Saturday 25 June 2016

PENDIDIKAN ISLAM DI LINGKUNGAN PESANTREN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai agama penutup, Islam adalah agama universal. Sifat universalitas ini menjadikan Islam sebagai penyempurnaan agama-agama samawi sebelumnya. Dalam Islam, bahasa pendidikan  dalam bahasa Arab, disebut tarbiyah mendapat perhatian serius. Islam memandang bahwa pendidikan adalah suatu kewajiban.. Peran tarbiyah di sini adalah untuk mengarahkan pemanfaatan potensi yang dimiliki manusia ke arah yang mendatangkan keselamatan. Dengan semakin banyak dan menjamurnya pondok pesantren di kota sampai di desa tentu merupakan suatu prestasi yang sangat baik bagi perkembangan pendidikan Islam di Indenesia. Peran lembaga Pesantren sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai keislaman pada setiap peserta didik. Berkat peran serta mereka (ulama dan kiyai) dalam mendidik santri, sehingga melahirkan pemuda-pemuda yang berpotensi dan unggul. Dari sini bisa dikatan cikal bakal kebangkitan umat Islam.
Kedatangan penjajah di Indonesia sedikit banyak telah merubah wajah pendidikan di Indonesia khususnya Pendidikan Islam. Kegiatan-kegiatan pendidikan yang diadakan tidak sedikit yang mendapat tekanan dari para penjajah. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat indonesia, terutama dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang melaksanakan Ibadah Haji di Mekkah. Sekaligus menimbah ilmu. Sekembalinya dari tanah mekkah maka gerakan pembaharu mulai digalakan di kalangan masyarakat Islam terutama dalam dunia pendidikan
Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, prosentasenya mencapai 88%. Bahkan merupakan jumlah muslim terbesar di dunia. Berkaitan dengan itu pendidikan yang ada di Indonesia tidak hanya di sekolah umum, ataupun di madrasah, melainkan ada juga pondok pensantren. Tetapi masih banyak masyarakat yang belum memehami betul tentang pondok pesantren.
Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang pondok pesantren, mulai dari pengertian, tujuan, bagaimana karakteristik pondok pesantren, tipologi atau model-model pondok pesantren dan juga dibahas pula tentang sistem pendidikan yang ada dipondok pesantren. Sehingga  masyarakat mengenal betul tentang pondok pesantren, dan tidak lagi menganggap sebelah mata tentang pondok pesantren.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana  pengertian pendidikan?
2.      Bagaimana pengertian pendidikan islam ?
3.      Bagaimana pengertian pondok pesantren?
4.      Apa tujuan pendidikan pondok pesantren?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      untuk mengetahui pengertian pendidikan.
2.      untuk mengetahui pengertian pendidikan islam .
3.      untuk mengetahui pengertian pondok pesantren.
4.      untuk mengetahui tujuan pendidikan pondok pesantren.

D.    Manfaat Pembahasan
1.      Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang pendidikan islam di pesantren.
2.      Memenuhi tugas salah satu matakuliah.

E.     Sistematika Pembahasan
1.      Bab I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan pembahasan, manfaat pembahasan, dan sistematika pembahasan
2.      Bab II terdiri dari kerangka teori tentang pendidikan dan pendidikan islam dan pengertian pesantren.
3.      Bab III terdiri dari pembahasan


BAB II
KERANGKA TEORI

A.    Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Pais berarti anak, gogos artinya membimbing/tuntunan, dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa inggris pendidikan diterjemahkan menjadi education.  Education  berasal dari bahasa yunani eduare yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. Dalam bahasa jawa disebut “Panggula Wenthah“ yang artinya mengolah, membesarkan, mematangkan anak dalam pertumbuhan jasmani dan rokhaninya.
Dalam bahasa Indonesia disebut pendidikan yang berarti proses mendidik. Kata mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah jenis kata kerja, sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kalau kita mendidik kita melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Kegiatan menunjuk adanya dua aspek yang harus ada didalamnya, yaitu pendidik dan peserta didik. Jadi mendidik adalah merupakan suatu kegiatan yang mengandung komunikasi antara dua orang atau lebih. [1]
Adapun pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Brubacher
Dalam bukunya yang berjudul Modern philosophies of Education disebutkan bahwa: “education should thought of as the process of man’s reciprocal adjustment to be nature, to hisfellows, and to the ultimates nature of the cosmos”. (Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman, dan dengan alam semesta).

2.      Drs. D. Marimba (ahli filsafat islam)
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rokhani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
3.      S. Brojonegoro
Pendidikan/ mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya atau denagn secara singkat: pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniah dan rokhaniah. ( Ekosusilo, 1990: 14).
4.      Dalam Dictionari of education,  makna education  adalah kumpulan semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku yang bernilai positif didalam masyarakat tempat ia hidup,. Istilah education juga bermakna sebagai sebuah proses sosial ketika seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol ( khususnya lingkungan sosial) sehingga mereka dapat memiliki kemampuan sosial dan perkembangan individual secara optimal.
5.      Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sisitematis untuk memotivasi, membina, membantu, dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya sehingga mencapai kualitas diri yang lebih baik.

B.     Pengertian Pendidikan Islam
1.      Al-Tarbiyah
Kata tarbiyah berasal berasal dari kata rabba, yarubbu, rabban yang berarti mengasuh, memimpin, mengasuh (anak). Penjelasan atas kata Al-Tarbiyah ini lebih lanjut dapat dikemukakan sebagai berikut. rabba, yarubbu tarbiyatanyang mengandung arti memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Dengan menggunakan kata yang ketiga ini, meka terbiyah berarti usaha memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar dapat survive lebih baik dalam kehidupannya. Dengan demikian, pada kata Al-Tarbiyah tersebut mengandung cakupan tujuan pendidikan, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan potensi; dan proses pendidikan, yaitu memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengaturnya.[2]
   Karena demikian luasnya pengertian Al-Tarbiyah ini, maka ada sebagian pakar pendidikan, seperti Naquib al-Attas yang tidak sependapat dengan pakar pendidikan lainnya yang menggunakan kata Al-Tarbiyah dengan arti pendidikan.  Menurutnya kata Al-Tarbiyah terlalu luas arti dan jangkauannya. Kata tersebut tidak hanya menjangkau manusia melainkan juga menjaga alam jagat raya sebagaimana tersebut. Benda-benda alam selain manusia, menurutnya tidak dapat dididik, karena benda-benda alam selain manusia itu tidak memliki persyaratan potensional seperti akal, pancaindera, hati nurani, insting, dan fitrah yang meungkinkan untuk dididik. Yang memiliki potensi-potendi akal, pancaindera, hati nurani insting dan fitrah itu hanya manusia. Untuk itu Naquib al-Attas lebih memiliki kata al-ta'dib (sebagaimana nanti akan dijelaskan) untuk arti penidikan., dan bukan kata Al-Tarbiyah.
2.      Al-Ta’lim
Mahmud Yunus dengan singkat mengartikan al-Ta'lim adalah hal yang berkaitan dengan mengajar dan melatih.
Sementara itu Muhammad Rasyid Ridha mengartiakn al-Ta'lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Sedangkan H.M Quraisy Shihab, ketika mengartikan kata yu’allimu sebagaimana terdapat pada surah al-Jumu'ah (62) ayat 2, dengan arti mengajar yang intinya tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.
Kata al-Ta'lim dalam al-Quran menunjukan sebuah proses pengajaran, yaitu menyampaikan sesuatu berupa ilmu pengetahuan, hikmah, kandungan kitab suci, wahyu, sesuatu yang belum diketahui manusia, keterampilan membuat alat pelindung, ilmu laduni (yang langsung dari tuhan), nama-nama atau simbol-simbol dan rumus-rumus yang berkaitan dengan alam jagat raya, dan bahkan ilmu yang terlarang seperti sihir. Ilmu-ilmu baik yang disampaikan melalui proses at-Talim tersebut diklakukan oleh Allah Ta'ala, malaikat, dan para Nabi. Sedagkan ilmu pengethuan yang berbahya diajarkan oleh setan.
Kataal-Ta’lim dalam arti pendidikan sesungguhnya merupakan kata yang paling lebih dahulu digunakan dari pada kata al-Tarbiyah. Kegiatan pendidikan dan pengjaran yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad n dirumah al-Arqom (daar al Arqom) di Mekah, dapat disebut sebagai majlis al-Ta'lim. Demikain pula kegiatan pendidikan Islam di Indonesia yang dilaksanakan oleh para dai dirumah, mushala, masjid, surau, langgar, atau tempat tertentu. pada mulanya merupakan kegiataal-Ta’lim.
Dengan memberikan data dan informasi tersebut, maka dengan jelas, kata Al-Ta’lim termasuk kata yang paling tua dan banyak digunakan dalam kegiatan nonformal dengan tekanan utama pada pemberian wawasan, pengetahuan atau informasi yang bersifat kognitif. Atas dasar ini, maka arti Al-Ta’lim lebih pas diartikanpengajaran daripada diartikan pendidikan. Namun, karena pengajaran merupakan bagian dari kegiatan pendidikan, maka pengajaran juga termasuk pendidikan.
3.      At-Ta’dib
Kata At-Ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta'diban yang berarti pendidikan. Kata At-Ta’dib berasal dari kata adab yang berarti beradab. Bersopan santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.
Kata At-Ta’dib dalam arti pendidikan, sebagimana disinggung diatas, ialah kata yang dipilih oleh Naquib al Attas. Dalam hubungan ini, ia mengartikan At-Ta’dib sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan. Melalui kata At-Ta’dib ini, al Ataas ingin menjadikan pendidikan sebagai sarana transformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber dalam ajaran Agama yang bersumber padadiri manusia, sehingga menjadi dasar bagi terjadinya proses Islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan ini menurutnya perlu dilakukan dalam rangka membendung pengaruh materialisme, sekularisme, dan dikotomisme ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh barat. 
4.      At-Tahdzib
Kata At-Tahdzib secara harfiah berarti pendidikan akhlak, atau menyucikan diri dari perbuatan akhlak yang buruk, dan berarti pula terdidik atau terpelihara dengan baik, dan berarti pula yang beradab sopan. 
Dari pengertian tersebut, tampak bahwa secarakeseluruhan kata At-Tahdzib terkait dengan perbaikan mental spiritual, moral dan akhlak, yaitu memperbaiki mental seseorang yang tidak sejalan dengan ajaran atau norma kehidupan menjadi sejalan dengan ajaran atau norma; memeperbaiki perilakunya agar menjadi baik dan terhormat, serta memperbaiki akhlak dan budi pekertinyaagar menjadi berakhlak mulia. Berbagai kegiatan tersebut termasuk bidang kegiatan pendidikan. Itulah sebabnya, kata At-Tahdzib juga berarti pendidikan.[3]
Istilah atau terminologi pada dasarnya merupakan kesepakatan yang dibuat para ahli dalam bidangnya masing-masing terhadap pengertian tentang sesuatu. Dengan demikian dalam istilah tersebut terdapat visi, misi, tujuan yang diinginkan oleh yang merumuskannya, sesuai dengan latar belakang pendidikan, keahlian, kecenderungan, kepentingan, kesenangan dan sebagainya. Berikut pengertian menurut para ahli;
Menurut Ahmad Fuad al Ahwaniy : “Pendidikan adalah pranata yang bersifat sosial yang tumbuh dari pandangan hidup tiap masyarakat. Pendidikan senantiasa sejalan dengan pandangan falsafah hidup masyarakat tersebut, atau pendidikan itu pada hakikatnya mengaktualisasikan falsafah dalam kehidupan nyata.
Menurut Ali Khalil Abul Ainain : Pendidikan adalah program yang bersifat kemasyarakatan, oleh karena itu, setiap falsafah yang dianut oleh suatu masyarakat berbeda dengan falsafah yang dianut masyarakat lain sesuai dengan karakternya, serta kekuatan peradaban yang memengaruhinya yang dihubungkan dengan upaya menegakkan spiritual dan falsafah yang dipilih dan disetujui untuk memperoleh kenyamanan hidupnya. Makna dari ungkapan tersebut ialah bahwa tujuan pendidikan diambil dari tujuan masyarakat, dan perumusan operasionalnya ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut, dan disekitar tujuan pendidikan tersebut terdapat atmosfer falsafah hidupnya. Dari keadaan yang demikian itu, maka falsafah pendidikan yang terdapat dalam suatu masyarakat lainnya, yang disebabkan perbedaan sudut pandang masyarakat, sertapandangan hidup yang berhubungan dengan sudut pandang tersebut.

C.    Pengertian Pondok Pesantren
 Pesantren adalah institusi pendidikan yang berada di bawah pimpinan seorang atau beberapa kiai dan dibantu oleh sejumlah santri senior serta beberapa anggota keluarganya. Pesantren menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan kiai sebab ia merupakan tempat bagi sang kiai untuk mengembangkan dan melestarikan ajaran tradisi, dan pengaruhnya di masyarakat. Menurut Nurcholish Madjid, pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang ikut mempengaruhi dan menentukan proses pendidikan nasional. Dalam perspektif historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous) sebab lembaga yang serupa pesantren ini sudah ada di Nusantara sejak zaman kekuasaan Hindu-Budha. Dalam hal ini, para kiai tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga-lembaga tersebut. Sedangkan tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ajaran Islam bersifat komprehensif. Selain itu, produk pesantren juga dikonstruksi untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam merespons tantangan dan tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu, dalam ranah nasional maupun internasional. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 3).
Dalam memahami tentang sejarah, tentunya membutuhkan berbagai analisis yang bisa dipercaya, hal ini dikarenakan bahwa sejarah merupakan suatu konsep ilmiah / history is reality sehingga untuk memahami sejarah harus memakai pendekatan yang ilmiah. dalam pembahasan tentang sejarah pondok pesantren, maka yang harus diperhatikan adalah bagaimana sejarah tentang pesantren ini bisa membuktikan secara ilmiah.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) yang santri-santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal.[4]
Selain itu disebutkan bahwa pondok pesantren adalah suatu bentuk lingkungan “masyarakat” yang unik dan memiliki tata nilai kehidupan yang positif. Pada umumnya, pesantren terpisah dari kehidupan sekitanya. Komplek pondok pesantren minimal terdiri atas rumah kediaman pengasuh disebut juga kyai, masjid atau mushola, dan asrama santri. Tidak ada model atau patokan tertentu dalam pembangunan fisik pesantren, sehingga penambahan bangunan demi bangunan dalam lingkungan pesantren hanya mengambil bentuk improvisasi sekenanya belaka.[5]
Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya, dimana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan yang pasti. Berdasarkan hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Departemen Agama pada tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama Pesantren Jan Tampes II. Akan tetapi hal ini juga diragukan, karena tentunya ada Pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Kendatipun Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak diragukan lagi, adalah sangat besar bagi perkembangan Islam di nusantara.
Lembaga pendidikan yang disebut pondok pesantren sebagai pusat penyiaran Islam tertua yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya Islam di Indonesia. Pada awal berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Kegiatan pembelajaran biasanya diselenggarakan di langgar (mushala) atau masjid oleh seorang kyai dengan beberapa orang santri yang datang mengaji. Lama kelamaan “pengajian” ini berkembang seiring dengan pertambahan jumlah santri dan pelebaran tempat belajar sampai menjadi sebuah lembaga yang unik, yang disebut pesantren.[6]
Di Indonesia pondok pesantren lebih dikenal dengan istilah Kutab merupakan suatu lembaga pendidikan Islam, yang di dalamnya terdapat seorang kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri.
Sedangkan asal-usul pesantren di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim (meninggal 1419 di Gresik Jawa Timur), spiritual father Walisongo, dalam masyarakat santri Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya-guru tradisi pesantren di tanah Jawa.
 Ini karena Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi yang wafat pada 12 Rabi’ul Awal 822 H bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal sebagai Sunan Gresik adalah orang yang pertama dari sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran Islam di Jawa.[7]
Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pondok pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada waktu didirikan hanya memiliki tiga orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan Kyai Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya dan mendirikan pondok pesantren di sana. Misi keagamaan dan pendidikan Sunan Ampel mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit. Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh para santri dan putra beliau. Misalnya oleh Raden Patah, dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.
Pondok pesantren memang bila dilihat dari latar belakangnya, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam masyarakat yang terdapat implikasi-implikasi politis sosio kultural yang menggambarkan sikap ulama-ulama Islam sepanjang sejarah. Sejak negara kita dijajah oleh orang barat, ulama-ulama bersifat noncooperation terhadap penjajah serta mendidik santri-santrinya dengan sikap politis anti penjajah serta nonkompromi terhadap mereka dalam bidang pendidikan agama pondok pesantren..[8]



BAB III
PEMBAHASAN
A.    Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin di tuju ialah kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.[9]
Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua [10] yaitu:
1.      Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang ‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
2.      Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.

B.     Karakteristik Pondok Pesantren
Karakteristik atau ciri-ciri umum pondok pesantren[11]adalah
1.      Adanya kiai
2.      Adanya santri
3.      Adanya masjid
4.      Adanya pondok atau asrama
Sedangkan ciri-ciri  khusus pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi arab,hukum islam, tafsir Hadis, tafsir Al-Qur’an dan lain-lain.
Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga pendidikan yang ada didalamnya, maka ciri-cirinya adalah
1.      Adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya.
2.      Adanya kepatuhan santri kepada kiai.
3.      Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren.
4.      Kemandirian sangat terasa dipesantren.
5.      Jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
6.      Disiplin sangat dianjurkan.
7.      Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia. Hal ini sebagai akibat kebiasaan puasa sunat, zikir, dan i’tikaf, shalat tahajud dan lain-lain.
8.      Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.[12]
Ciri-ciri diatas menggambarkan pendidikan pesantren dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan pesantren sekarang yang lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Tetapi pada masa sekarang ini, pondok pesantren kini mulai menampakan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan islam yang mumpuni, yaitu didalamnya didirikan sekolah, baik formal maupun nonformal.
Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya
1.      Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah).
2.      Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab.
3.      Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami.
4.      Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.[13]

C.    Tipologi atau Model Pendidikan islam di Pondok Pesantren
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka pendidikan pesantren baik tempat, bentuk, hingga substansi telah jauh mengalami perubahan. Pesantren tak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.
Menurut Yacub ada beberapa pembagian model-model pendidikan pondok pesantren[14] yaitu :
1.      Pesantren Salafi yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajaran dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajarannyapun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf yaitu dengan metode sorogan dan weton.
2.      Pesantren Khalafi yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi) memberikan ilmu umum dan ilmu agama serta juga memberikan pendidikan keterampilan.
3.      Pesantren Kilat yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat dan biasa dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini menitik beratkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan dipesantren kilat.
4.      Pesantren terintegrasi yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vocasional atau kejuruan sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari kalangan anak putus sekolah atau para pencari kerja.
Sedangkan menurut Mas’ud dkk ada beberapa tipologi atau model pendidikan pondok pesantren yaitu :
Pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa Timur beberapa pesantren di daerah Sarang Kabupaten Rembang Jawa tengah dan lain-lain.
Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal.
Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam baik berbentuk madrasah (sekolah umum berciri khas Islam di dalam naungan DEPAG) maupun sekolah (sekolah umum di bawah DEPDIKNAS) dalam berbagai jenjang bahkan ada yang sampai Perguruan Tinggi yang tak hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan meliankan juga fakultas-fakultas umum. Contohnya adalahPesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur.
Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar disekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang terbanyak jumlahnya.[15]

D.    Metode Pendidikan di Pondok Pesantren
Dalam rangka/usaha mencapai tujuan tersebut,diperlukan suatu metode yang sangat operasional pula yaitu metode penyajian materi pendidikan dan pengajaran yang menyangkut pendidikan agama Islam dan keterampilan di lembaga pendidikan pondok pesantren tersebut.
Metode penyajian atau penyampaian tersebut ada yang bersifat tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan dalam intitusi itu,seperti pengajian dengan balahan,weton,dan sorogan.Ada pula metode non tradisional dengan pengertian metode  yang baru di introdusir ke dalam institusi tersebut berdasarkan atas pendekatan ilmiah.
Usaha mengintrodusir ide tentang metode baru dilakukan atas pelbagai pendekatan-pendekatan psikologis,sosial,relegius,pedagogis,dan sebagainya agar pimpinan intitusi yang bersangkutan lebih dahulu memahami dan menerima maksud/tujuan ide baru yang akan diintrodusikan itu.
Dalam hubungan ini,perlu kita sadari bahwa ada strategi dasar yang telah dipegangi oleh pimpinan pondok pesantren yang ditetapkan dalam Muktamar Pondok Pesantren (ROBITHOH MA’HID KE-I pada tahun 1959) yang menyatakan sebagai berikut :
اَلمحُاَفَظَةُ عَلَى الْقَدِ يْمِ الصَّلِحِ وَالْاَخْذُ بِالْجَدِيْدِ اْلَاصْلَحِ
“Tetap memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik”.
Adapun metode yang dapat dipergunakan di lingkungan pondok pesantren antara lain,seperti tersebut dibawah ini dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi masing-masing:
1.      Metode tanya jawab
2.      Metode diskusi
3.      Metode imlak
4.      Metode mutholaah/ricital
5.      Metode proyek
6.      Metode dialog
7.      Metode karyawisata
8.      Metode hafalan
9.      Metode sosiadrama
10.  Metode pemberian situasi
11.  Metode pembiasaan
12.  Metode percontohan tingkah laku/dramatisasi
Macam-macam metode itu menjadi efektif dan tidaknya bagi santri (anak didik) adalah banyak bergantung kepada pribadi pendidik (guru / pengajar / pengasuh) itu sendiri.

E.     Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada umumnya, yaitu:
1.      Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan 2 arah antara kiai dan santri.
2.      Kehidupan dipesantren menampakkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problem non kurikuler mereka sendiri.
3.      Para santri tidak mengidap penyakit simbolis, yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa adanyaijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah SWT semata.
4.      Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.
5.      Alumni pondok pesantren tak ingin menduduki jabatan pemeritahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[16]
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Metode sorogan sedikit berbeda dari metode weronan dimana santri menghadap guru satu-persatu dengan membawa kitab yang dipelajari sendiri. Kiai membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya, atau kiai cukup menunjukan cara membaca yang benar, tergantung materi yang diajukan dan kemampuan santri.
Adapun metode hafalan berlangsung dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Materi hafalan biasanya dalam bentuk syair atau nazham. Sebagai pelengkap metode hafalan sangat efektif untuk memelihara daya ingat (memorizing) santri terhadap materi yang dipelajarinya, karena dapat dilakukan baik didalan maupun diluar kelas.[17]
Sedangkan jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal. Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri didasarkan isi mata pelajaran tertentu yang ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus ujian (imtihan) yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah kekitab lain yang lebih tinggi tingkatannya. Jelasnya, penjenjangan pendidikan pesantren tidak berdasarkan usia, tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yang telah ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari.   


























BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.
2.      Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu.
3.      Karakteristik pondok pesantren adalah ada kyai, santri, masjid, dan asrama. Tipologi atau model-model pendidikan di pondok pesantren yaitu Pesantren Salafi, Pesantren Khalafi, Pesantren Kilat, dan Pesantren terintegrasi.
4.      Sistem pendidikan di pondok pesantren yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren adalah wetonan, sorogan, dan hafalan. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman kini pondok pesantren banyak yang menggunakan sistem klasikal, dimana ilmu yang dipelajari tidak hanya agama saja, melainkan ilmu umum juga dipelajari. 

B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, dan kami sadar karena keterbatasan pada diri kami, maka kami berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas segala saran dan yang diberikan kepada kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih.

KATA PENGANTAR


Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
            Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama penulis dalam mata kuliah ini,  yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
            Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
            Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi.
            Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon ampun. Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Bengkulu,   2016

Penulis











i
 
 
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ...............................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Rumusan  Masalah................................................................................ 2
C.     Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2
D.    Manfaat Pembahasan............................................................................ 2
E.     Sistematika Pembahasan....................................................................... 3

BAB II KERANGKA TEORI
A.    Pengertian Pendidikan.......................................................................... 4
B.     Pengertian Pendidikan Islam ............................................................... 5
C.     Pengertian Pondok Pesantren............................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN
  1. Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren.................................................. 11
  2. Karakteristik Pondok Pesantren........................................................... 11
  3. Tipologi atau Model Pendidikan islam di Pondok Pesantren............... 13
  4. Metode Pendidikan di Pondok Pesantren............................................ 15
  5. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren.................................................. 16

BAB IV PENUTUP
  1. Kesimpulan........................................................................................... 20
  2. Saran .................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii



ii
 
 
MAKALAH
ISU PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER
PENDIDIKAN ISLAM DI LINGKUNGAN PESANTREN



[1] Arifin HM.Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum.(Jakarta:Bumi Aksara,1991), Hal 230
[2] Arifin HM.Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum.(Jakarta:Bumi Aksara,1991), Hal 241
[3] Arifin HM.Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum.(Jakarta:Bumi Aksara,1991), Hal 245
[4] Djamaluddin, & Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm. 99.
[5] Djamaludin , Op.Cit., hlm. 65.
[6] Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Logos, Jakarta, 2001, hlm. 157.
[7] Hasbullah, Op.Cit., hlm. 26.
[8] Djamaluddin, & Abdullah Aly, Op.Cit., hlm. 99.
[9]Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. (Jakarta: DivaPustaka, 2003).h 92-93.
[10]Arifin HM.Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum.(Jakarta:Bumi Aksara,1991), Hal 248.
[11]Abdul mujib.Opcit. hal 235
[12]Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo.Opcit. Hal 93-94
[13]Abdul mujib.Opcit. hal 237-238
[14]Khosin.Tipologi Pondok Pesantren.(Jakarta: diva Pustaka,2006). Hal 101.
[15][8] Mas’ud, dkk. Tipologi Pondok Pesantren (Jakarta: Putra Kencana,2002), hal 149-150.
[16]Amien Rais M.Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta.(Bandung: Mizan,1989). Hal 162.
[17]Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo. Opcit.hal 89.

No comments:

Post a Comment