Sunday 26 June 2016

Makalah Eksistensi Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
      Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk untuk berfikir, berkehendak dan merasa. Dengan fikirannya manusia mendapatkan ilmu, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya, dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara perilaku dan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, maka hal itu merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berfikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran.
      Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu itu timbul karena banyak sekali aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia, dan manusia ingin mengetahuan kebenaran dari kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, maka kepuasannya tadi disusul lagi oleh suatu kecenderungan untuk lebih tahu lagi.
 Ilmu mengungkapkan realitas sebagaimana adanya. Hasil- hasil kegiatan keilmuan memberikan alternative untuk membuat keputusan politik dengan mengacu pada pertimgangan etika dan moral Sedangkan etika dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).Bertolak dari kata tersebut, akhirnya etika berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Lebih lanjut etika telah menjadi sebuah studi. Fagothey (1953) mengatakan bahwa etika adalah studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya.Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia, apabila dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula bersifatuniversal. 


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Perkembangan Pendidikan?
2.      Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan?
3.      Bagaimana jenis – jenis  Eksistensi Ilmu Pendidikan?
4.      Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan?

C. Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana Perkembangan Pendidikan
2.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan
3.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana jenis – jenis  Eksistensi Ilmu Pendidikan
4.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan








BAB II
PEMBAHASAN

A.     Perkembangan Pendidikan
      Ilmu pengetahuan sering disebut sebagi ilmu. Pengetahuan dari akat” tahu” yang berarti mengerti sesudah melihat, menyaksikan dan mengalami. Pengetahuan merupakan kumpulan dari banyak hal yang kita ketahui melalui panca indera. Jika kumpulan dari pengetahuan disusun secara sistematis, berdasarkan logika dan menggunakan metode tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga disebut sebagai ilmu. Pengetahuan yang merupakan suatu ilmu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : [1]
1.       Mempunyai obyek atau lapangan pembahasan yang jelas sehingga dapat dipisahkan dengan obyek ilmu lain. Obyek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material yaitu obyek yang dilihat dari wujud bendanya. Sedangkan obyek formal adalah obyek yang dilihat dari apa yang dibahas dalam ilmu itu sendiri.
2.       Memiliki metode tertentu yang adapat digunakan untuk mempelajari ilmu itu sendiri.
3.       Bersifat sistematis, artinya pengetahuan tersebut disusun secara runtut, sehingga mudah dipelajari
4.       Mempunyai kegunaan atau fungsi artinya ilmu tersebut ada gunanya bagi kehidupan manusia pada umumnya.
      Sejak abad ke-19 pendidikan telah diakui eksistensinya sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, berarti telah memiliki ciri-ciri ilmu pengetahuan seperti halnya yang dimilki oleh ilmu-ilmu lain. Adapun cirri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:
  1. Obyek ilmu pendidikan
Obyyek material ilmu pendidikan adalah manusia. Sedangkan obyek formalnya (sudut pandnganya) adalah kegiatan menusia dalam emmbimbing perkemabnag kepribadian dan kemampuan mnusia lain ke arah tujuan yang diharapkan. Dari sudut pandang ini akan tampak masalah-masalah yang perlu dibahas. Antara lain yaitu: Apa pendidikan itu?; mengapa manusia perlu dididik?; Siapa yang berkewajiban mendidik manusia?; Dimana sebaiknya pendidikan itu dilaksanakan?; Bagaiman cara yang baik untuk mendidik manusia?; Apa tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan?; dan sebagainya.
  1. Metode mempelajari ilmu pendidikan
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempelajaari ilmu pendidikan. Antara lain yaitu dengan observasi, diskusi, ceramah, eksperimen, deduktif, induktif dan sebagainya. Jadi semua metode yang digunakan untuk mendidik atau yang digunakan untuk mempelajari ilmu pendidikan.
  1. Sistematika ilmu pendidikan
Sistematika berasal dari kata sistem yang berarti suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berhubungan dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagi ilmu pengetahuan mempunyai beberapa unsur atau komponen yang telah disusun secara, sistematis (secara runtut) adan logis (menggunakan penalaran yang dapat , diterima akal sehat).
  1. Fungsi ilmu pendidikan
Untuk mengetahui fungsi ilmu pendidikan fungsi ilmu pendidikan dapat ditinjau dari tugas dan gunanya atau manfaatnya. Fungsi ilmu pendidikan antara lain adalah sebagai pedoman bagi pendidik alat kontrol bagi para pendidik, pembentuk pribadi pendidik maupun calon pendidik serta sebagai penjelas/ menjelaskan ilmu pendidikan ilmu itu sendiri.
      Dengan diakuinya ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat berdiri sendiri akhirnya mendorong tumbuhnya cabang-cabang ilmu pendidikan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun, ilmu-ilmu ini masih berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Misalnya :
  1. Ilmu pendidikan nasional
Ilmu pendidikan ini membahas pendidikan yang cocok bagi suatu bangsa (nation). Misalnya bangsa Indonesia : “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.(Pasal 1 ayat 2 UURI No. 2 Th 1989).
  1. Ilmu pendidikan sosial
Membahas tentang usaha-usaha pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di luar pendidikan formal.
  1. Ilmu pendidikan Perbandingan, membahas dan membandingkan sistem pendidikan dari berbagai negara.
  2. Ilmu pendidikan historis, membahas tentang sejarah pendidikan.
  3. Ilmu pendidikan sistematis, membahas teori-teori yang digunakan sebagi landasan melaksanakan pendidikan.
  4. Ilmu pendidikan praktis, membahas tentang bagaimana praktek pendidikan yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Eksistensi Ilmu Pendidikan
      Yang dimaksud dengan eksistensi adalah keberadaan ilmu pendidikan itu sendiri di antara ilmu-ilmu lain. Untuk mengetahui keberadaan ilmu pendidikan diantara ilmu-ilmu lain, kita perlu mengetahui klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan pada umumnya. [2]
      Drs. Th. Sajid menggolongkan ilmu pengetahuan menjadi tiga yaitu berdasarkan obyeknya, berdasarkan metode kerja penelitiannya dan ditinjau dari segi penelitiannya dan ditinjau dari segi kepraktisannya:
  1. Berdasarkan obyeknya, ilmu pengetahuan digolongkan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahuan Rokhaniah dan Ilmu Pengetahaun Alamiah.
  2. Berdasarkan metode kerja penelitiannya, ilmu pengetahaun dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu pengetahuan normatif bersifat deduktif dan ilmu pengetahaun empiris yang bersifat induktif.
  3. Ditinjau dari kepraktisannya, ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahaun Praktis dan Ilmu Pengetahuan Teoritis.
    Berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan di atas dapat ditentukan keberadaan atau kedudukan ilmu pendidikan di antara ilmu-ilmu yang ada yaitu :
a.       Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris, karena obyeknya situasi pendidikan yang terdapat pada dunia pengalaman. Jadi ilmu pendidikan munculnya melalui pengalaman.
b.      Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan yang bersifat normative dan deskriptif karena disusunnya ilmu pendidikan tidak lepas dari tujuan yang diinginkan dan juga membahas bagaimana proses pendidikan itu sendiri berlangsung
c.       Ilmu pendidikan termasuk pengetahuan praktis karena dapat member petunjuk pada kita bagaimana seharusnya kita bertindak dalam praktek
d.      Ilmu pendidikan termasuk juga ilmu pengetahuan teoritis karena ilmu pendidikan juga membahas teori-teori pendidikan yang diperoleh melalui perenungan secara teratur mengenai masalah-masalh pendidikan.
e.       Ilmu pendidikan termsuk ilmu humaniora, sebab pendidikan itu sendiri tidak bisa lepas dari masalah kemanusiaan.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan telah memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahaun yang dapat berdiri sendiri dan eksistensinya diantara ilmu-ilmu lainnya.

C.    Jenis   Ilmu Pengetahuan
Pembagian  atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz  menyebut adanya tiga hal sebagai berikut. Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu manapun berkaiatn dengan tiga syarat. Pertama, yaitu eksistensi dan pengenalan seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik. Kedua, yaitu pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan generalisasi-generalisasi  yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki. Ketiga, yaitu pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin batu itu.[3]
Dengan berkembangnya demikian banyak cabang ilmu khusus, timbullah masalah pokok tentang penggolongan ilmu-ilmu itu atau pembagiannya. Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan menjelaskan saling hubungannya dengan cabang-cabang yang lain. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
1.             Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
a)      Trivium atau tiga bagian yaitu:
1)      Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik.
2)      Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan logis.
3)       Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
b)      Quadrivium atau empat bagian yaitu:
1)      Aritmatika yaitu ilmu hitung.
2)      Geometrika yaitu ilmu ukur.
3)      Musika yaitu ilmu musik.
4)      Astronomia yaitu ilmu perbintangan.

2.             The Liang Gie
The Liang Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat. Dengan demikian The Liang Gie  membagi ilmu dibedakan menjadi dua ragam, yaitu ilmu teoritis (theoretical science) dan ilmu praktis (practical science).[4]
Pembagian selanjutnya sebagai pelengkap pembagian menurut ragam adalah pembagian ilmu menurut jenisnya. Menurut The Liang Gie ada enam jenis objek material pengetahuan ilmiah, yaitu ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda.
Berdasarkan enam jenis pokok soal di atas, the Liang Gie membagi ilmu menjadi tujuh jenis, yaitu seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
No.
Jenis Ilmu
Ragam Ilmu
Ilmu Teoritis
Ilmu Praktis
1.
Ilmu-ilmu matematis
Aljabar
Geometri
Accounting
Statistik
2.
Ilmu-ilmu fisis
Kimia
Fisika
Ilmu keinsinyuran
Metalurgi
3.
Ilmu-ilmu biologi
Biologi molekuler
Biologi sel
Ilmu pertanian
Ilmu peternakan
4.
Ilmu-ilmu psikologis
Psikologi eksperimental
Psikologi perkembangan
Psikologi pendidikan
Psikologi perindustrian
5.
Ilmu-ilmu sosial
Antropologi
Ilmu ekonomi
Ilmu administrasi
Ilmu marketing
6.
Ilmu-ilmu linguistik
Linguistik teoritis
Linguistik perbandingan
Linguistik terapan
Seni terjemahan
7.
Ilmu-ilmu interdisipliner
Biokimia
Ilmu lingkungan
Farmasi
Ilmu perencanaan kota

3.             Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut:[5]
1.      Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, dapat ditemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2.      Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3.      Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk berpikir deduktif.
4.      Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5.      Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga yaitu mengetahui, menghendaki dan merasakan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
a)      Ilmu pengetahuan Empiris
-          kosmologis empiris
-          psikologi empiris
b)      Matematika
-          Murni: aritmatika, geometri, dan aljabar.
-          Campuran: mekanika, dan lain-lain.


c)      Filsafat
-          Spekulatif (metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi.
-          Praktis: intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan fisik; teknologi[6]
4.             Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:[7]
a.              Ilmu Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
b.              Ilmu Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala benda langit.
c.              Ilmu Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
d.             Ilmu Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu alam.
e.              Ilmu Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala kehidupan.
f.               Fisika Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.
Atau secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut:
a.       Ilmu Pengetahuan; a. Logika (matematika murni); b.Ilmu pengetahuan empiris: astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
b.      Filsafat: a. Metafisika; b. filsafat ilmu pengetahuan: pada umumnya; pada khususnya.
5.             Karl Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world)  yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3. Popper menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedang dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala hipotesis, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil keja sama antara dunia 1 dan dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan sebagainya.
6.             Thomas S.Kuhn
Thomas S.Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma  yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Khun cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Selama menjalankan aktivitas ilmiah para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang  dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomali. Tahap kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bias memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya.

7.             Jurgen Habermas
Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ignas Kleden menunjukkan tiga jenis metode ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan berikut:[8]
Sifat Ilmu
Jenis Ilmu
Pengetahuan yang Dihasilkan
Akses kepada Realitas
Tujuan
Empiris-Analitis
Ilmu alam dan social empiris
Informasi
Observasi
Penguasaan teknik
Historis hermeneutis
Humaniora
Interpretasi
Pemahaman arti via bahasa
Pengembangan inter subjektif
Sosial-kritis
Ekonomi, sosiologi, politik
Analisis
Self-Reflextion
Pembebasan kesadaran non-reflektif
Ignas Kleden menunjukkan pandangan Habermas tentang ada tiga kegiatan utama yang langsung mempengaruhi dan menentukan bentuk tindakan dan bentuk pengetahuan manusia, yaitu kerja, komunikasi, dan kekuasaan.
8.             Francis Bacon
Francis Bacon mendasarkan klasifikasi ilmunya pada subjeknya, yaitu daya manusia untuk mengetahui sesuatu. Berdasarkan hal tersebut, ia membeda-bedakannya sebagai berikut:
a)      Ilmu pengetahuan ingatan yaitu membicarakan masalah-masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun dimanfaatkan untuk masa depan.
b)      Ilmu pengetahuan khayal yaitu membicarakan kejadian-kejadian dalam dunia khayal, meskipun berdasar dan untuk keperluan dunia nyata.
c)      Ilmu pengetahuan akal yaitu umumnya pembahasannya mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berfikir.
Klasifikasi tersebut tidak dapat dibenarkan apabila apabila pemikiran kita berpangkal pada pandangan bahwa kita tidak akan mungkin mengenal dengan akal, ingatan, atau daya khayal semata, tetapi dengan seluruh pribadi kita.
9.             Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan teknologi.
10.         Wilhelm Windelband
Wilhelm Windelband membeda-bedakan ilmu pengetahuan alam (naturwissenschaf) dan ilmu srjarah (geschichtswissenschaft) Menurutnya, kedua jenis ilmu pengetahuan itu tidak berbeda dalam hal objeknya karena objeknya satu yaitu kenyataan. Adapun perbedaannya terletak pada metode. Metode untuk naturwissenschaf disebut nomotetis yaitu berhubungan dengan nomos atau norma yang menunjuk pada adanya usaha untuk membuat hal umum atau generalisasi. Sedangkan geschichtswissenschaft menggunakan metode ideografis yaitu tertuju pada hal yang sifatnya individual atau tidak umum, tetapi menuju individualisasi, serta hanya terjadi sekali atau bersifat einmalig. Artinya, tidak dapat diulangi dan tidak pula dapat diduga atau diramalkan. Metode ini semata-mata suatu usaha untuk melukiskan gagasan atau ide dari objek.


11.         Al-Ghazali
Al-Ghazali  secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah yaitu sebagai berikut:
1.      Ilmu Syar’iyyah
a)      Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
*      Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
*      Ilmu tentang kenabian.
*      Ilmu tentang akhirat atau eskatoogis
*      Ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori:
-          Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
-          Ilmu-ilmu pelengkap.
b)      Ilmu tentang cabang-cabang (furu’)
*      Ilmu tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah)
*      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat:
o   Ilmu tentang transaksi
o   Ilmu tentang kewajiban kontraktual
*      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.      Ilmu Aqliyyah
a)      Matematika: aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music
b)      Logika
c)      Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy, kimia[9]



D.    Hierarki Ilmu
Hierarki ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari ilmu. Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologism dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Sebagaimana telah dikemukakan suatu disiplin ilmu terbagi dalam sejumlah specialty yang dalam bahasa Indonesia sebaiknya disebut cabang ilmu. Cabang ilmu atau specialty pada umumnya juga telah tumbuh cukup luas sehingga dapat dibagi lebih terperinci menjadi beberapa ranting ilmu. Kadang-kadang sesuatu ranting ilmu yang cukup pesat pertumbuhannya bisa mempunyai perincian lebih lanjut yang kami sebut tangkai ilmu.
Al-Ghazali telah mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Yang mendasari pemikirannya atas dua bidang ini adalah pandangannya yang memandang manusia dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling terhormat di antara sekian banyak makhluk di permukaan bumi dan langit karena pengajaran dan pendidikan, karena ilmu dan amal. Karena amaliyah tidak akan muncul dan kemunculannya tidak akan bermakna kecuali setelah adanya pengetahuan. Oleh karena itu, dalam kitab momumentalnya Al-Ghazali yakni “Ihya’ ‘Ulum al-Din”, mengupas ilmu pengetahuan secara panjang lebar, pembahasan ini dituangkan dalam bab tersendiri “Kitab al-Ilmi[10]
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu:
1.      Syar’iyah; ilmu yang diperoleh dari para Nabi Allah yang tidak hadir melalui aktivitas nalar sebagaimana matematika, tidak melalui eksperimen sebagai imu pengeobatan (kedokteran), juga tidak melalui keterampilan pendengaran seperti bahasa 
1.      Al-Ushul (dasar) meliputi: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ al-Ummah, Atsar al-Shahabah
2.      Al-Furu’ (cabang), meliputi; ilmu kemashlahatan dunia seperti fiqh, ilmu kemashlahatan akhirat seperti mukasyafah, mu’amalah (ahwal al-Qulub)
3.      Al-Muqaddimat (Pengantar), meliputi; ilmu yang merupakan alat seperti ilmu Bahasa dan tata bahasa Arab; nahwu sharaf. Karena keduanya merupakan alata untuk memahami isi kitab Allah dan Sunnah Rasul. Termasuk alat adalah ilmu Khat (menulis)
4.      Al-Mutammimat (Suplemen), meliputi; ilmu Al-Qur,an seperti ilmu Qira’ah, dan tafsirnya,
2.      Ghairu Syar’iyah atau aqliyah adalah berbagai ilmu yang diperoleh melalui intelektualitas manusia.  Baik yang diperoleh secara dharuri atau iktisabi. Yang dlaruri ialah yang diperoleh dari insting akal itu sendiri tanpa melalui indera, dari mana dan bagaimana datangnya manusia tidak tahu, misalnya pengetahuan bahwa seseorang tidak ada pada dua tempat dalam waktu yang sama. Inilah pengetahuan yang diperoleh manusia sejak kecil dan menjadi fitrah baginya.  Sedangkan yang iktisabi ialah yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan berfikir. Ilmu ada yang bersifat duniawi seperti ilmu kedokteran, matematika, politik, teknik, sosial, dan ilmu-ilmu keterampilan lainnya. Dan ada yang bersifat ukhrawi, seperti ilmu tentang Allah dan sifat dan af’al-Nya. 
1.      Mahmudah (terpuji), meliputi; Kedokteran, Aritmatika, dan lain sebagainya, hal ini untuk menambah kemampuan yang dibutuhkan.
2.      Mubah (dibolehkan), seperti Sastra, Sejarah, dan lain-lain
3.      Madhmumah (tercela), seperti ilmu sihir, ilmu tenung, dan ilmu-ilmu semacam itu
Al-Ghazali juga mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dalam perspektif keterikatan moral umat Islam ke dalam fardlu ‘ain dan beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh setiap individu umat Islam (fardlu’ ain). Di sisi lain juga terdapat disiplin ilmu pengetahuan yang tidak menuntut setiap individu untuk menguasainya, tetapi cukup diwakili oleh beberapa umat Islam saja (fardlu kifayah).
Dalam Ihya ‘Ulumuddin, al-Ghazali mengakui bahwa kategorisasi ilmu ke dalam fardlu ‘ain telah ada. Hanya saja hal itu dilakukan sesuai dengan kecenderungan seseorang terhadap suatu disiplin ilmu. Kaum Mutakallimin misalnya, akan menyatakan bahwa belajar ilmu kalam adalah fardlu ‘ain, dengan argumentasi ilmu kalam sebaga pengetahuan tentang Tuhan. Sedang ahli fiqh juga mengklaim bahwa mempelajari ilmu fiqih juga fardlu ‘ain, dengan pertimbangan untuk mengetahui hukum halal –haram dalam ibadah maupun muamalah. Kelompok ulama’ dari disiplun ilmu lain juga mengkalaim fardu ‘ain
Al-Ghazali selanjutnya memberikan batasan dan menyebutkan kategori ilmu fardlu ‘ain yang meliputi ilmu agama, seperti al-Qur’an dan al-Hadits. Kemudian pokok-pokok ibadah, seperti salat, puasa, zakat dan lain-lain. Asumsinya, ilmu tentang tata cara salat merupakan fardlu ain bagi orang yang diwajibkan shalat. Demikian juga ilmu tentang zakat hukumnya fardlu ‘ain bagi yang telah berkewajiban zakat, seperti orang miskin, hukum mempelajari ilmu zakat akan berbeda
Sedangkan ilmu yang tergolong fardlu kifayah adalah ilmu yang harus ada demi eksistensi dunia. Ilmu kedokteran sangat dibutuhkan manusia untuk menjaga kesehatan makhluk hidup. Begitu juga ilmu matematika memegang peranan penting dalam dunia perdagangan dan penentuan harta warisan. Ilmu semacam inilah yang harus dikuasai umat Islam, meskipun tidak harus melibatkan setiap individu umat Islam.

 


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah disampaikan diatas. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa logika adalah nalar seorang manusia dalam menanggapi suatu permasalahan atau pola fikir dalam kehidupan manusia itu sendiri. Sendangkan etika adalah segala sesuatu sifat manusia yang dalam hal perbuatannya sesuai dengan tatanan sopan santun.
Ilmu pengetahuan yang dikatakan bebas nilai adalah pada pandangan bahwa ilmu itu berkembang tanpa merujuk pada suatu hukum atau sistem tertentu. Beda dengan teknologi. Karena teknologi lahir atas dasar penciptaan manusia, ia terikat oleh suatu aturan atau sistem, terikat juga dengan selera pasar dan perundang-undangan. Namun, bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak diikat oleh undang-undang apa pun. Allah swt. sendiri berfirman untuk memberikan kebebasan bagi hamba-Nya menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan di langit, yang semua itu hanya bisa dilakukan dengan ilmu.
Sikap ilmiah diharapkan dimiliki oleh seorang ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu.

B.     Kritik Dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan baik dari materi yang disampaikan maupun materi yang kami sajikan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun. Atas kritik dan saran nantinya kami ucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Rizal Mustansyir & Misnal Munir. Filsafat Ilmu.  Jakarta : Pustaka Pelajar, tt

Lavine,T.Z. 2002. Petualangan Filsafat; Dari Socrates ke Sartre. Yogyakarta: Penerbit Jendela

Magnis Suseno, Frans.1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis.Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia,Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Bumi Aksara








 









 

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................       i
DAFTAR ISI`.......................................................................................................       ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.     Tujuan....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Pendidikan......................................................................... 3
B.     Eksistensi Ilmu Pendidikan........................................................................ 6
C.     Jenis   Ilmu Pengetahuan............................................................................ 6
D.    Hierarki Ilmu   ...........................................................................................   15

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpualn................................................................................................ 18
B.     Kiritik dan Saran...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA



ii
 

 

MAKALAH
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
Eksistensi  Pendidikan



[1] Bakhtiar, Amsal. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hal 59
[2] Bakhtiar, Amsal. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, hal 59
[3] Pandia, Wisma. Filsafat Ilmu. Sekolah tinggi Theologi Injili Philadelphia. Hal 102
[4] Pandia, Wisma. Filsafat Ilmu. Sekolah tinggi Theologi Injili Philadelphia. Hal 102
[5] Salam, Burhanuddin. 2000. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 31
[6] Salam, Burhanuddin. 2000. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 31
[7] Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.      Jakarta: Bumi Aksara. Hal  106
[8] Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT.Refika Aditama. Hal 89
[9] Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT.Refika Aditama. Hal 89
[10] Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT.Refika Aditama. Hal 109


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
      Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk untuk berfikir, berkehendak dan merasa. Dengan fikirannya manusia mendapatkan ilmu, dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya, dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara perilaku dan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, maka hal itu merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berfikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran.
      Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu itu timbul karena banyak sekali aspek-aspek kehidupan yang masih gelap bagi manusia, dan manusia ingin mengetahuan kebenaran dari kegelapan tersebut. Setelah manusia memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, maka kepuasannya tadi disusul lagi oleh suatu kecenderungan untuk lebih tahu lagi.
 Ilmu mengungkapkan realitas sebagaimana adanya. Hasil- hasil kegiatan keilmuan memberikan alternative untuk membuat keputusan politik dengan mengacu pada pertimgangan etika dan moral Sedangkan etika dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).Bertolak dari kata tersebut, akhirnya etika berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Lebih lanjut etika telah menjadi sebuah studi. Fagothey (1953) mengatakan bahwa etika adalah studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatannya.Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia, apabila dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula bersifatuniversal. 


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Perkembangan Pendidikan?
2.      Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan?
3.      Bagaimana jenis – jenis  Eksistensi Ilmu Pendidikan?
4.      Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan?

C. Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana Perkembangan Pendidikan
2.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana Eksistensi Ilmu Pendidikan
3.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana jenis – jenis  Eksistensi Ilmu Pendidikan
4.      Untuk Mengetahui Dan Memahami Bagaimana sumber Ilmu Pendidikan








BAB II
PEMBAHASAN

A.     Perkembangan Pendidikan
      Ilmu pengetahuan sering disebut sebagi ilmu. Pengetahuan dari akat” tahu” yang berarti mengerti sesudah melihat, menyaksikan dan mengalami. Pengetahuan merupakan kumpulan dari banyak hal yang kita ketahui melalui panca indera. Jika kumpulan dari pengetahuan disusun secara sistematis, berdasarkan logika dan menggunakan metode tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga disebut sebagai ilmu. Pengetahuan yang merupakan suatu ilmu memiliki ciri-ciri sebagai berikut : [1]
1.       Mempunyai obyek atau lapangan pembahasan yang jelas sehingga dapat dipisahkan dengan obyek ilmu lain. Obyek ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material yaitu obyek yang dilihat dari wujud bendanya. Sedangkan obyek formal adalah obyek yang dilihat dari apa yang dibahas dalam ilmu itu sendiri.
2.       Memiliki metode tertentu yang adapat digunakan untuk mempelajari ilmu itu sendiri.
3.       Bersifat sistematis, artinya pengetahuan tersebut disusun secara runtut, sehingga mudah dipelajari
4.       Mempunyai kegunaan atau fungsi artinya ilmu tersebut ada gunanya bagi kehidupan manusia pada umumnya.
      Sejak abad ke-19 pendidikan telah diakui eksistensinya sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, berarti telah memiliki ciri-ciri ilmu pengetahuan seperti halnya yang dimilki oleh ilmu-ilmu lain. Adapun cirri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut:
  1. Obyek ilmu pendidikan
Obyyek material ilmu pendidikan adalah manusia. Sedangkan obyek formalnya (sudut pandnganya) adalah kegiatan menusia dalam emmbimbing perkemabnag kepribadian dan kemampuan mnusia lain ke arah tujuan yang diharapkan. Dari sudut pandang ini akan tampak masalah-masalah yang perlu dibahas. Antara lain yaitu: Apa pendidikan itu?; mengapa manusia perlu dididik?; Siapa yang berkewajiban mendidik manusia?; Dimana sebaiknya pendidikan itu dilaksanakan?; Bagaiman cara yang baik untuk mendidik manusia?; Apa tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan?; dan sebagainya.
  1. Metode mempelajari ilmu pendidikan
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempelajaari ilmu pendidikan. Antara lain yaitu dengan observasi, diskusi, ceramah, eksperimen, deduktif, induktif dan sebagainya. Jadi semua metode yang digunakan untuk mendidik atau yang digunakan untuk mempelajari ilmu pendidikan.
  1. Sistematika ilmu pendidikan
Sistematika berasal dari kata sistem yang berarti suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berhubungan dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagi ilmu pengetahuan mempunyai beberapa unsur atau komponen yang telah disusun secara, sistematis (secara runtut) adan logis (menggunakan penalaran yang dapat , diterima akal sehat).
  1. Fungsi ilmu pendidikan
Untuk mengetahui fungsi ilmu pendidikan fungsi ilmu pendidikan dapat ditinjau dari tugas dan gunanya atau manfaatnya. Fungsi ilmu pendidikan antara lain adalah sebagai pedoman bagi pendidik alat kontrol bagi para pendidik, pembentuk pribadi pendidik maupun calon pendidik serta sebagai penjelas/ menjelaskan ilmu pendidikan ilmu itu sendiri.
      Dengan diakuinya ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat berdiri sendiri akhirnya mendorong tumbuhnya cabang-cabang ilmu pendidikan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun, ilmu-ilmu ini masih berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Misalnya :
  1. Ilmu pendidikan nasional
Ilmu pendidikan ini membahas pendidikan yang cocok bagi suatu bangsa (nation). Misalnya bangsa Indonesia : “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.(Pasal 1 ayat 2 UURI No. 2 Th 1989).
  1. Ilmu pendidikan sosial
Membahas tentang usaha-usaha pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di luar pendidikan formal.
  1. Ilmu pendidikan Perbandingan, membahas dan membandingkan sistem pendidikan dari berbagai negara.
  2. Ilmu pendidikan historis, membahas tentang sejarah pendidikan.
  3. Ilmu pendidikan sistematis, membahas teori-teori yang digunakan sebagi landasan melaksanakan pendidikan.
  4. Ilmu pendidikan praktis, membahas tentang bagaimana praktek pendidikan yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Eksistensi Ilmu Pendidikan
      Yang dimaksud dengan eksistensi adalah keberadaan ilmu pendidikan itu sendiri di antara ilmu-ilmu lain. Untuk mengetahui keberadaan ilmu pendidikan diantara ilmu-ilmu lain, kita perlu mengetahui klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan pada umumnya. [2]
      Drs. Th. Sajid menggolongkan ilmu pengetahuan menjadi tiga yaitu berdasarkan obyeknya, berdasarkan metode kerja penelitiannya dan ditinjau dari segi penelitiannya dan ditinjau dari segi kepraktisannya:
  1. Berdasarkan obyeknya, ilmu pengetahuan digolongkan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahuan Rokhaniah dan Ilmu Pengetahaun Alamiah.
  2. Berdasarkan metode kerja penelitiannya, ilmu pengetahaun dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu pengetahuan normatif bersifat deduktif dan ilmu pengetahaun empiris yang bersifat induktif.
  3. Ditinjau dari kepraktisannya, ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu Ilmu Pengetahaun Praktis dan Ilmu Pengetahuan Teoritis.
    Berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan di atas dapat ditentukan keberadaan atau kedudukan ilmu pendidikan di antara ilmu-ilmu yang ada yaitu :
a.       Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris, karena obyeknya situasi pendidikan yang terdapat pada dunia pengalaman. Jadi ilmu pendidikan munculnya melalui pengalaman.
b.      Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan yang bersifat normative dan deskriptif karena disusunnya ilmu pendidikan tidak lepas dari tujuan yang diinginkan dan juga membahas bagaimana proses pendidikan itu sendiri berlangsung
c.       Ilmu pendidikan termasuk pengetahuan praktis karena dapat member petunjuk pada kita bagaimana seharusnya kita bertindak dalam praktek
d.      Ilmu pendidikan termasuk juga ilmu pengetahuan teoritis karena ilmu pendidikan juga membahas teori-teori pendidikan yang diperoleh melalui perenungan secara teratur mengenai masalah-masalh pendidikan.
e.       Ilmu pendidikan termsuk ilmu humaniora, sebab pendidikan itu sendiri tidak bisa lepas dari masalah kemanusiaan.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan telah memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahaun yang dapat berdiri sendiri dan eksistensinya diantara ilmu-ilmu lainnya.

C.    Jenis   Ilmu Pengetahuan
Pembagian  atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz  menyebut adanya tiga hal sebagai berikut. Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu manapun berkaiatn dengan tiga syarat. Pertama, yaitu eksistensi dan pengenalan seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik. Kedua, yaitu pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan generalisasi-generalisasi  yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki. Ketiga, yaitu pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin batu itu.[3]
Dengan berkembangnya demikian banyak cabang ilmu khusus, timbullah masalah pokok tentang penggolongan ilmu-ilmu itu atau pembagiannya. Klasifikasi merupakan pengaturan yang sistematik untuk menegaskan definisi sesuatu cabang ilmu, menentukan batas-batasnya dan menjelaskan saling hubungannya dengan cabang-cabang yang lain. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:
1.             Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
a)      Trivium atau tiga bagian yaitu:
1)      Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik.
2)      Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan logis.
3)       Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
b)      Quadrivium atau empat bagian yaitu:
1)      Aritmatika yaitu ilmu hitung.
2)      Geometrika yaitu ilmu ukur.
3)      Musika yaitu ilmu musik.
4)      Astronomia yaitu ilmu perbintangan.

2.             The Liang Gie
The Liang Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat. Dengan demikian The Liang Gie  membagi ilmu dibedakan menjadi dua ragam, yaitu ilmu teoritis (theoretical science) dan ilmu praktis (practical science).[4]
Pembagian selanjutnya sebagai pelengkap pembagian menurut ragam adalah pembagian ilmu menurut jenisnya. Menurut The Liang Gie ada enam jenis objek material pengetahuan ilmiah, yaitu ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda.
Berdasarkan enam jenis pokok soal di atas, the Liang Gie membagi ilmu menjadi tujuh jenis, yaitu seperti yang digambarkan pada tabel berikut:
No.
Jenis Ilmu
Ragam Ilmu
Ilmu Teoritis
Ilmu Praktis
1.
Ilmu-ilmu matematis
Aljabar
Geometri
Accounting
Statistik
2.
Ilmu-ilmu fisis
Kimia
Fisika
Ilmu keinsinyuran
Metalurgi
3.
Ilmu-ilmu biologi
Biologi molekuler
Biologi sel
Ilmu pertanian
Ilmu peternakan
4.
Ilmu-ilmu psikologis
Psikologi eksperimental
Psikologi perkembangan
Psikologi pendidikan
Psikologi perindustrian
5.
Ilmu-ilmu sosial
Antropologi
Ilmu ekonomi
Ilmu administrasi
Ilmu marketing
6.
Ilmu-ilmu linguistik
Linguistik teoritis
Linguistik perbandingan
Linguistik terapan
Seni terjemahan
7.
Ilmu-ilmu interdisipliner
Biokimia
Ilmu lingkungan
Farmasi
Ilmu perencanaan kota

3.             Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan pokok-pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut:[5]
1.      Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, dapat ditemukan sifat yang benar dari alam semesta.
2.      Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis.
3.      Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk berpikir deduktif.
4.      Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir.
5.      Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga yaitu mengetahui, menghendaki dan merasakan.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
a)      Ilmu pengetahuan Empiris
-          kosmologis empiris
-          psikologi empiris
b)      Matematika
-          Murni: aritmatika, geometri, dan aljabar.
-          Campuran: mekanika, dan lain-lain.


c)      Filsafat
-          Spekulatif (metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi.
-          Praktis: intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan fisik; teknologi[6]
4.             Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:[7]
a.              Ilmu Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
b.              Ilmu Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala benda langit.
c.              Ilmu Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
d.             Ilmu Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu alam.
e.              Ilmu Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala kehidupan.
f.               Fisika Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.
Atau secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut:
a.       Ilmu Pengetahuan; a. Logika (matematika murni); b.Ilmu pengetahuan empiris: astronomi, fisika, kimia, biologi, sosiologi.
b.      Filsafat: a. Metafisika; b. filsafat ilmu pengetahuan: pada umumnya; pada khususnya.
5.             Karl Raimund Popper
Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga dunia (world)  yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3. Popper menyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedang dunia 2 adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala hipotesis, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil keja sama antara dunia 1 dan dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama, dan sebagainya.
6.             Thomas S.Kuhn
Thomas S.Khun berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma  yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret. Menurut Khun cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Selama menjalankan aktivitas ilmiah para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang  dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya, ini dinamakan anomali. Tahap kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bias memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya.

7.             Jurgen Habermas
Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ignas Kleden menunjukkan tiga jenis metode ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan berikut:[8]
Sifat Ilmu
Jenis Ilmu
Pengetahuan yang Dihasilkan
Akses kepada Realitas
Tujuan
Empiris-Analitis
Ilmu alam dan social empiris
Informasi
Observasi
Penguasaan teknik
Historis hermeneutis
Humaniora
Interpretasi
Pemahaman arti via bahasa
Pengembangan inter subjektif
Sosial-kritis
Ekonomi, sosiologi, politik
Analisis
Self-Reflextion
Pembebasan kesadaran non-reflektif
Ignas Kleden menunjukkan pandangan Habermas tentang ada tiga kegiatan utama yang langsung mempengaruhi dan menentukan bentuk tindakan dan bentuk pengetahuan manusia, yaitu kerja, komunikasi, dan kekuasaan.
8.             Francis Bacon
Francis Bacon mendasarkan klasifikasi ilmunya pada subjeknya, yaitu daya manusia untuk mengetahui sesuatu. Berdasarkan hal tersebut, ia membeda-bedakannya sebagai berikut:
a)      Ilmu pengetahuan ingatan yaitu membicarakan masalah-masalah atau kejadian yang telah lalu, meskipun dimanfaatkan untuk masa depan.
b)      Ilmu pengetahuan khayal yaitu membicarakan kejadian-kejadian dalam dunia khayal, meskipun berdasar dan untuk keperluan dunia nyata.
c)      Ilmu pengetahuan akal yaitu umumnya pembahasannya mengandalkan diri pada logika dan kemampuan berfikir.
Klasifikasi tersebut tidak dapat dibenarkan apabila apabila pemikiran kita berpangkal pada pandangan bahwa kita tidak akan mungkin mengenal dengan akal, ingatan, atau daya khayal semata, tetapi dengan seluruh pribadi kita.
9.             Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan teknologi.
10.         Wilhelm Windelband
Wilhelm Windelband membeda-bedakan ilmu pengetahuan alam (naturwissenschaf) dan ilmu srjarah (geschichtswissenschaft) Menurutnya, kedua jenis ilmu pengetahuan itu tidak berbeda dalam hal objeknya karena objeknya satu yaitu kenyataan. Adapun perbedaannya terletak pada metode. Metode untuk naturwissenschaf disebut nomotetis yaitu berhubungan dengan nomos atau norma yang menunjuk pada adanya usaha untuk membuat hal umum atau generalisasi. Sedangkan geschichtswissenschaft menggunakan metode ideografis yaitu tertuju pada hal yang sifatnya individual atau tidak umum, tetapi menuju individualisasi, serta hanya terjadi sekali atau bersifat einmalig. Artinya, tidak dapat diulangi dan tidak pula dapat diduga atau diramalkan. Metode ini semata-mata suatu usaha untuk melukiskan gagasan atau ide dari objek.


11.         Al-Ghazali
Al-Ghazali  secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah yaitu sebagai berikut:
1.      Ilmu Syar’iyyah
a)      Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-ushul)
*      Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-tauhid)
*      Ilmu tentang kenabian.
*      Ilmu tentang akhirat atau eskatoogis
*      Ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah (primer), ijma’ dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori:
-          Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
-          Ilmu-ilmu pelengkap.
b)      Ilmu tentang cabang-cabang (furu’)
*      Ilmu tentang kewajiban manusia terhadap Tuhan (ibadah)
*      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat:
o   Ilmu tentang transaksi
o   Ilmu tentang kewajiban kontraktual
*      Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2.      Ilmu Aqliyyah
a)      Matematika: aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, music
b)      Logika
c)      Fisika/ilmu alam: kedokteran, meteorology, mineralogy, kimia[9]



D.    Hierarki Ilmu
Hierarki ilmu merupakan urutan atau tingkatan dari ilmu. Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hierarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologism dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Sebagaimana telah dikemukakan suatu disiplin ilmu terbagi dalam sejumlah specialty yang dalam bahasa Indonesia sebaiknya disebut cabang ilmu. Cabang ilmu atau specialty pada umumnya juga telah tumbuh cukup luas sehingga dapat dibagi lebih terperinci menjadi beberapa ranting ilmu. Kadang-kadang sesuatu ranting ilmu yang cukup pesat pertumbuhannya bisa mempunyai perincian lebih lanjut yang kami sebut tangkai ilmu.
Al-Ghazali telah mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Yang mendasari pemikirannya atas dua bidang ini adalah pandangannya yang memandang manusia dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling terhormat di antara sekian banyak makhluk di permukaan bumi dan langit karena pengajaran dan pendidikan, karena ilmu dan amal. Karena amaliyah tidak akan muncul dan kemunculannya tidak akan bermakna kecuali setelah adanya pengetahuan. Oleh karena itu, dalam kitab momumentalnya Al-Ghazali yakni “Ihya’ ‘Ulum al-Din”, mengupas ilmu pengetahuan secara panjang lebar, pembahasan ini dituangkan dalam bab tersendiri “Kitab al-Ilmi[10]
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al-Ghazali membagi ilmu menjadi dua, yaitu:
1.      Syar’iyah; ilmu yang diperoleh dari para Nabi Allah yang tidak hadir melalui aktivitas nalar sebagaimana matematika, tidak melalui eksperimen sebagai imu pengeobatan (kedokteran), juga tidak melalui keterampilan pendengaran seperti bahasa 
1.      Al-Ushul (dasar) meliputi: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ al-Ummah, Atsar al-Shahabah
2.      Al-Furu’ (cabang), meliputi; ilmu kemashlahatan dunia seperti fiqh, ilmu kemashlahatan akhirat seperti mukasyafah, mu’amalah (ahwal al-Qulub)
3.      Al-Muqaddimat (Pengantar), meliputi; ilmu yang merupakan alat seperti ilmu Bahasa dan tata bahasa Arab; nahwu sharaf. Karena keduanya merupakan alata untuk memahami isi kitab Allah dan Sunnah Rasul. Termasuk alat adalah ilmu Khat (menulis)
4.      Al-Mutammimat (Suplemen), meliputi; ilmu Al-Qur,an seperti ilmu Qira’ah, dan tafsirnya,
2.      Ghairu Syar’iyah atau aqliyah adalah berbagai ilmu yang diperoleh melalui intelektualitas manusia.  Baik yang diperoleh secara dharuri atau iktisabi. Yang dlaruri ialah yang diperoleh dari insting akal itu sendiri tanpa melalui indera, dari mana dan bagaimana datangnya manusia tidak tahu, misalnya pengetahuan bahwa seseorang tidak ada pada dua tempat dalam waktu yang sama. Inilah pengetahuan yang diperoleh manusia sejak kecil dan menjadi fitrah baginya.  Sedangkan yang iktisabi ialah yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan berfikir. Ilmu ada yang bersifat duniawi seperti ilmu kedokteran, matematika, politik, teknik, sosial, dan ilmu-ilmu keterampilan lainnya. Dan ada yang bersifat ukhrawi, seperti ilmu tentang Allah dan sifat dan af’al-Nya. 
1.      Mahmudah (terpuji), meliputi; Kedokteran, Aritmatika, dan lain sebagainya, hal ini untuk menambah kemampuan yang dibutuhkan.
2.      Mubah (dibolehkan), seperti Sastra, Sejarah, dan lain-lain
3.      Madhmumah (tercela), seperti ilmu sihir, ilmu tenung, dan ilmu-ilmu semacam itu
Al-Ghazali juga mengklasifikasikan ilmu pengetahuan dalam perspektif keterikatan moral umat Islam ke dalam fardlu ‘ain dan beberapa disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh setiap individu umat Islam (fardlu’ ain). Di sisi lain juga terdapat disiplin ilmu pengetahuan yang tidak menuntut setiap individu untuk menguasainya, tetapi cukup diwakili oleh beberapa umat Islam saja (fardlu kifayah).
Dalam Ihya ‘Ulumuddin, al-Ghazali mengakui bahwa kategorisasi ilmu ke dalam fardlu ‘ain telah ada. Hanya saja hal itu dilakukan sesuai dengan kecenderungan seseorang terhadap suatu disiplin ilmu. Kaum Mutakallimin misalnya, akan menyatakan bahwa belajar ilmu kalam adalah fardlu ‘ain, dengan argumentasi ilmu kalam sebaga pengetahuan tentang Tuhan. Sedang ahli fiqh juga mengklaim bahwa mempelajari ilmu fiqih juga fardlu ‘ain, dengan pertimbangan untuk mengetahui hukum halal –haram dalam ibadah maupun muamalah. Kelompok ulama’ dari disiplun ilmu lain juga mengkalaim fardu ‘ain
Al-Ghazali selanjutnya memberikan batasan dan menyebutkan kategori ilmu fardlu ‘ain yang meliputi ilmu agama, seperti al-Qur’an dan al-Hadits. Kemudian pokok-pokok ibadah, seperti salat, puasa, zakat dan lain-lain. Asumsinya, ilmu tentang tata cara salat merupakan fardlu ain bagi orang yang diwajibkan shalat. Demikian juga ilmu tentang zakat hukumnya fardlu ‘ain bagi yang telah berkewajiban zakat, seperti orang miskin, hukum mempelajari ilmu zakat akan berbeda
Sedangkan ilmu yang tergolong fardlu kifayah adalah ilmu yang harus ada demi eksistensi dunia. Ilmu kedokteran sangat dibutuhkan manusia untuk menjaga kesehatan makhluk hidup. Begitu juga ilmu matematika memegang peranan penting dalam dunia perdagangan dan penentuan harta warisan. Ilmu semacam inilah yang harus dikuasai umat Islam, meskipun tidak harus melibatkan setiap individu umat Islam.

 


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah disampaikan diatas. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa logika adalah nalar seorang manusia dalam menanggapi suatu permasalahan atau pola fikir dalam kehidupan manusia itu sendiri. Sendangkan etika adalah segala sesuatu sifat manusia yang dalam hal perbuatannya sesuai dengan tatanan sopan santun.
Ilmu pengetahuan yang dikatakan bebas nilai adalah pada pandangan bahwa ilmu itu berkembang tanpa merujuk pada suatu hukum atau sistem tertentu. Beda dengan teknologi. Karena teknologi lahir atas dasar penciptaan manusia, ia terikat oleh suatu aturan atau sistem, terikat juga dengan selera pasar dan perundang-undangan. Namun, bagaimana mengetahui tentang teknologi, tak diikat oleh undang-undang apa pun. Allah swt. sendiri berfirman untuk memberikan kebebasan bagi hamba-Nya menjelajahi seluruh jagat raya, di bumi dan di langit, yang semua itu hanya bisa dilakukan dengan ilmu.
Sikap ilmiah diharapkan dimiliki oleh seorang ilmuwan sebab sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu.

B.     Kritik Dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan baik dari materi yang disampaikan maupun materi yang kami sajikan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun. Atas kritik dan saran nantinya kami ucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Rizal Mustansyir & Misnal Munir. Filsafat Ilmu.  Jakarta : Pustaka Pelajar, tt

Lavine,T.Z. 2002. Petualangan Filsafat; Dari SocrHal 109

No comments:

Post a Comment