Saturday 25 June 2016

Makalah Teori dan Pilar Pendidikan




PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan makhluk lain yang hidup di dunia ini. Manusia adalah makhluk yang sempurna karena memiliki sifat-sifat fisik maupun psikis yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan hidupnya di dunia ini. Kesemua sifat dasar yang dimiliki manusia akan tumbuh dan berkembang secara alamiah bila manusia mengalami proses perkembangan fisik dan psikisnya secara normal melalui proses yang secara sadar diarahkan kepada tercapainya berbagai sifat baik tersebut, melalui suatu proses yang disebut pendidikan.
Di dalam nuansa kependidikan, manusia adalah sasaran pendidikan sekaligus subjek pendidikan. Pendidikan membantu manusia dalam menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaan yang ada dalam dirinya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk mengembangkan seseorang menjadi manusia seutuhnya. Pemahaman dari pendidik terhadap potensi-potensi dan sifat hakikat manusia sangat penting agar pendidikan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu memanusiakan manusia. Pendidikan harus diarahkan kepada pencapaian tujuan itu melalui perumusan dan penerapan konsep pendidikan.
Masalah utama dalam pendidikan adalah bagaimana mengembangkan semua kemampuan dasar yang dimiliki manusia sejak lahir itu akan dapat berkembang, sehingga manusia dapat berperan baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dengan tetap berada di dalam lingkup hakikat kemanusiannya. Dalam tugas Mata Kuliah Kajian Teori Pendidikan dan Pembelajaran ini, penulis akan memaparkan beberapa konsep teori pendidikan dan pembelajaran dari beberapa pakar pendidikan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana teori pendidikan ?
2.      Bagaimana pilar pendidikan?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Bagaimana teori pendidikan
2.      Untuk mengetahui Bagaimana pilar pendidikan




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pilar  Pendidikan
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu mengajar. Institusi pendidikan harus dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang menurut UNESCO bertumpu pada Lima pilar pendidikan yaitu:[1]
1.      Learning to do
Merupakan konsekuensi dari learning to know. Kelemahan model pendidikan dan pengajaran yang selama ini berjalan adalah mengajarkan “omong” (baca: teori), dan kurang menuntun orang untuk “berbuat” (praktik). Learning to do bukanlah pembelajaran yang hanya menumbuhkembangkan kemampuan berbuat mekanis dan keterampilan tanpa pemikiran; tetapi mendorong peserta didik agar terus belajar bagaimana menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan teori atau konsep.
Pilar learn to do mempunyai makna bahwa setelah atau bersamaan dengan peserta didik mendapat pembekalan pengetahuan, ia harus menerima pula bekal beriktnya yaitu kemampuan yang bersifat keterampilan dalam mengerjakan sesuatu, yang tercakup dalam ranah psikomotor.
2.      Learning To Be
Melengkapi learning to know dan learning to do, Robinson Crussoe berpendapat bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri tanpa kerja sama atau dengan kata lain manusia saling tergantung dengan manusia lain. Manusia di era sekarang ini bisa hanyut ditelan waktu jika tidak berpegang teguh pada jati dirinya. Learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan sehingga mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya dan menentukan nilai kehidupannya sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.
Pilar learn to be merupakan pembekalan untuk menyempurnakan dua pilar sebelumnya, yaitu bahwa setelah peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan, langkah selanjutnya tentunya dengan berbekal ilmu penegtahuan dan teknologi, maka si pemilik ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus dapat mendayagunakannya untuk tercapainya kemanfaatan[2]
3.      Learning to live together
Learning to live together ini mengajarkan seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia. Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok individu yang bervariasi akan membentuk kepribadian pebelajar untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.[3]
Pilar lear to live together merupakan upaya memadukan ketiga pilar yang terdahulu dan terimplementasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Berikut ini adalah definisi pembelajaran menurut beberapa ahli:
1.  Knowles
Pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.  Slavin
Pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
4.      Learning to know
Learning to know bukan sebatas proses belajar di mana pebelajar mengetahui dan memiliki materi informasi sebanyak-banyaknya, menyimpan dan mengingat, namun juga kemampuan untuk dapat memahami makna dibalik materi ajar yang telah diterimanya. Dengan learning to know, kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah diharapkan bisa berkembang yang tidak hanya melalui logika empirisme semata, tetapi juga secara transcendental, yaitu kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai spiritual.
Pilar learn to know bermakan bahwa pembelajaran merupakan proses ”menjadi tahu” dari sebelumnya yang ’tidak mengetahui” sesuatu. Peserta didik dibekali dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengembangkan intelektualitasnya.
5.      Learning how to learn
Proses belajar tidak boleh berhenti begitu saja meskipun seorang pebelajar telah menyelesaikan sekolahnya. Manusia hidup pada hakekatnya adalah berhadapan denganb masalah. Setiap manusia dituntut untuk menyelesaikan masalah. Satu masalah terjawab, seribu masalah menunggu untuk dijawab. Oleh karena itu, learning how to learn akan membawa peserta didik pada kemampuan untuk dapat mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif dan efisien, dan penuh percaya diri, karena masyarakat adalah learning society atau knowledge society. Orang-orang yang mampu menduduki posisi sosial yang tinggi dan penting adalah mereka yang mampu belajar terus- menerus.
Learning how to learn memerlukan model pembelajaran baru, yaitu pergeseran dari model belajar menghafal menjadi model belajar mencari/ meneliti. Asumsi yang digunakan dalam model belajar “menghafal” adalah “pendidik tahu”, peserta didik tidak tahu. Oleh karena itu, pendidik memberi pelajaran, peserta didik menerima. Yang dipentingkan dalam model belajar “menghafal” ini adalah penerima pelajaran, menyimpan selama-lamanya, dan menggunakannya sesuai dengan aslinya serta menurut instruksi yang telah diberikan. Sebaliknya, pada proses belajar “mencari/meneliti”, peserta didik sendiri yang mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya, sedang pendidikan dituntut membimbing, memotivasi, menfasilitasi, memprovokasi, dan menelusuri.[4]

B.     Teori Pendidikan
Teori pendidikan merupakan landasan dalam pengembangan praktik-praktik pendidikan, misalnya pengembangan kurikulum, proses belajar-mengajar, dan manajemen sekolah. Kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum dan rencana pembelajaran disusun dengan mengacu pada teori pendidikan. Ada 4 (empat) teori pendidikan, yaitu (1) pendidikan klasik, (2) pendidikan personal, (3) teknologi pendidikan, dan (4) pendidikan interaksional.[5]
1)   Teori Pendidikan Klasik (Classical Education)
            Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
            Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”, melalui metode ekspositori dan inkuiri.
2)   Teori Pendidikan Personal (Personalized Education)
            Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
            Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya -Francis Parker dan John Dewey- memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalahmasalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
            Teori pendidikan personal menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).
3)   Teknologi Pendidikan
            Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, yang lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.             Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidangbidang khusus. Isi pendidikan berupa objek dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vokational. Isi disusun dalam bentuk disain program atau disain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika, dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
            Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik. Pembelajaran dilakukan melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun media elektronik, sehingga pebelajar dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
4)   Teori Pendidikan Interaksional
            Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.      Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk memecahkannya.[6]













BAB III
PENUTUPAN
A.  Kesimpulan
Pendidkan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Dan untuk bisa bersosialisasi antar sesama manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali ragamnya dengan definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Yang terpenting dari semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik. Sedangkan pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif.
Sistem pendidikan yang dikembangkan di suatu negara hendaknya dapat menjadi wadah yang mantap dan stabil yang member kesempatan dan peluang yang sebesar-besarnya bagi penyelenggaraan pembelajaran yang dapat mengembangkan isi (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang seluas-luasnya kepada warga negaranya yang punya hak untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.

B.  Saran
Pendidikan di Indonesia harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia





DAFTAR PUSTAKA

Rohman, Arif.  2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta.

Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan Bogor: Bogor.

Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B.   Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
C.   Tujuan........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pilar  Pendidikan  ........................................................................................................ 3
B.   Teori Pendidikan  ........................................................................................................ 6


BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan................................................................................................................... 10
B.   Kritik dan Saran............................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA














ii
 
 
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.
Makalah yang berjudul “Pilar Pendidikan” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Bengkulu, Maret 2015


Penulis









i
 
 
MAKALAH
DASAR DASAR PENDIDIKAN



[1] Rohman, Arif.  2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta. Hal 99
[2] Rohman, Arif.  2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta. Hal 99
[3] Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan Bogor: Bogor. Hal 35
[4] Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan Bogor: Bogor. Hal 35
[5] Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta. Hal 121
[6] Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta. Hal 121

No comments:

Post a Comment