Sunday 26 June 2016

Lingkungan Dalam Pendidikan Islam



LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A.    Pengertian Lingkungan Pendidikan
         Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkunga itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal. .[1]
       Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman ini terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan. Dan latar tempat berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada ketiga lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar serta disebut pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah-sekolah adalah pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus dan kelompok belajar) tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan nonformal. Pendidikan informal, formal dan nonformal itu sering dipandang sebagai subsistem dari sistem pendidikan (Umar Tirtaraharja et al, 1990: 13-15), serta secara bersama-sama menjadikan pendidikan berlangsung seumur hidup [2]
     
B.     Pembahasan
1.      Jenis Lingkungan Pendidikan
a.       Keluarga
            Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan searah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti ( ayah, ibu, dan anak ). Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun pendidikan sosial.
            Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Pendidikan keluarga berfungsi:
-          Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
-          Menjamin kehidupan emosional anak
-          Menanamkan dasar pendidikan moral
-          Memberikan dasar pendidikan sosial.
-          Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
b.      Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. [3]
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;
-          Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
-          Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
-          Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
-          Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.
Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai situasi dan kondisi sekolah antara lain :
-          Pengajaran yang mendidik
-          Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan (BP) di sekolah
-          Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat/sumber belajar (PSB)
-          Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah.
      Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga sisi, yaitu :
-          Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan
-          Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial dimasyarakat
-          Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang ( by desing ), maupun yang dimanfaatkan ( utility ).
Paling sedikit dapat dibedakan menjadi enam tipe sosial-budaya sebagai berikut :
-               Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana
-               Tipe masyarakat pedesaan berdsarkan bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi
-               Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di ladang atau sawah
-               Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di sawah dengan tanaman pokok padi
-               Tipe masyarakat perkotaan
             Selain tipe masyarakat di atas yang dapat mempengaruhi karakteristik seseorang, terdapat juga lembaga kemasyarakatan kelompok sebaya dan atau kelompok sosial seperti remaja masjid, pramuka, dsb. Yang mempunyai fungsi kelompok teman sebaya terhadap anggotanya antara lain:[4]
1.      Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
2.      Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
3.      Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa
4.      Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuatan otoritas
5.      Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak
6.      Memberikan pengetahuan yang tidak bisa dibrikan oleh keluarga secara memuaskan ( pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu, dan lain-lain )
7.      Memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks.[5]
c.       Masyarakat
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi yaitu: Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung  maupun tidak langsung, ikut mempunyai peranan dan fungsi edukatif.
Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa  manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.
Pada dasarnya masyarakat senantiasa memiliki dinamika untuk selalu tumbuh dan berkembang disamping itu juga, setiap masyarakat memiliki identitas sendiri sesuai dengan penglaman dengan budaya   dan perbendaharaan alamiahnya. Masyarakat sebagai satu totalitas memiliki physical environment (lingkungan alamiah, benda-benda, iklim, kekayaan material) dan social environment (manusia, kebudayaan, nilai-nilai agama), sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya.[6]
Sebagaimana yang dikemukakan terdahulu, keterkaitan masyarakat dengan pendidikan sangat erat dan saling mempengaruhi. Suatu kenyataan bagi setiap orang bahwa masyarakat yang baik, maju, modern, ialah masyarakat yang di dalamnya ditemukan suatu tingkat pendidikan yang baik, maju, dan modern pula, dalam wujud lembaga-lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik. Dengan demikian suatu masyarakat yang maju karena adanya pendidikan yang maju, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif.
Beberapa pengaruh masyarakat terhadap pendidikan sebagai berikut:
1.      Terhadap Orientasi dan tujuan pendidikan.Sebagai bukti bahwa identitas suatu masyarakat berpengaruh terhadap program pendidikan di sekolah-sekolah adalah dengan berbedanya orientasi dan tujuan pendidikan pada masing-masing negara. Setiap negara mempunyai karakteristik tersendiri di dalam orientasi dan tujuan pendidikannya. Oleh karena itu dalam  realitasnya tidak pernah terdapat kurikulum yang berlaku permanen, kurikulum akan selalu dinilai, disempurnakan serta disesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat yang terjadi.
2.      Terhadap Proses Pendidikan di Sekolah.Perubahan-perubahan yang terjadi dan ada di masyarakat mempengaruhi pula materi dan pendidikan di sekolah karena perubahan itu merupakan salah satu  sumber yang ada dari masyarakat. Dalam hal ini Havighurst dan Neugarten dalam bukunya Society and Education mengemukakan bahwa sekolah haruslah dapat mengajar anak didik untuk dapat menemukan, mengembangkan, dan menggunakan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Lebih jauh mereka mengatakan : “social change have produced changes in education made system, and at the same time educators have made adaption in schools and universities to help in the control and direction of social change”. [7]
            Menurut pernyataan tersebut, perubahan-perubahan sosial telah menghasilkan perubahan sistem pendidikan dan pada saat yang sama para pendidik juga mengadakan kontrol dan mengarahkan perubahan sosial.

2.      Fungsi Lingkungan Pendidikan Terhadap Proses Pendidikan Manusia
Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu  terjadi antara manusia dengan lingkungannya, baik lingkunagn fisik maupun lingkungan social. Lingkungan merupakan tempat berlansungnya pendidikan. Dalam sisitem pendidikan nasional dikenal tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan sekolah dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut sebagai wahana yang dilalui anak didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan sekaligus untuk mencapainya. [8]
Pendidikan Formal merupakan suatu kewajiban yang ditempuh oleh setiap anak bangsa. Negara memiliki cita-cita agar penerus negeri ini menghasilkan output generasi yang cerdas dan berkhalak mulia, guna untuk melanjutkan estafet Bangsa. Namun disayangkan pendidikan ini bergeser menjadi sekedar formalitas. Kebanyakan para pelajar menjadikan Pendidikan formal sebagai formalitas. Rajin berangkat sekolah hanya sebagai formalitas. Sekedar mencapai legalitas, pengakuan masyarakat, teman dan handaitolan saja. Salah satu tujuan utamanya yaitu mendapatkan legalitas berupa ijazah.
Terjadinya dogma semacam ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya dari sistem pendidikan, aturan yang diperlakukan di dunia pendidikan dan kurangnya diterapkannya pendidikan moral bagi pelajar dalam dunia pendidikan, maka diharapkan pendidikan saat ini mempunyai sistem yang baik dalam mengatur jalannya pendidikan. Baik sistem yang mengatur para pelajar, maupun para pengajar itu sendiri. Meskipun sistem ini sudah ada dan sudah di jalanka
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal. Terdapat hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain.[9]
      Lingkungan keluarga sebagai dasar pembentukan sikap dan sifat manusia. Lingkungan sekolah sebagai bekal keterampilan dan ilmu pengetahuan, sedangkan lingkungan masyarakat merupakan tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.
      Perkembangan peserta didik, seperti juga tumbuh-kembang anak pada umumnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan, dan anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan, peranan tripusat pendidikan itulah yang paling menentukan, baik secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama. [10]

3.      Keterkaitan Lingkungan Dengan Pendidikan
  Tumbuh kembang anak di pengeruhi oleh faktor hereditas, lingkungan, proses perkembangan, anugerah.
Di dalam faktor lingkngan tripusat pendidikan (membimbing, mengajar, dan melatih seperti tersebut dalam ayat 1 Pasal UU RI nomor 2/1989) itulah yang paling menentukan peranan tiga pusat pendidikan itu bervariasi meskipun ketiganya melakukan tiga kegiatan pokok dalam pendidikan tersebut.
 Kitan antara tripusat pendidikan dengan tiga kegiatan pendidikan untuk mewujudkan jati diri yang mantap, penguasaan pengetahuan, dan kemahiran keterampilan. Dari bagan di atas tersebut dilukiskan bahwa setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni :
1.      Pembimbing dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya
2.      Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan
3.      Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan
Kontribusi itu akan berada bukan hanya antarindividu, tetapi juga faktor pusat pendidikan itu sendiri yang bervarisai di seluruh wilayah Nusantara. namun kecenderungan umum, utamanya pada masyarakat modern, kontribusi keluarga pada aspek penguasaan pengetahuan dan pemahiran keterampilan makin mengecil dibandingkan dengan kontribusi sekolah dan masyarakat
Peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi itu, serta kerja sama yang erat dan harmonis antartripusat tersebut
Di lingkungan keluarga telah diupayakan berbagai hal (perbaikan gizi, permainan edukatif, dan sebagainya) yang dapat menjadi landasan pengembangan selanjutnya di sekolah dan masyarakat.
Di lingkungan sekolah diupayakan berbagai hal yang lebih mendekatkan sekolah dengan orang tua siswa ( organisasi orang tua siswa, kunjungan rumah oleh personel sekolah dan sebagainya ). Sekolah juga mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat di sekitarnya (siswa ke masyarakat, narasumber dari masyarakat ke sekolah, da sebagainya).
Akhirnya lingkungan masyarakat mengisahakan berbagai kegiatan / program yang menunjang program keluarga dan sekolah. Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling melengkapi itu akan memberikan peluang mewujudkan sumber daya manusia yang terdidik yang bermutu.
Salah satu masalah yang banyak dibicarakan ialah sekolah sebagai produk masyarakat modern sering membawa dampak negatif karenan secara terselubung menghantar generasi terdidik ke kota – kota besar. Seperti yang diketahui, dislokasi sekolah itu adalah makon tinggi jenjang sekolah itu makin dekat ke kota besar, sehingga perguruan tinggi pada umumnya di ibu kota provinsi. Hal itu membawa dampak negatif yakni terpusatnya tenaga terdidik di daerah perkotaan, dan hanya sedikit yang kembali ke daerah pedesaan. Oleh karena itu tedapat berbagai pendapat agara lebih dioroentasikan pada kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Titik kulminasi dari pemikiran tesebut di atas akhirnya dituangkan dalam Kep. Men. Dikbud RI No. 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Kerikulum Sekolah Dasar. Keputusan itu kemudian dikukuhkan oleh UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (umpamanya dalam Pasal 37, 38 ayat 10 Jo. PP RI No. 28 Tahun 1990 tentang Dikdas (Pasal 14 ayat 3dan 4). Dengah demikian, pada tingkat sistem (nasional) telah diterapkan berbagai aturan sebagai acuan pengembangan / pelaksanaan muatan lokal kurikulum SD. Yang masih perlu di mantapkan adalah berbagai komponen pada tingkat institusional dan atau personel (guru, siswa, dan sebagainya), baik dari segi penyusunan program, maupun pelaksanaannya. Muatan lokal kurikulum SD tersebut adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan darah yang perlu dipelajari oleh murid (Kepmen Dikdud No. 0412/U/1987 Pasal 1).
Bersadarkan ketentuan yuridis tersebut ternyata bahwa kurikulum SD mempunyai dua jenis muatan, yakni muatan nasional dan muatan lokal. Kedua jenis muatan itu merupakan satu kesatuan yang saling menunjang dan menguatkan. Muatan nasional kurikulum SD ditetapkan secara nasionak, dan nerlaku sama di seluruh Indonesia (UU RI No. 2/1989 Pasal 38 Ayat 2). Sedangkan muatan lokal kurikulum SD dapat berupa mata pelajaran tambahan dan atau tambahan kajian dari mata pelajaran yang telah ada (PP RI No. 28/1990 Pasal 14 Ayat 3 dan 4), yang disesuaikan dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) serta kebutuhan pembangunan di daerah tertentu. Untuk maksud tersebut, pemilihan berbagai muatan lokal dari kurukulum beserta sumber – sumber belajar pendukungnya tidak mengurangi kerikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional.
Di samping kurukulum, muatan okal juga dapat berkaitan dengan cara penyampaian isi kurikulum tersebut. Cara penyampaian itu meliputi baik kegiatan intara kurikuler, maupun ko-kurikuler ataupun ekstra-kulikuler. Pemilihan strategi/metode/teknik belajar mengajar, sumber belajar (termasuk narasumber), serta sarana pendukung lainnya yang tersedia di sekitar siswa akan sangat bermanfaat mendekatkan siswa dengan lingkungan, mengakrabkan dengan bidang – bidang kemahiran yang ada disekitarnya, serta memahami daerahnya.
Dari segi lain perlu pula dikemukakan bahwa muatan lokal kurikulum SD memerlukan kajian secara cermat agar aspek kebhinekaan itu tetap dalam latar memantapkan ketunggalikaan. Muatan lokal di dalam kurikulum tidak boleh menghanbal mobilitas peserta didik, baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan kata lain, muatan lokal di dalam kurikulum SD harus diupayakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan bukannya “ manunsia lokal” akan tetapi “manusia nasional” di suatu lokal tertentu. Yakni manusia Indonesia yang akrab dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sebagai pribadi dengan jati diri Indonesia yang terinbtegrasi dengan masyarakat sekitarnya, serta mampu mengembangkan minat dan kemampuannya yang khas yntuk disumbangkan kepada masyarakat.

4.      Konsep Islam Tentang Lingkungan Pendidikan
Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah “perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak tersadari). Sebagaian ahli menyebutnya dbahwa Pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
Lingkungan kedua adalah lingkungan masyarakat, atau lingkungan pergaulan anak. Biasanya adalah teman-teman sebaya di lingkungan terdekat. Secara umum anak-anak Indonesia merupakan anak “kampung”  yang selalu punya “konco dolanan”. Berbeda dengan anak kota yang sudah sejak dini terasing dari pergaulana karena berada di lingkungan kompleks yang individualistik.
Secara umum masyarakat Jawa hidup dalam norma masyarakat yang relatif masih baik, meskipun pergeseran-pergeserannya ke arah rapuh semakin kuat. Lingkungan buruk  yang sering terjadi di sekitar anak, misalnya: kelompok pengangguran, judi yang di”terima”, perkataan jorok dan kasar, “yang-yangan” remaja yang dianggap lumrah, dan dunia hiburan yang tidak mendidik.
Sebenarnya masih banyak pengaruh positif yang dapat diserap oleh anak-anak kita di wilayah budaya masyarakat Jawa, seperti: tutur kata bahasa Jawa yang kromo inggil ataupun berbagai peraturan hidup yang tumbuh di dalam budaya Jawa. Masalahnya adalah bagaiamana mengelaborasi nilai-nilai tersebut agar cocok dengan nilai-nilai modernitas dan Islam.
Namun pada masa kini pengaruh sesungguhnya mana yang buruk dan bukan menjadi serba relatif dan kadang tidak dapat dirunut lagi. Banyak anak yang mengalami kesulitan menghadapi anak bukan karena keluarga mereka tidak memberikan kebiasaan yang baik. Demikian juga banyak anak yang tetap dapat menjadi baik justru tumbuh di keluarga yang kurang baik.
Meskipun demikian secara umum berdasarkan penelitian, bahwa anak-anak akan selalu menyalahkan kondisi keluarga manakala mereka menghadapi masalah apa saja, apakah karena keluarganya  telah melakukan yang benar apalagi kalau buruk.
Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk berhati hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12 sampai 19. Dan apabila kita kemudian kaji isi ayat diatas, maka kita akan menemukan beberapa point-point penting diantaranya adalah :
1.      Pembinaan jiwa orang tua.
Pembinan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah Luqman ayat 12 :
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
2.   Pembinaan tauhid kepada anak.
Makna tentang pembinaan tauhid, Luqman Ayat 13 :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar”.
Luqman Ayat 16 :
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
(Lukman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Yang dimaksud dengan “Allah Maha Halus” ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.
3.   Pembinaan akidah anak
Mengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan gambaran yang begitu jelas. Dalam surat tersebut pembinaan akidah pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat 14, 15, 18 dan ayat ke 19.
4.   Pembinaan jiwa sosial anak
Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman berbunyi :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang patut diutamakan.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama di dalam keluarga. Dikatakan utama karean pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya. (Maman Rohman, 1991:24).
Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan ruhani. Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak. Ingatlah selalu kepada apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadistnya:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ (متفق عليه)
“Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Maka ibu-bapanyalah yang menasranikan atau menyahudikan atau memajusikannya. (H.R. Bukhari Muslim)
Dari hadist nabi tersebut tergambarkan bagaimana pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga. Dimana dalam hal ini keluarga berperan untuk membentuk pribadi anaknya ke arah yang lebih baik.


C. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.   Pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits sangat luas, meliputi pengembangan semua potensi bawaan manusia yang merupakan rahmat Allah. Potensi-potensi itu harus dikembangkan menjadi kenyataan berupa keimanan dan akhlak serta kemampuan beramal dengan menguasai ilmu [dunia – akhirat] dan keterampilan atau keahlian tertentu sehingga mampu memikul amanat dan tanggung jawab sebagai seorang khalifat dan muslim yang bertaqwa. Tetapi pada realitasnya pendidikan Islam, sebagaimana yang lazim dikenal di Indonesia ini, memiliki pengertian yang agak sempit, yaitu program pendidikan Islam lebih banyak menyempit ke-pelajaran fiqh ibadah terutama, dan selama ini tidak pernah dipersoalkan apakah isi program pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan telah sesuai benar dengan luasnya pengertian pendidikan menurut al-Qur'an dan hadits [ajaran Islam].
2.   Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud  di sini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. (Zuhairini, dkk, 1995, h. 173)
3.   Ayat-ayat Al Qur'an yang berkaitan dengan lingkungan pendidikan antara lain: Q.S. At Tahrim: 6, Al Kahfi: 46 dan Luqman: 12-19 dan masih banyak lagi. Ayat-ayat tersebut menjelaskan betapa berpengaruhnya lingkungan terhadap pendidikan keislaman anak.








DAFTAR PUSTAKA


Munib Achmad, dkk. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. UPT MKK UNNES

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Mutu Tenaga Kependidikan, Depdikbud.

Hamalik, Oemar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. (1989). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru.







 

MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Lingkungan Dalam Pendidikan Islam


[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal.64.
[2] Munib Achmad, dkk. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. UPT MKK UNNES, hal 98
[3] Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, hal 22
[4] Hamalik, Oemar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Hal 213
[5] Dimyati dan Mudjiono. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Mutu Tenaga Kependidikan, Depdikbud. Hal 33
[6] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya, 1996, hlm. 197

[7] Havighurst and Neugarten, Society and Education, Allyn and Bacon, USA, 1964, hlm. 319.
[8]E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006) hal. 16-17
[9] Hamalik, Oemar. (1995). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Hal 213
[10]E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006) hal. 16-17

No comments:

Post a Comment