Saturday 25 June 2016

Makalah Fitrah Manusia



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Pendahuluan
Dalam dimensi pendidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk Allah lainnya, terangkum dalam kata fitrah. Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata fathara (فطر)  yang berarti manjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kata al-fathr (الفاطر) yang berarti belahan atau pecahan.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa fitrah adalah naluri beragama yang diberikan Allah pada manusia sejak berada dalam alam rahim, sesuai dengan firman Allah pada surat Al-A’raf ayat 172:
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَأَشۡہَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ‌ۖ قَالُواْ بَلَىٰ‌ۛ شَهِدۡنَآ‌ۛ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ إِنَّا ڪُنَّا عَنۡ هَـٰذَا غَـٰفِلِينَ ۞
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Hasan Langgulung mengartikan fitrah tersebuut sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam al-Asma’ al-Husna (sifat-sifat Allah). Pendapat tersebut berarti bahwa apabila Allah memiliki sifat al-Bashar (maha melihat) maka manusiapun juga memiliki potensi melihat. Namun potensi tersebut tidak bisa disetarakan, karena manusia memiliki keterbatasan (melihat), sedangkan Allah tidak memiliki keterbatasan, bisa melihat yang tampak hingga yang tersembunyi sekalipun. Sedangkan manusia hanya bisa melihat sejauh kemampuan inderanya. Begitu juga dengan potensi-potensi yang lain.
Untuk mengaktifkan potensi tersebut, maka Allah menjadikan alam dan seluruh isinya - termasuk diri manusia sendiri - sebagai ayat-ayat Allah (ayat kauniyah) yang luas untuk dibaca dan dianalisa maknanya Dengan pemaknaan tersebut, manusia mampu menempatkan dirinya pada posisi yang hakiki, baik secara individual-vertikan sebagai ‘abd Allah maupun individual –horizontal sebagai kholifah fi al-ardh. Untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut, Allah telah melengkapi pada diri manusia dengan roh-Nya berbagai alat, baik jasmani maupun rohani, yang menunjang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Potensi-potensi tersebut diberikan pada manusia agar manusia bisa hidup dengan harmonis dan dapat mempertanggungjawabkan atas segala potensi-potensi yang telah mereka gunakan, sebagaimana firman Allah :
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ‌ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولاً۬۞
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan di minta pertanggung jawabnya“.(QS. Al-Isra’: 36).
Oleh karena itu, Allah menganugerahkan potensi-potensi yang dapat membawa mereka menjadi kholifah fi al-ardh yang baik dan bertanggung jawab, yang juga dapat memakmurkannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian fitrah?
2.      Bagaimana hubungan fitrah dengan manusia?
3.      Bagaimana implikasi manusia dalam pendidikan?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana pengertian fitrah
2.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan fitrah dengan manusia
3.      Untuk mengetahui bagaimana implikasi manusia dalam pendidikan .

4.       
BAB II
PEMBAHASAN


A.        Pengertian Fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik di antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.
      Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi.
      Dalam pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan “FITRAH” yang dalam pengertian etimilogis mengandung arti “ kejadian “, oleh karena itu fitrah berasal dari kata fatoro yang berarti “menjadikan”
Jika kita tinjau perkembangan hidup manusia dan perkembangan caranya berfikir, maka nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapat ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa dan Ghaib. Inilah perasaan yang semurni-murninya dalam jiwa manusia. Kalau terjadi manusia itu membantah adanya Yang Ada, bukanlah itu permulaan.
Pendeknya kalau dia membantah, dia adalah membantah jiwa murninya sendiri, lidahnya tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terasa di hatinya.Sebab itu maka perasaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah fitrah manusia.
      Kata fitrah menurut bahasa berasal dari kata fathara. Kata fathara ini setidaknya memiliki dua arti, pertama pecah dan kedua menciptakan atau mulai menjadikan. (Hilal, Ibrahim, 2007:122)
      Fathara dalam arti pecah ini kemudian digunakan pada arti memecahkan puasa, atau bahasa kita dengan ungkapan buka. Kata tersebut bisa kita temui di dalam sebuah do’a,


Ya Allah, hanya untukMu aku berpuasa, dan denganMu aku berbuka.
Meskipun secara sanad do’a ini dla’if, dan tidak perlu diamalkan, tetapi maknanya kalimat-kalimatnya secara kebahasaan bisa difahami dan bisa digunakan. Afthartu artinya adalah aku berbuka.
Sedangkan pada arti kedua Allah swt menyebut diri-Nya Fathir (Maha Pencipta) seperti pada firman Allah:
“Segala puji bagi Allah Fathir (yang menciptakan) langit dan bumi” (Fathir:1)
Menurut Ibn Mandzur, salah satu makna fitrah adalah al-ibtida’ (mengawali) wal-ikhtira’ (dan menciptakan). Dengan demikian perkataan fitrah bisa bermakna asal kejadian, atau pencptaan sejak lahir.
      Al-Jurjani menandaskan: Fitrah ialah potensi dasar yang dipersiapkan untuk menerima agama. .
      Allah telah menjelaskan bahwa manusia diciptakan atas fithrah, Firman Allah;
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (ar-Rum:30).
30_30
30_31

30 Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu
31]dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
Para ahli tafsir menjelaskan kata fithrah di dalam ayat tersebut dengan, “al-khilqah” (naluri, pembawaan) dan “ath-thabi‘ah” (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah Swt. pada manusia.

B.        Hubungan Fitrah manusia dengan pendidikan
Allah telah memberikan fitrah pada manusia saat manusia belum terlahir di alam dunia ini, sehinnga manusia membawa fitrahnya saat ia dilahirkan di dunia. Fitrah yang dibawanya bersamaan dengan terlahirnya manusia tersebut belum sepenuhnya teraktualisasi, hingga alam sekitar mempengaruhi fitrah manusia tersebut.
Faktor yang pertama kali berpengaruh pada manusia yang baru terlahir ke dunia adalah  faktor lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Hal ini sesuai dengan hadits:
كلّ مولود يولد على الفترة ، فأبواه يهود نه أو ينصرانه أو يمجسانه (رواه الأسود بن شريع)
Artinya: “setiap anak (manusia) itu terlahir dalam fitrahnya. Kedua orangtuanya lah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi". (HR. Aswad bin Sari’).
Berdasarkan hadits di atas bisa kita katakan bahwa yang namanya fitrah sebenarnya baik, tapi ada pengaruh setelah ia trelahir ke dunia, hinga fitrah tersebut tergantung pada baik buruknya pengaruh dari orang tuanya..
Ada pula segolongan ahli fikir berpendapat berpendapat bahwa kanak-kanak dilahirkan seperti kertas putih, atau tabula rasa, tak punya potensi-potensi, ia akan berkembang dengan pengaruh alam sekitar, termasuk ibu bapak, guru-guru, institusi pendidikan dan lain-lain, alam sekitarnyalah yang berkuasa membentuknya sekehendaknya, adapun si anak tidak punya daya apa-apa.
Antara hadits dan pendapat di atas sama-sama berpendapat bahwa lingkungan dapat mempengaruhi fitrah manusia. Pertama anak mendapat pengaruh dari keluarganya (Orang tua), lalu teman sebayanya, lingkungan masyarakat, lalu ia akan mendapat pengaruh juga dari lingkungan pendidikannya.
Bukan hanya fitrah beragama saja yang diberikan pada manusia. Dalam konteks ini, Abdurahman Saleh Abdullah mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberika Allah padanya disaat penciptaan manusia di alam rahim. Potensi-potensi yang dimaksud, di samping agama, menurut Ibnu Taimiyah pada diri manusia juga memiliki -- setidak nya -- tiga potensi (fitrah), yaitu:
1.      Daya Intelektual (quwwat al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan Tuhannya.
2.      Daya ofensif (quwwat as-syahwat), yaitu potensi dasar yang dimiliki manusia yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah dan rohaniah secara serasi dan seimbang.
3.      Daya defensif (quwwat al-ghadhab), yaitu potensi dasar yang didapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya.
Daya Intelektual (al-‘aql) memiliki posisi paling penting di antara ketiga posisi tersebut di atas, karena akal menjadi pemegang kendali atas kedua potensi yang lain.
Inilah fungsi pendidikan Islam bagi manusia. Apabila manusia tidak terdidik, maka ia akan salah arah dalam mengendalikan fitrah atau potensi-potensi yang dimilikinya. Karena ia belum mengetahuimana yang benar dan yang salah. Namun setelah manusia tersebut mendapatkan pendidikan, terutama Pendidikan Islam, maka ia tidak akan keliru dalam memegang kendali utamanya (quwwat al-‘aql), sehingga ia juga dapat menentukan arah potensi-potensi yang lain menuju arah yang baik dan manusia tersebut dapat benar-benar menjadi khalifah fi al-ardh yang dapat mengembangkan dan menjadikan bumi ini lebih baik.

C.        Implikasi manusia dalam pendidikan .
Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. Karena itulah maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam.
Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha manusia sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk keahlian, laksana emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat anthropocentric.
Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan menurut hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang diperoleh. Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-penjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran serta peserta didik sendirilah yang harus belajar. Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Dalam pendidikan Islam hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu keberhasilan akhir dari proses ikhtiyariah manusia dalam pendidikan. Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan:
1.      Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
2.      Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris.
Dengan bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam.
3.      Konsep fitrah dan aliran konvergensi
Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
Pertama: Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
Kedua: Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
   Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulan sebagai berikut :
1.      Fitrah adalah suatu kemampuan dasar yang ada pada tiap-tiap diri manusia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui bimbingan dan latihan.
2.      Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan, pemberian stimulus dan pendidikan demokratis, kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris, dan konsep fitrah dan aliran konvergensi.
3.      Manusia diberi kemungkinan untuk mendidik dirinya dan orang lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai dengan kehendak Allah melalui berbagai metode ikhtiariyah-Nya. Manusia memiliki kemauan bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upaya dan usahanya sendiri.

B.     Saran
Setelah memahami makalah ini, maka sebaiknya kita mempelajari sumber-sumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad yang benar sesuai batasan-batasan syariat. Kemidian mengapllikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.







KATA PENGANTAR


      Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.


Bengkulu,     2015


Penyusun







i
 
 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFATR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang...................................................................................... 1
B.     Rumusan  Masalah................................................................................ 1
C.     Tujuan  ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Fitrah................................................................................... 2
B.   Hubungan Fitrah Manusia Dengan Pendidikan.................................... 6
C.   Implikasi manusia dalam pendidikan.................................................... 7

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan........................................................................................... 10
  2. Kritik dan Saran ................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ iii








ii
 
 
MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Fitrah Manusia

No comments:

Post a Comment