Saturday 25 June 2016

Hakikat Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi penyiapan anak-anak untuk menghadapi kehidupannya di masa mendatang. Bahkan gajala proses pendidikan ini sudah ada sejak manusia ada, meskipun proses pelaksanaanya masih sangat sederhana. Namun hal ini merupakan fenomena bahwa proses pendidikan sejak dahulu kala sudah ada. Karena begitu sederhananya proses pendidikan pada jaman dahulu kala itu maka dirasa orang tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan itu adalah proses pendidikan.
Proses pendidikan memang masalah universal, dialami oleh setiap bangsa atau suku bangsa. Oleh karena itu akan terpengaruh oleh berbagai fasilitas, budaya, situasi serta kondisi bangsa atau suku bangsa tersebut. Dengan demikian akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan yang dapat dilihat dalam pelaksanaan pendidikan tersebut. Namun yang jelas akan kita lihat adanya kesamaan tujuan yakni untuk mendewasakan anak dalam arti anak akan dapat berdiri sendiri di tengah masyarakat luas. Lebih-lebih bila di lihat di Negara-negara yang sudah maju akan jauh berbeda pelaksanaanya disbandingkan dengan di Negara-negara atau daerah-daerah yang belum maju
Masyarakat dunia modern sangat menyadari pentingnya pendidikan. Pernyataan ini disimpulkan dari observasi terhadap fenomena real yang ada pada masyarakat sosial khususnya masyarakat Indonesia.
Untuk memahami lebih jauh tentang hakikat pendidikan maka kita dapat meninjau dari beberapa definisi pendidikan itu sendiri. Dalam bahasa Yunani pendidikan adalah paedagogik, yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai edukasi, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan sendiri memiliki pengertian, proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok. Pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang sesuatu olehnya  Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Dalam rentang ruang dan waktu manusia telah dan selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2.      Apa yang dimaksud dengan mendidik?
3.      Bagaimana filosofi pendidikan nasional?
4.      Apa tujuan pendidikan?
5.      Apa tujuan pendidikan nasional?
6.      Apa saja komponen-komponen belajar mengajar?
7.      Apa saja metode-metode pembelajaran?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan mendidik
3.      Untuk mengetahui bagaimana filosofi pendidikan nasional
4.      Untuk mengetahui apa tujuan pendidikan
5.      Untuk mengetahui apa tujuan pendidikan nasional
6.      Untuk mengetahui apa saja komponen-komponen belajar mengajar
7.      Untuk mengetahui apa saja metode-metode pembelajaran










BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan yang sangat mendalam dan pesat mengharuskan manusia belajar hidup dengan perubahan terus menerus dengan ketidakpastian dan dengan ketidakmampuan untuk memperhitungkan apa yang akan terjadi (unpredictability). Persoalan yang dihadapi manusia dan kemanusiaan itu tak pelak juga melibatkan persoalan pendidikan didalamnya, yaitu sejauh mana pendidikan mampu berperan mengantisipasi dan mengatasi persoalan itu. Oleh karena itu, pendidikan memegang kedudukan sentral dalam proses pembangunan dan kemanjuan dalam menanggapi tantangan masa depan.
Menyadari peran penting pendidikan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami terlebih dahulu hakikat pendidikan. Pemahaman hakikat pendidikan akan menyebabkan kita memahami peran, mendudukkannya, dan menilai pendidikan secara proporsional.

A.    Pendidikan
Hampir setiap orang pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti makna kata pendidikan, pendidik, dan mendidik. Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata  paedagogie dan paedagogiekPaedagogie  bermakna pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan (Purwanto, 1995:3). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pedagogik (pedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan (Rasyidin, 2007:34).
Secara estimologik, perkataan paedagogie berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogia yang berarti pergaulan dengabn anak.Paidagogos adalah hamba atau orang yang pekerjaannya menghantar dan mengambil budak-budak pulang pergi atau antar jemput sekolah. Perkataan “paida” merujuk kepada kanak-kanak, yang menjadikan sebab mengapa sebagian orang cenderung membedakan antara pedagogi (mengajar kanak-kanak) dan andragogi (mengajar orang dewasa).
Adapun perkembangan ilmu pedagogie baik praktis maupun teoretis, di indonesia dimulai oleh Ki Hajar Dewantara (Surya ningrat, 1889-1959) dan kawan-kawan pasca pembuangan ke Eropa (1913/1914) yang mengenalkannya dengan tokoh progresivisme pendidikan dan pengajaran, seperti Jan Ligthart dan Maria Montessori. Pada gilirannya, rintisan Taman Siswa (1922) gerakan kebangsaan atau kemerdekaan RI serta perkembangan ilmu mendidik di Nedherland membantu penyebaran ilmu pedagogik.
Dalam realitas di dunia pendidikan pedagogi modern membagi fungsi pembelajaran menjadi tiga area, yakni apa yang dimaksudkan sebagai Taksonomi Bloom. Menurut Taksonomi Bloom, pengajaran terbagi atas : (1) bidang kognitif, yakni yang berkenaan dengan aktivitas mental, seperti ingatan pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan mencipta; (2) bidang afektif, yakn berkenaan dengan sikap dan rahasia diri; dan (3) bidang psikomotor yang berkenaan dengan aktivitas fisik seperti keterampilan hidup dan pertukangan.
Ketiga area tersebut kelihatannya memiliki sifat yang berbeda, tetapi dalam situasi pembelajaran semua menjadi satu. Contohnya, apabila seorang guru ingin mengajar seorang pelajar menulis, dia perlu mengajar pelajar itu cara memegang pensil (bidang psikomotor); bentuk huruf dan maknanya (bidang kognitif); dan juga harus memupuk minat untuk belajar menulis (bidang afektif). Dengan demikian, hakikat pendidikan adalah “handayani” seperti yang dikemukakan oleh Ki Mohamad Said R. yang memilki arti “memberi pengaruh”. Pendidikan kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap-sikap dan bentuk-bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat individu yang bersangkutan berada.
Pendidikan dimulai di keluarga atas anak (infant) yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar (millieu), lembaga prasekolah, persekolahan formal dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan menjadi pengganti orang tua (Rasyidin, 2007:6).
Pendidikan pada sesi berikutnya mengemuka sebagai gejala perilaku dan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar primer bertahan hidup (survival), bagian kegiatan untuk meningkatkan kehidupan agar lebih bermakna atau bernilai. Gejala pendidikan timbul ketika sekumpulan individu ingin memenuhi kebutuhan makna (meaning) yang lebih tinggi atau abstrak seperti pengetahuan, nilai keadilan, kemakmuran, dan keterampilan agar terbebas dari kondisi kekurangan seperti kemiskinan, penyakit, atau kurangnya kemampuan berinteraksi dengan alam sekitar

B.     Mendidik
Kata mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Mengingat hal itu, sangat penting untuk dipahami hakikat mendidik yang bermakna luhur dalam proses pendidikan. Mendidik menurut Langeveld adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Ahli lainnya, yaitu Hoogveld mengatakan mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya. Menurut tokoh pendidikan yang tidak asing lagi bagi bangsa indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara mengatakan, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Untuk lebih memahami makna mendidik dapat dibandingkan langsung dengan makna mengajar. Kata mengajar yang kita kenal dapat dimaknai sebagai menyajikan bahan ajar tertentu berupa seperangkat pengetahuan, nilai, dan/atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan atau meningkatkan inteligensinya secara intelektual.
Adapun mendidik memerlukan tanggung jawab lebih besar dari pada mengajar. Mendidik ialah membimbing pertumbuhan anak, jasmani maupun rohani dengan sengaja, bukan saja untuk kepentingan pengajaran sekarang melainkan utamanya untuk kehidupan seterusnya di masa depan (Rasyidin, 2007:34).
Sebagai rambu atas proses mendidik yang lebih luhur maknanya dari pada mengajar dapat pula diterjemahkan peristiwa mendidik (educating) dimulai dalam relasi pergaulan manusia, termasuk kualitas belajar dan mendidik diri sendiri. Landasan proses itu dipahami sebagai humanisasi dalam interaksi internal dan menjadi dasar dari relasi pendidikan dan interaksi edukatif dalam arti luas (hominisasi dan humanisasi). Momentum seperti ini dapat terjadi di lembaga sekolah dan pendidikan non formal dalam masyarakat, sehingga pendidikan terpelihara mutunya dan tidak kehilangan kualitas relasi antarmanusia sebagai sesama subjek pendidikan.
Aplikasi proses mendidik yang sangat berbeda dengan hanya sebatas mengajar sebagaimana penjelasan di atas, pada akhirnya menggeser kata turunan mengajar yakni pengajaran menjadi pembelajaran. Pengertian pembelajaran adalah usaha sadar yang sengaja dilakukan agar seseorang tertarik dan nyaman ketika belajar. Tak heran apabila hasil dari pembelajaran adalah akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri orang yang belajar. Perubahan tingkah laku yang menurut Bloom dapat terjadi dalam tiga ranah, yaitu perubahan di ranah kognitif berupa bertambah dan makin kuatnya konsep pengetahuan, perubahan afektif berupa tumbuh dan bertambahnya keinsyafan dan kesadaran akan fungsi dan kebermaknaan pengetahuan yang kini dmilikinya, dan perubahan psikomotor yang menunjukkan makin berkembangnya keterampilan yang kini dan kelak dapat menyebabkan dirinya mampu mempertahankan diri

C.    Filosofi Pendidikan Nasional
Berdasarkan pengalaman panjang sejarah bangsa indonesia, mulai dari zaman kerajaan sampai penjajahan, baik portugis, belanda, inggris maupun jepang, maka hal tersebut sangat berpengaruh terhadap filosofi pendidikan di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, bermacam suku, dan memiliki berbagai macam bahasa ibu (bahasa daerah). Maka, sudah barang tentu para pendiri republik ini dalam menentukan filosofi pendidikan nasional bertitik tolak dari akar budaya nasional Indonesia dengan refleksi historis bangsa Indonesia.
Disamping akar budaya dan historis bangsa Indonesia, maka filosofi pendidikan nasional memperhatikan pula kehidupan bangsa-bangsa lain di dunia, sehingga pendidikan di Indonesia pun dapat dimengerti, dipahami, dan memiliki kualitas yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Outcome dari pendidikan kita diharapkan dapat diterima dan dikembangkan menjadi warga dunia dan menjadi manusia yang dapat diterma dengan baik. Dengan demkian, nilai-nilai moral yang terkandung dalam pendidikan nasional, yaitu nilai moral pancasila, dapat berinteraksi dengan nilai moral yang berlaku universal di seluruh penjuru dunia.
Filsafat pendidikan yang bersifat perenialisme yang berpusat pada pelestariandan pengembangan budaya dan sifat pendidikan yang progresif yang berpusat pada pengembangan subjek didik perlu disempurnakan. Filsafat pendidikan yang bersifat perenialisme dan progresif yang melihat subjek didik sebagai bagian dari warga dunia, dan mengingatkan  dengan sungguh-sungguh agar warga negara tidak didikte oleh perubahan tetapi mampu bertindak sebagai bangsa yang mampu memberi alternatif. Dengan dasar itu, maka misi pendidikan nasional dalam hal ini diterjemahkan sebagai rekonstruksi sosial.

D.    Tujuan Pendidikan
Pembahasan tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang penting, mengingat prerjalanan setiap institusi yang memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan (start from the end). Demikian pula pendidikan yang kini menjadi harapan mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik hendaknya selalu berangkat dari tujuanyang akan dicapai. Apabila tujuan yang akan dicapai sudah jelas, maka langkah selanjutnya dapat diteruskan dengan memikirkan perangkat-perangkat lain yang mendukung pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Penerjemahan pentingnya kejelasan tujuan, sehingga memudahkan penyiapan perangkat lain dapat dipahami.
Plato mengatakan bahwa tujuan pendidikan sesungguhnya adalah penyadaran terhadap self knowing dan self realization kemudian inquiry dan reasoning and logic. Jadi, disini jelas bahwa tujuan pendidikan memberikan penyadaran terhadap apa yang diketahuinya, kemudian pengetahuan tersebut harus direalisasikan sendiri dan selanjutnya mengadakan penelitian serta mengetahui hubungan kausal, yaitu alasan dan alur pikirnya.
Ahli filsafat lain seperti Aristoteles mengatakan bahwa tujuan pendidikan penyadaran terhadap self realization, yaitu kekuatan efektif (virtue) kekuatan untuk menghasilkan (efficacy) dan potensi untuk mencapai kebahagian hidup melalui kebiasaan dan kemampuan berpikir rasional. Ahli lainnya seperti Dewey berpendapat bahwa pendidikan kemasyarakatanlah yang lebih penting dari pendidikan individual. Menurut Dewey, tujuan pendidikan ialah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik sehingga dapat berfungi secara individual dan berfungsi sebagai anggota masyarakat melalui penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif, ilmiah, dan memasyarakat serta berdasarkan kehidupan nyata yang dapat mengembangkan jiwa, keterampilan, kemauan, dan kehalusan budi pekerti.

E.     Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional kita yang berasal dari berbagai akar budaya bangsa indonesia terdapat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 Tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas  No. 20 Tahun 2003 tersebut, dikatakan : “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, madiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab”.
Dengan dasar tujuan nasional yang telah disuratkan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 itu, setiap unit atau organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dalam menjabarkan kegiatannya mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ditentukan oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan masukan dari masyarakat atau para pakar yang berkompeten dan kemudian dirumuskan oleh pemerintah dan anggota DPR. Hasil rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
Selanjutnya, untuk lebih mudahnya pencapaian tujuan dari setiap unit kependidikan dari tujuan pendidikan nasional, maka terdapat pula tujuan pendidikan institusional. Tujuan institusional ini sesuai dengan tingkat dan jenjang pendidikannya, seperti tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan tujuan pendidikan Perguruan Tinggi. Semua tujuan institusional tersebut mengacu pada tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum masing-masing jenjang pendidikan.
Dari tujuan institusional, masing-masing unit atau jenjang pendidikan membuat tujuan yang lebih kecil lagi, yaitu tujuan kurikuler. Dalam tujuan kurikuler telah tercantum tujuan bidang studi IPS, IPA, bahasa, dan lain-lain.
Demikian pula halnya dengan SMK. Misalnya, untuk SMK keteknikan ada tujuan kurikuler Mata Diklat Elektronik. Untuk keahlian bisnis dan manajemen ada tujuan kurikuler Mata Diklat Akuntansi, Penjualan dan Administrasi Perkantoran. Dari tujuan kurikuler tersebut, guru, widyaiswara, atau orang-orang yang langsung berkecimpung di lapangan membuat tujuan umum, tujuan instruksional khusus atau istilah dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006 membuat standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), dan indikator dari masing-masing KD tersebut.



F.     Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi :
1.      Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kagiatan itu akan di bawah. Akhirnya, guru tidak bisa mengabaikan masalah perumusan tujuan bila ingin memprogramkan pengajaran.
2.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru, tetapi dapat digunakan sebagai penunjang dalam penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik.
3.      Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
4.      Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, mereka diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.
5.      Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan.
6.      Sumber Pelajaran
Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Saripuddin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991: 165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).


7.      Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown. Dikatakan bahwa Evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something. Jadi, menurut Wind dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983: 1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Drs. Roestiyah N.K. (1989: 85) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.

G.     Metode-metode Pembelajaran
1.      Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar metode ini terdapat di dalam Al Qur’an Surat Yunus ayat 23 yang artinya: Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Yunus : 23)



2.      Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.
3.      Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Abdurrahman Anahlawi menyebut metode ini dengan sebutan hiwar (dialog).
4.      Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh guru dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
5.      Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.
6.      Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.
7.      Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.



8.      Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan dimulai di keluarga atas anak (infant) yang belum mandiri, kemudian diperluas di lingkungan tetangga atau komunitas sekitar (millieu), lembaga prasekolah, persekolahan formal dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar (lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara mikro dan menjadi pengganti orang tua
Kata mendidik adalah kata kunci dari pendidikan. Mengingat hal itu, sangat penting untuk dipahami hakikat mendidik yang bermakna luhur dalam proses pendidikan. Mendidik menurut Langeveld adalah mempengaruhi dan membimbing anak dalam usahanya mencapai kedewasaan. Ahli lainnya, yaitu Hoogveld mengatakan mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya. Menurut tokoh pendidikan yang tidak
Berdasarkan pengalaman panjang sejarah bangsa indonesia, mulai dari zaman kerajaan sampai penjajahan, baik portugis, belanda, inggris maupun jepang, maka hal tersebut sangat berpengaruh terhadap filosofi pendidikan di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, bermacam suku, dan memiliki berbagai macam bahasa ibu (bahasa daerah). Maka, sudah barang tentu para pendiri republik ini dalam menentukan filosofi pendidikan nasional bertitik tolak dari akar budaya nasional Indonesia dengan refleksi historis bangsa Indonesia.
Pembahasan tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang penting, mengingat prerjalanan setiap institusi yang memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan (start from the end). Demikian pula pendidikan yang kini menjadi harapan mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik hendaknya selalu berangkat dari tujuanyang akan dicapai.



B.     Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, dan kami sadar karena keterbatasan pada diri kami, maka kami berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Atas segala saran dan yang diberikan kepada kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih.

KATA PENGANTAR


Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
            Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama penulis dalam mata kuliah ini,  yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
            Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
            Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi.
            Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon ampun. Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Bengkulu,   2016

Penulis











i
 
 
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ....................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan  Masalah.................................................................................... 2
C.     Tujuan Pembahasan................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pendidikan................................................................................................ 3
B.     Mendidik................................................................................................... 5
C.     Filosofi Pendidikan Nasional.................................................................... 6
D.    Tujuan Pendidikan.................................................................................... 7
E.     Tujuan Pendidikan Nasional..................................................................... 8
F.      Komponen-Komponen Belajar Mengajar.................................................. 10
G.    Metode-metode Pembelajaran................................................................... 12

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan................................................................................................ 15
  2. Saran ......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iii








ii
 
 
MAKALAH
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
Hakikat Pendidikan

1 comment: