri di
dalam orientasi dan tujuan pendidikannya. Oleh karena itu dalam realitasnya tidak pernah terdapat kurikulum
yang berlaku permanen, kurikulum akan selalu dinilai, disempurnakan serta
disesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat yang terjadi.
2. Terhadap Proses Pendidikan di Sekolah.Perubahan-perubahan
yang terjadi dan ada di masyarakat mempengaruhi pula materi dan pendidikan di
sekolah karena perubahan itu merupakan salah satu sumber yang ada dari masyarakat. Dalam hal
ini Havighurst dan Neugarten dalam bukunya Society and Education mengemukakan
bahwa sekolah haruslah dapat mengajar anak didik untuk dapat menemukan,
mengembangkan, dan menggunakan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Lebih jauh
mereka mengatakan : “social change have
produced changes in education made system, and at the same time educators have
made adaption in schools and universities to help in the control and direction
of social change”. [7]
Menurut
pernyataan tersebut, perubahan-perubahan sosial telah menghasilkan perubahan
sistem pendidikan dan pada saat yang sama para pendidik juga mengadakan kontrol
dan mengarahkan perubahan sosial.
2.
Fungsi Lingkungan Pendidikan Terhadap Proses Pendidikan Manusia
Manusia memiliki sejumlah kemampuan
yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi antara
manusia dengan lingkungannya, baik lingkunagn fisik maupun lingkungan social.
Lingkungan merupakan tempat berlansungnya pendidikan. Dalam sisitem pendidikan
nasional dikenal tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan
tersebut sebagai wahana yang dilalui anak didik untuk mengembangkan potensi
diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan
sekaligus untuk mencapainya. [8]
Pendidikan Formal merupakan suatu
kewajiban yang ditempuh oleh setiap anak bangsa. Negara memiliki cita-cita agar
penerus negeri ini menghasilkan output generasi yang cerdas dan berkhalak
mulia, guna untuk melanjutkan estafet Bangsa. Namun disayangkan pendidikan ini
bergeser menjadi sekedar formalitas. Kebanyakan para pelajar menjadikan
Pendidikan formal sebagai formalitas. Rajin berangkat sekolah hanya sebagai
formalitas. Sekedar mencapai legalitas, pengakuan masyarakat, teman dan
handaitolan saja. Salah satu tujuan utamanya yaitu mendapatkan legalitas berupa
ijazah.
Terjadinya dogma semacam ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya dari sistem pendidikan, aturan
yang diperlakukan di dunia pendidikan dan kurangnya diterapkannya pendidikan
moral bagi pelajar dalam dunia pendidikan, maka diharapkan pendidikan saat ini
mempunyai sistem yang baik dalam mengatur jalannya pendidikan. Baik sistem yang
mengatur para pelajar, maupun para pengajar itu sendiri. Meskipun sistem ini
sudah ada dan sudah di jalanka
Secara
umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi
dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai sumber daya pendidikan
yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Terdapat
hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara lingkungan yang satu
dengan lingkungan yang lain.[9]
Lingkungan
keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat manusia. Lingkungan sekolah
sebagai bekal keterampilan dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan
masyarakat merupakan tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan
sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.
Perkembangan peserta didik,
seperti juga tumbuh-kembang anak pada umumnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor
yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan, dan anugerah. Khusus
untuk faktor lingkungan, peranan tripusat pendidikan itulah yang paling
menentukan, baik secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama. [10]
3.
Keterkaitan Lingkungan Dengan
Pendidikan
Tumbuh
kembang anak di pengeruhi oleh faktor hereditas, lingkungan, proses
perkembangan, anugerah.
Di dalam faktor lingkngan tripusat pendidikan
(membimbing, mengajar, dan melatih seperti tersebut dalam ayat 1 Pasal UU RI
nomor 2/1989) itulah yang paling menentukan peranan tiga pusat pendidikan itu
bervariasi meskipun ketiganya melakukan tiga kegiatan pokok dalam pendidikan
tersebut.
Kitan antara tripusat pendidikan dengan tiga kegiatan pendidikan
untuk mewujudkan jati diri yang mantap, penguasaan pengetahuan, dan kemahiran
keterampilan. Dari bagan di atas tersebut dilukiskan bahwa setiap pusat pendidikan dapat
berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan,
yakni :
1. Pembimbing dalam upaya pemantapan pribadi yang
berbudaya
2. Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan
3. Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan
Kontribusi itu akan
berada bukan hanya antarindividu, tetapi juga faktor pusat pendidikan itu
sendiri yang bervarisai di seluruh wilayah Nusantara. namun kecenderungan umum,
utamanya pada masyarakat modern, kontribusi keluarga pada aspek penguasaan
pengetahuan dan pemahiran keterampilan makin mengecil dibandingkan dengan
kontribusi sekolah dan masyarakat
Peningkatan
kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta didik,
diprasyaratkan pula keserasian kontribusi itu, serta kerja sama yang erat dan
harmonis antartripusat tersebut
Di lingkungan
keluarga telah diupayakan berbagai hal (perbaikan gizi, permainan edukatif, dan
sebagainya) yang dapat menjadi landasan pengembangan selanjutnya di sekolah dan
masyarakat.
Di lingkungan
sekolah diupayakan berbagai hal yang lebih mendekatkan sekolah dengan orang tua
siswa ( organisasi orang tua siswa, kunjungan rumah oleh personel sekolah dan
sebagainya ). Sekolah juga mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan
masyarakat di sekitarnya (siswa ke masyarakat, narasumber dari masyarakat ke
sekolah, da sebagainya).
Akhirnya lingkungan
masyarakat mengisahakan berbagai kegiatan / program yang menunjang program
keluarga dan sekolah. Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling
memperkuat dan saling melengkapi itu akan memberikan peluang mewujudkan sumber
daya manusia yang terdidik yang bermutu.
Salah satu masalah
yang banyak dibicarakan ialah sekolah sebagai produk masyarakat modern sering
membawa dampak negatif karenan secara terselubung menghantar generasi terdidik
ke kota – kota besar. Seperti yang diketahui, dislokasi sekolah itu adalah
makon tinggi jenjang sekolah itu makin dekat ke kota besar, sehingga perguruan
tinggi pada umumnya di ibu kota provinsi. Hal itu membawa dampak negatif yakni
terpusatnya tenaga terdidik di daerah perkotaan, dan hanya sedikit yang kembali
ke daerah pedesaan. Oleh karena itu tedapat berbagai pendapat agara lebih
dioroentasikan pada kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Titik kulminasi
dari pemikiran tesebut di atas akhirnya dituangkan dalam Kep. Men. Dikbud RI
No. 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Kerikulum
Sekolah Dasar. Keputusan itu kemudian dikukuhkan oleh UU RI No. 2 Tahun 1989
tentang Sisdiknas (umpamanya dalam Pasal 37, 38 ayat 10 Jo. PP RI No. 28 Tahun
1990 tentang Dikdas (Pasal 14 ayat 3dan 4). Dengah demikian, pada tingkat
sistem (nasional) telah diterapkan berbagai aturan sebagai acuan pengembangan /
pelaksanaan muatan lokal kurikulum SD. Yang masih perlu di mantapkan adalah
berbagai komponen pada tingkat institusional dan atau personel (guru, siswa,
dan sebagainya), baik dari segi penyusunan program, maupun pelaksanaannya.
Muatan lokal kurikulum SD tersebut adalah program pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan
budaya, dan kebutuhan darah yang perlu dipelajari oleh murid (Kepmen Dikdud No.
0412/U/1987 Pasal 1).
Bersadarkan
ketentuan yuridis tersebut ternyata bahwa kurikulum SD mempunyai dua jenis
muatan, yakni muatan nasional dan muatan lokal. Kedua jenis muatan itu
merupakan satu kesatuan yang saling menunjang dan menguatkan. Muatan nasional
kurikulum SD ditetapkan secara nasionak, dan nerlaku sama di seluruh Indonesia
(UU RI No. 2/1989 Pasal 38 Ayat 2). Sedangkan muatan lokal kurikulum SD dapat
berupa mata pelajaran tambahan dan atau tambahan kajian dari mata pelajaran
yang telah ada (PP RI No. 28/1990 Pasal 14 Ayat 3 dan 4), yang disesuaikan dengan
lingkungan (alam, sosial, dan budaya) serta kebutuhan pembangunan di daerah
tertentu. Untuk maksud tersebut, pemilihan berbagai muatan lokal dari kurukulum
beserta sumber – sumber belajar pendukungnya tidak mengurangi kerikulum yang
berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional.
Di samping
kurukulum, muatan okal juga dapat berkaitan dengan cara penyampaian isi
kurikulum tersebut. Cara penyampaian itu meliputi baik kegiatan intara
kurikuler, maupun ko-kurikuler ataupun ekstra-kulikuler. Pemilihan
strategi/metode/teknik belajar mengajar, sumber belajar (termasuk narasumber),
serta sarana pendukung lainnya yang tersedia di sekitar siswa akan sangat
bermanfaat mendekatkan siswa dengan lingkungan, mengakrabkan dengan bidang – bidang
kemahiran yang ada disekitarnya, serta memahami daerahnya.
Dari segi lain
perlu pula dikemukakan bahwa muatan lokal kurikulum SD memerlukan kajian secara
cermat agar aspek kebhinekaan itu tetap dalam latar memantapkan ketunggalikaan.
Muatan lokal di dalam kurikulum tidak boleh menghanbal mobilitas peserta didik,
baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan kata lain, muatan lokal di dalam
kurikulum SD harus diupayakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan bukannya “
manunsia lokal” akan tetapi “manusia nasional” di suatu lokal tertentu. Yakni
manusia Indonesia yang akrab dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
sebagai pribadi dengan jati diri Indonesia yang terinbtegrasi dengan masyarakat
sekitarnya, serta mampu mengembangkan minat dan kemampuannya yang khas yntuk
disumbangkan kepada masyarakat.
4.
Konsep Islam Tentang Lingkungan Pendidikan
Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan
lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga
dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang
terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga
selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah
“perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara
akulturatif (tidak tersadari). Sebagaian ahli menyebutnya dbahwa Pengaruh
keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang
gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh konflik, tidak
bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap
nilai-nilai baru yang rusak.
Lingkungan kedua adalah lingkungan masyarakat, atau
lingkungan pergaulan anak. Biasanya adalah teman-teman sebaya di lingkungan
terdekat. Secara umum anak-anak Indonesia
merupakan anak “kampung” yang selalu punya “konco dolanan”. Berbeda
dengan anak kota
yang sudah sejak dini terasing dari pergaulana karena berada di lingkungan
kompleks yang individualistik.
Secara umum masyarakat Jawa hidup dalam norma masyarakat
yang relatif masih baik, meskipun pergeseran-pergeserannya ke arah rapuh
semakin kuat. Lingkungan buruk yang sering terjadi di sekitar anak,
misalnya: kelompok pengangguran, judi yang di”terima”, perkataan jorok dan
kasar, “yang-yangan” remaja yang dianggap lumrah, dan dunia hiburan yang tidak
mendidik.
Sebenarnya masih banyak pengaruh positif yang dapat
diserap oleh anak-anak kita di wilayah budaya masyarakat Jawa, seperti: tutur
kata bahasa Jawa yang kromo inggil ataupun berbagai peraturan hidup yang tumbuh
di dalam budaya Jawa. Masalahnya adalah bagaiamana mengelaborasi nilai-nilai
tersebut agar cocok dengan nilai-nilai modernitas dan Islam.
Namun pada masa kini pengaruh sesungguhnya mana yang
buruk dan bukan menjadi serba relatif dan kadang tidak dapat dirunut lagi.
Banyak anak yang mengalami kesulitan menghadapi anak bukan karena keluarga
mereka tidak memberikan kebiasaan yang baik. Demikian juga banyak anak yang
tetap dapat menjadi baik justru tumbuh di keluarga yang kurang baik.
Meskipun demikian secara umum berdasarkan penelitian,
bahwa anak-anak akan selalu menyalahkan kondisi keluarga manakala mereka
menghadapi masalah apa saja, apakah karena keluarganya telah melakukan
yang benar apalagi kalau buruk.
Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua
untuk berhati hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga
sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12 sampai 19. Dan apabila
kita kemudian kaji isi ayat diatas, maka kita akan menemukan beberapa
point-point penting diantaranya adalah :
1. Pembinaan jiwa orang tua.
Pembinan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah Luqman
ayat 12 :
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
2. Pembinaan tauhid kepada anak.
Makna tentang pembinaan tauhid, Luqman Ayat 13 :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman
yang besar”.
Luqman Ayat 16 :
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ
فِي السَّمَاوَاتِ
أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(Lukman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Yang dimaksud dengan “Allah Maha Halus” ialah ilmu
Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.
3. Pembinaan akidah anak
Mengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan
gambaran yang begitu jelas. Dalam surat
tersebut pembinaan akidah pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat
14, 15, 18 dan ayat ke 19.
4. Pembinaan jiwa sosial anak
Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan
dalam surat
Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan
pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman berbunyi :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang patut diutamakan.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang
pertama dan utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama
karena setiap anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan
yang pertama di dalam keluarga. Dikatakan utama karean pendidikan yang terjadi
dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan
pendidikan anak selanjutnya. (Maman Rohman, 1991:24).
Para ahli
sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan
bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap
lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun
masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak
mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu
jasmani, akal dan ruhani. Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga
ialah ayah dan ibu si anak. Ingatlah selalu kepada apa yang dikatakan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam sebuah hadistnya:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ
يُمَجِّسَانِهِ (متفق عليه)
“Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Maka ibu-bapanyalah yang
menasranikan atau menyahudikan atau memajusikannya. (H.R. Bukhari Muslim)
Dari hadist nabi tersebut tergambarkan bagaimana
pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga. Dimana dalam hal ini keluarga
berperan untuk membentuk pribadi anaknya ke arah yang lebih baik.
C. KESIMPULAN
Dari pembahasan di
atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits sangat luas,
meliputi pengembangan semua potensi bawaan manusia yang merupakan rahmat Allah.
Potensi-potensi itu harus dikembangkan menjadi kenyataan berupa keimanan dan
akhlak serta kemampuan beramal dengan menguasai ilmu [dunia – akhirat] dan
keterampilan atau keahlian tertentu sehingga mampu memikul amanat dan tanggung
jawab sebagai seorang khalifat dan muslim yang bertaqwa. Tetapi pada
realitasnya pendidikan Islam, sebagaimana yang lazim dikenal di Indonesia ini,
memiliki pengertian yang agak sempit, yaitu program pendidikan Islam lebih
banyak menyempit ke-pelajaran fiqh ibadah terutama, dan selama ini tidak pernah
dipersoalkan apakah isi program pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan
telah sesuai benar dengan luasnya pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan
hadits [ajaran Islam].
2. Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta
menentukan corak pendidikan islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak
didik. Lingkungan yang dimaksud di sini
adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. (Zuhairini,
dkk, 1995, h. 173)
3. Ayat-ayat Al Qur'an yang berkaitan dengan
lingkungan pendidikan antara lain: Q.S. At Tahrim: 6, Al Kahfi: 46 dan Luqman:
12-19 dan masih banyak lagi. Ayat-ayat tersebut menjelaskan betapa
berpengaruhnya lingkungan terhadap pendidikan keislaman anak.
DAFTAR PUSTAKA
Munib
Achmad, dkk. 2007. Pengantar Ilmu
Pendidikan. Semarang. UPT MKK UNNES
Tirtarahardja,
Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.
Proyek Pembinaan dan Pengembangan Mutu Tenaga Kependidikan, Depdikbud.
Hamalik, Oemar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. (1989). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru.
MAKALAH
ILMU
PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Lingkungan
Dalam Pendidikan Islam
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008) hal.64.
[2] Munib Achmad, dkk. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. UPT MKK UNNES, hal 98
[3] Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta, hal 22
[5] Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Mutu Tenaga
Kependidikan, Depdikbud. Hal 33
[6] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya,
1996, hlm. 197
[8]E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006) hal. 16-17
[10]E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006) hal. 16-17
No comments:
Post a Comment