BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Dalam dimensi pendidikan,
keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk Allah lainnya,
terangkum dalam kata fitrah. Secara bahasa, kata fitrah berasal
dari kata fathara (فطر) yang berarti manjadikan. Kata tersebut berasal dari akar
kata al-fathr (الفاطر) yang berarti belahan atau pecahan.
Sebagian pendapat mengatakan
bahwa fitrah adalah naluri beragama yang diberikan Allah pada manusia sejak
berada dalam alam rahim, sesuai dengan firman Allah pada surat Al-A’raf ayat
172:
وَإِذۡ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ
وَأَشۡہَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰۛ
شَهِدۡنَآۛ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ إِنَّا ڪُنَّا عَنۡ هَـٰذَا
غَـٰفِلِينَ ۞
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)".
Hasan Langgulung mengartikan
fitrah tersebuut sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi
tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam al-Asma’ al-Husna
(sifat-sifat Allah). Pendapat tersebut berarti bahwa
apabila Allah memiliki sifat al-Bashar (maha melihat) maka manusiapun
juga memiliki potensi melihat. Namun potensi tersebut tidak bisa disetarakan,
karena manusia memiliki keterbatasan (melihat), sedangkan Allah tidak memiliki
keterbatasan, bisa melihat yang tampak hingga yang tersembunyi sekalipun.
Sedangkan manusia hanya bisa melihat sejauh kemampuan inderanya. Begitu juga
dengan potensi-potensi yang lain.
Untuk mengaktifkan potensi
tersebut, maka Allah menjadikan alam dan seluruh isinya - termasuk diri manusia
sendiri - sebagai ayat-ayat Allah (ayat kauniyah) yang luas untuk dibaca
dan dianalisa maknanya Dengan pemaknaan tersebut, manusia mampu menempatkan
dirinya pada posisi yang hakiki, baik secara individual-vertikan sebagai ‘abd
Allah maupun individual –horizontal sebagai kholifah fi al-ardh.
Untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut, Allah telah melengkapi pada diri
manusia dengan roh-Nya berbagai alat, baik jasmani maupun rohani, yang
menunjang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Potensi-potensi tersebut diberikan pada manusia agar manusia
bisa hidup dengan harmonis dan dapat mempertanggungjawabkan atas segala
potensi-potensi yang telah mereka gunakan, sebagaimana firman Allah :
وَلَا
تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ
كُلُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولاً۬۞
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua
itu akan di minta pertanggung jawabnya“.(QS. Al-Isra’: 36).
Oleh karena itu, Allah
menganugerahkan potensi-potensi yang dapat membawa mereka menjadi kholifah
fi al-ardh yang baik dan bertanggung jawab, yang juga dapat memakmurkannya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian fitrah?
2. Bagaimana
hubungan fitrah dengan manusia?
3. Bagaimana
implikasi manusia dalam pendidikan?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian
fitrah
2. Untuk mengetahui bagaimana
hubungan fitrah dengan manusia
3. Untuk mengetahui bagaimana
implikasi manusia dalam pendidikan .
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik di
antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah
dan rohaniah, atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.
Dalam
struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut
potensialitas atau disposisi.
Dalam
pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan “FITRAH” yang
dalam pengertian etimilogis mengandung arti “ kejadian “, oleh karena itu
fitrah berasal dari kata fatoro yang berarti “menjadikan”
Jika kita tinjau perkembangan hidup manusia dan perkembangan caranya berfikir, maka nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapat ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa dan Ghaib. Inilah perasaan yang semurni-murninya dalam jiwa manusia. Kalau terjadi manusia itu membantah adanya Yang Ada, bukanlah itu permulaan.
Jika kita tinjau perkembangan hidup manusia dan perkembangan caranya berfikir, maka nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapat ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa dan Ghaib. Inilah perasaan yang semurni-murninya dalam jiwa manusia. Kalau terjadi manusia itu membantah adanya Yang Ada, bukanlah itu permulaan.
Pendeknya kalau dia membantah, dia adalah membantah jiwa murninya
sendiri, lidahnya tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terasa di
hatinya.Sebab itu maka perasaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah fitrah
manusia.
Kata fitrah menurut bahasa berasal dari
kata fathara. Kata fathara
ini setidaknya memiliki dua arti, pertama pecah dan kedua menciptakan atau
mulai menjadikan. (Hilal,
Ibrahim, 2007:122)
Fathara dalam arti pecah ini kemudian
digunakan pada arti memecahkan puasa, atau bahasa kita dengan ungkapan buka.
Kata tersebut bisa kita temui di dalam sebuah do’a,
Ya
Allah, hanya untukMu aku berpuasa, dan denganMu aku berbuka.
Meskipun secara sanad do’a ini dla’if, dan
tidak perlu diamalkan, tetapi maknanya kalimat-kalimatnya secara kebahasaan
bisa difahami dan bisa digunakan. Afthartu artinya adalah aku berbuka.
Sedangkan pada arti kedua Allah swt
menyebut diri-Nya Fathir (Maha Pencipta) seperti pada firman Allah:
“Segala puji bagi Allah Fathir (yang
menciptakan) langit dan bumi” (Fathir:1)
Menurut Ibn Mandzur, salah satu makna fitrah
adalah al-ibtida’ (mengawali) wal-ikhtira’ (dan menciptakan). Dengan demikian perkataan fitrah bisa
bermakna asal kejadian, atau pencptaan sejak lahir.
Al-Jurjani menandaskan: Fitrah ialah
potensi dasar yang dipersiapkan untuk menerima agama. .
Allah telah menjelaskan bahwa manusia
diciptakan atas fithrah, Firman Allah;
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah),
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (ar-Rum:30).
|
30
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahu
|
31]dengan
kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah
shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
|
Para ahli tafsir menjelaskan kata fithrah
di dalam ayat tersebut dengan, “al-khilqah” (naluri, pembawaan) dan
“ath-thabi‘ah” (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah Swt. pada manusia.
B.
Hubungan Fitrah
manusia dengan pendidikan
Allah telah memberikan fitrah
pada manusia saat manusia belum terlahir di alam dunia ini, sehinnga manusia
membawa fitrahnya saat ia dilahirkan di dunia. Fitrah yang dibawanya bersamaan
dengan terlahirnya manusia tersebut belum sepenuhnya teraktualisasi, hingga
alam sekitar mempengaruhi fitrah manusia tersebut.
Faktor yang pertama kali
berpengaruh pada manusia yang baru terlahir ke dunia adalah faktor
lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Hal ini sesuai dengan hadits:
كلّ مولود يولد
على الفترة ، فأبواه يهود نه أو ينصرانه أو يمجسانه (رواه الأسود بن شريع)
Artinya: “setiap anak (manusia) itu terlahir dalam fitrahnya. Kedua orangtuanya
lah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang Yahudi,
Nasrani, atau Majusi". (HR. Aswad bin Sari’).
Berdasarkan hadits di atas bisa kita katakan bahwa yang namanya fitrah
sebenarnya baik, tapi ada pengaruh setelah ia trelahir ke dunia, hinga fitrah
tersebut tergantung pada baik buruknya pengaruh dari orang tuanya..
Ada pula segolongan ahli fikir
berpendapat berpendapat bahwa kanak-kanak dilahirkan seperti kertas putih, atau
tabula rasa, tak punya potensi-potensi, ia akan berkembang dengan pengaruh alam
sekitar, termasuk ibu bapak, guru-guru, institusi pendidikan dan lain-lain,
alam sekitarnyalah yang berkuasa membentuknya sekehendaknya, adapun si anak
tidak punya daya apa-apa.
Antara hadits dan pendapat di
atas sama-sama berpendapat bahwa lingkungan dapat mempengaruhi fitrah manusia.
Pertama anak mendapat pengaruh dari keluarganya (Orang tua), lalu teman
sebayanya, lingkungan masyarakat, lalu ia akan mendapat pengaruh juga dari
lingkungan pendidikannya.
Bukan hanya fitrah beragama saja
yang diberikan pada manusia. Dalam konteks ini, Abdurahman Saleh Abdullah
mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberika Allah padanya
disaat penciptaan manusia di alam rahim. Potensi-potensi yang dimaksud, di
samping agama, menurut Ibnu Taimiyah pada diri manusia juga memiliki -- setidak
nya -- tiga potensi (fitrah), yaitu:
1.
Daya Intelektual (quwwat
al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan
nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan
meng-Esakan Tuhannya.
2.
Daya ofensif (quwwat
as-syahwat), yaitu potensi dasar yang dimiliki manusia yang mampu
menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya,
baik secara jasmaniah dan rohaniah secara serasi dan seimbang.
3.
Daya defensif (quwwat
al-ghadhab), yaitu potensi dasar yang didapat menghindarkan manusia dari
segala perbuatan yang membahayakan dirinya.
Daya Intelektual (al-‘aql)
memiliki posisi paling penting di antara ketiga posisi tersebut di atas, karena
akal menjadi pemegang kendali atas kedua potensi yang lain.
Inilah fungsi pendidikan Islam
bagi manusia. Apabila manusia tidak terdidik, maka ia akan salah arah dalam
mengendalikan fitrah atau potensi-potensi yang dimilikinya. Karena ia belum
mengetahuimana yang benar dan yang salah. Namun setelah manusia tersebut
mendapatkan pendidikan, terutama Pendidikan Islam, maka ia tidak akan keliru
dalam memegang kendali utamanya (quwwat al-‘aql), sehingga ia juga dapat
menentukan arah potensi-potensi yang lain menuju arah yang baik dan manusia
tersebut dapat benar-benar menjadi khalifah fi al-ardh yang dapat
mengembangkan dan menjadikan bumi ini lebih baik.
C.
Implikasi
manusia dalam pendidikan .
Alat-alat
potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus
ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan
sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan
alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut.
Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat lepas dari
adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap
menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia
sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan manusia.
Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)
Di
samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah
manusia itu juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam,
lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam
faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu
tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Karena itulah
maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam
kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut
bermacam-macam.
Fitrah
berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha manusia
sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk
keahlian, laksana emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada
gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas
utama pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor pembawaan
dan lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada perbedaan antara pendidikan
Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam berangkat dari filsafat
pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat
anthropocentric.
Theocentric
memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan menurut
hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan
fitrah-Nya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan
pendidikan yang diperoleh. Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta
memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran
serta peserta didik sendirilah yang harus belajar. Sedangkan filsafat
anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia dan berorientasi
pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Dalam pendidikan Islam hidayah
Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu keberhasilan akhir dari
proses ikhtiyariah manusia dalam pendidikan. Fitrah manusia dan implikasinya
dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan:
1. Pemberian
stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia
ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically
and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral
memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia
tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif,
sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh
karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan
stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
2.
Kebijakan pendidikan perlu
pertimbangan empiris.
Dengan bantuan
kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat
disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh menyangkut development
dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam.
3.
Konsep fitrah dan aliran
konvergensi
Dari
satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama
karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
Pertama: Islam menegaskan bahwa manusia
mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan
potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
Kedua: Karena masih merupakan potensi
maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan,
didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian,
dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak
bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk
melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya,
lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa
fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi
merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang
potensial
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami
simpulan sebagai berikut :
1. Fitrah adalah suatu kemampuan dasar
yang ada pada tiap-tiap diri manusia yang perlu dikembangkan untuk mencapai
perkembangan yang sempurna melalui bimbingan dan latihan.
2. Fitrah manusia dan implikasinya
dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan, pemberian stimulus dan pendidikan demokratis, kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris, dan konsep
fitrah dan aliran konvergensi.
3. Manusia diberi kemungkinan untuk
mendidik dirinya dan orang lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai
dengan kehendak Allah melalui berbagai metode ikhtiariyah-Nya. Manusia memiliki
kemauan bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upaya dan usahanya
sendiri.
B.
Saran
Setelah memahami makalah ini,
maka sebaiknya kita mempelajari sumber-sumber hukum Islam, dalil-dalil yang
shahih yang menunjukkan kepada kita hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad,
dan bagaimana metode berijtihad yang benar sesuai batasan-batasan syariat.
Kemidian mengapllikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat
yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis
dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan
dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Bengkulu, 2015
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................
KATA
PENGANTAR........................................................................................ i
DAFATR
ISI..................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................ 1
C.
Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitrah................................................................................... 2
B.
Hubungan Fitrah Manusia
Dengan Pendidikan.................................... 6
C.
Implikasi manusia dalam
pendidikan.................................................... 7
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan........................................................................................... 10
- Kritik dan Saran ................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................ iii
|
MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Fitrah Manusia
No comments:
Post a Comment