Saturday 25 June 2016

Makalah Teori Teori Pendidikan dan Implikasi dalam pembelajaran



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang menetapkan kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling bergantung. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan teori-teori belajar.
Teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi (a) teori belajar behaviouristik, (b) teori belajar kognitif, (c) teori belajar humanistik, (d) teori belajar sibernetik. Keempat aliran teori belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, yakni aliran behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar. Aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar. Aliran humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran sibernetik menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari. Implikasi teori belajar dalam pendidikan merupakan suatu usaha yang harus dilakukan, khususnya yang didasarkan atas pengembangan pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan, sangat besar perannya untuk peningkatan pendidikan, baik dilihat dari segi pendidikan secara umum maupun dalam perspektif Islam.
Pendidikan dipandang mempunyai peranan penting dan besar manfaatnya dalam mencapai keberhasilan perkembangan anak didik. Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga Negara / masyarakat. Untuk tercapainya tujuan yang mulia itu maka dibutuhkan teori yang menunjuk kepada bentuk asas-asas yang saling berhubungan kepada petunjuk praktis.
Dalam dunia pendidikan  telah berkembang Aliran-aliran pendidikan telah sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari generasi sebelumnya.Dapat dijumpai berbagai pandangan atau aliran-aliran mengenai bagaimana  pendidikan memberikan sumbangsinya bagi proses kemajuan manusia.Baik dari peranan yang diberikan pendidikan dalam kehidupan manusia atau bagaimana pembawaan memberikan seseorang pendidikan dan bagaimana pula gabungan dari lingkungan dan pembawaan memberikan mempengaruh bagi pendidikan

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Teori Pendidikan?
2.      Apa Saja Teori-Teori Pendidikan ?
3.      Bagaimana Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran?

C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Teori Pendidikan.
2.      Untuk Mengetahui Teori-Teori Pendidikan .
3.      Untuk Mengetahui Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Teori Pendidikan
Pengertian teori pendidikan adalah teori yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah satu penerapan teori belajar yang terkenal adalah teori dari John Dewey yaitu teori “ learning by doing”. Teori belajar ini merupakan sub ordinat dari teori pendidikan. Karenanya sebelum membahas teori belajar tersebut, perlu diuraikan pengertian teori pendidikan.
Menurut Moore (1974) istilah teori merujuk pada suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana sesuatu terjadi seperti adanya. Selain itu teori juga merupakan usaha untuk menjelaskan sesuatu yang mungkin terjadi di masa datang. Pengertian ini mengandung makna bahwa fungsi teori adalah melakukan prediksi. Teori juga diartikan sebagai kebalikan dari sebuah praktek.  Moore (1974) menambahkan bahwa hakekat teori pada dasarnya adalah penjelasan terhadap sesuatu. Dari pengertian tersebut peran teori adalah sebagai penjelasan tentang sejumlah asumsi, sesuatu yang terjadi, telah terjadi, dan akan terjadi. Sejumlah aspek ini merujuk pada pola dari teori sebagai alat untuk penjelasan logis dan membuat prediksi. Namun menurut Moore (1974) pengertian teori seperti ini merupakan pengertian yang digunakan dalam sains seperti fisika dan matematika. Sedangkan untuk kasus teori pendidikan pengertian tersebut tidaklah terlalu tepat.
Jika dihubungkan dengan pendidikan maka teori pendidikan merupakan seperangkat  penjelasan yang rasional sistematis membahas tentang aspek- aspek penting dalam pendidikan sebagai sebuah sistem. Mudyahardjo (2002) menjelaskan bahwa teori pendidikan adalah sebuah pandangan atau serangkaian pendapat ihkwal pendidikan yang disajikan dalam sebuah sistem konsep. Pendidikan sebagai sistem mengandung arti suatu kelompok tertentu yang setidaknya memiliki hubungan khusus secara timbal balik  dan memiliki informasi.
Pengertian teori pendidikan memiliki perbedaan mendasar dibandingkan dengan teori dalam sains. Teori pendidikan pada awalnya mengambil sedikit saja dari tahap  pengamatan atau eksperimen melalui metodis sistematis terhadap sesuatu yang berhubungan dengan konsep dan proses pendidikan. Teori pendidikan yang dikemukakan  tokoh-tokoh pendidikan klasik seperti Plato, Rousseau, atau Froebel misalnya berakar pada asumsi khusus tentang apa yang dapat dilakukan atau harus dilakukan dalam pendidikan, dan berdasarkan asumsi tersebut memberikan rekomendasi tentang apa yang harus dilakukan oleh guru atau pihak lain terhadap pendidikan. Karenanya pada awalnya pandangan terhadap pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Plato, Roesseau serta lainnya tidaklah berdasar pengamatan empirik dan karenanya tidak pula dapat di cek kebenarannya melalui pengujian metode ilmiah. Teori pendidikan tidaklah bekerja seperti teori ilmiah, dan akibatnya tidak bisa pula mengambil validitas dari metode ilmiah. Kebenaran dari sebuah teori pendidikan tidaklah ditentukan berdasarkan paradigma ilmiah, tetapi memiliki cara dan polanya tersendiri. 
Karakteristik yang berbeda antara teori sains dan teori pendidikan memunculkan dua tipe atau jenis teori. Moore (1974) menjelaskan bahwa teori terbagi menjadi 2, yaitu teori eksplanatori, yaitu teori sains dan teori praktis, yaitu teori non sains (salah satunya adalah teori pendidikan). Artinya bangunan teori yang dihasilkan oleh seorang ilmuwan bukanlah teori yang bersifat praktis tetapi eksplanatori atau penjelasan (deskriptif). Seorang ilmuwan memiliki tugas  untuk “ menemukan sesuatu”. Sedangkan pendidikan bersifat praktek. Dalam pendidikan yang terjadi adalah sesuatu yang melibatkan tindakan, usaha merubah perilaku dan sikap seseorang, biasanya para peserta didik atau siswa. Tugas seorang guru atau ahli pendidikan adalah untuk “ melakukan sesuatu”. 
Dalam studinya, Hirst (1966) mengemukakan bahwa teori pendidikan adalah “It is the theory in principles, stating what ought to be done in a range of practical activities…… educational theory as hierarchically situated between practice and more general theory of knowledge from variety of forms ” . Arti kata praktek dalam pengertian ini merupakan entitas tunggal, sebuah hal ideal, tentang “apa yang seharusnya” , daripada suatu tampilan apa adanya. Teori pendidikan  walaupun memiliki fungsi sebagai pedoman bertindak untuk sebuah praktek pendidikan, tidaklah menutup kemungkinan memberikan penjelasan terhadap apa yang terjadi. Namun karena konsep pendidikan sendiri adalah sebuah praktek maka teori pendidikan cenderung bersifat praktis juga. Sebuah teori pendidikan melibatkan tidak hanya penjelasan empirik jika ada, tetapi juga hal ikhwal nilai dan memasukkan pandangan filosofis. Pada akhirnya walaupun teori pendidikan saat ini telah diperkaya dan didasarkan pada sejumlah sumber ilmu empirik seperti psikologi dan sosiologi misalnya, namun bagi Hirts dalam artikelnya “ Philosophy and Educational Theory” (Cohen, 1969 : 23), teori pendidikan haruslah terlebih dahulu dimengerti sebagai landasan bagi berlangsungnya praktek pendidikan, dan tidak dalam kacamata teori ilmiah. Kesimpulannya adalah terdapat perbedaan karakter yang penting antara teori ilmiah dan teori pendidikan karena keduanya memiliki fungsi yang berbeda dan keduanya dibangun untuk melakukan pekerjaan yang berbeda pula.
Ruang lingkup dari teori pendidikan pun terdiri dari teori umum dan teori khusus. Moore (1974) menjelaskan yang dimaksud teori khusus pendidikan membahas secara mendalam aspek pedagogis, seperti bagaimana cara yang paling efektif untuk belajar dan mengajar. Teori belajar merupakan salah satu dari teori khusus pendidikan. Sedangkan teori umum pendidikan adalah teori yang luas dari segi cakupan dan tujuannya. Teori umum pendidikan tidak hanya sebuah rekomendasi tentang kondisi pembelajaran yang efektif tetapi juga rekomendasi untuk membentuk dan menghasilkan tipe manusia tertentu, kadang-kadang juga tipe masyarakat ideal. Teori umum pendidikan memperhatikan masalah sekitar membentuk manusia ideal dan pembahasannnya tidak hanya bertumpu pada apa yang dianggap sebagai cara terbaik mengajar tetapi meluas pada persoalan apa yang harus diajarkan dan untuk tujuan apa.

B.     Teori-Teori Pendidikan
           Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.
Teori ini merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang dapat diuji kebenarannya melalui eksperimen atau penelitian, dengan demikian dapat meningkatkan pengertian seseorang tentang proses belajar mengajar.
           Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran yaitu:
1.      Teori  Behaviouristik
       Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata lain,belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike, (1911); Watson, (1963); Hull, (1943); dan Skinner, (1968).
a.       Thorndike
      Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan).
b.      Watson
      Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati” (Observable) . Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
c.       Clark Hull
      Menurut Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.
d.      Skinner
Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan repons untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan lingkungan) menurut versi Watson adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respons yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu, sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa.
2.      Aliran Kognitivisme
     Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
     Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh.Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning) oleh Jerome Bruner.
a.    Piaget
      Menurut Jean Piaget (1975), bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi, (2) akomodasi, (3) equilibrasi (penyimpangan) . Proses asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b.   Ausubel
      Menurut Ausubel (1968), siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizers) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Ausubel percaya bahwa “advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfaat, yakni :
1)      dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa;
2)      dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa;
3)      mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
c.    Bruner
      Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.
3.      Aliran Teori Humanistik
     Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
       Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk Taksonomi Bloom. Selain itu, empat pakar lain yang juga termasuk ke dalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey, dan Mumford, serta Hibermas, yang masing-masing pendapatnya akan dibahas berikut ini.
a.       Bloom dan Krathwohl
      Dalam hal ini, bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasasi oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.
1)      Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu
a)      pengetahuan (mengingat, menghafal);
b)      pemahaman (menginterpretasikan);
c)      aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah);
d)     analisis (menjabarkan suatu konsep);
e)      sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
f)       evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).
2)      Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu
a)      peniruan;
b)      penggunaan;
c)      ketepatan;
d)     perangkaian;
e)      naturalisasi.
3)      Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu
a)      pengenalan;
b)      merespons;
c)      penghargaan;
d)     pengorganisasian;
e)      pengamalan.
            Pada tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur.
b.      Kolb
      Sementara itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu
1)      pengalaman konkret;
2)      pengamatan aktif dan reflektif;
3)      konseptualisasi;
4)      eksperimentasi aktif.
Pada tahap pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekadar ikut mengalami suatu kejadian. Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya. Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap akhir, siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru.
c.       Honey dan Mumford
      Berdasarkan teori ini,mereka menggolongkan empat macam tipe siswa, yakni (1) aktivis, (2) reflektor, (3) teoris, dan (4) pragmatis. Ciri siswa yang bertipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog.
      Untuk siswa yang bertipe reflektor, sebaliknya , cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan, siswa tipe ini cenderung “konservatif” dalam arti mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan.
      Sedangkan siswa yang bertipe teoris biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat, atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang sangat penting.
      Untuk siswa yang bertipe pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Teori memang penting kata mereka. Kebanyakan siswa dengan tipe ini tidak suka berlarut-larut dalam membahas aspek teoritis filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik jika hanya bisa dipraktikkan.
d.      Habermas
      Menurutnya belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu
1)      belajar teknis (technical learning);
2)      belajar praktis (practical learning);
3)      belajar emansipatoris (emancipatory learning).
      Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
      Dalam belajar praktis,siswa juga belajar berinteraksi, tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orang-orang sekelilingnya. Pada tahap ini, pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti, sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia.
      Sedangkan dalam belajar emansipatoris, siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kulturasi dari suatu lingkungan. Bagi Habermas, pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi kultural ini dianggap tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.
4.      Teori belajar Sibernetik
     Teori ini masih baru jika dibandingkan dengan ketiga teori yang telah dijelaskan sebelumnya . Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi . Teori ini berasumsi bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuk segala situasi, sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Teori ini dikembangkan oleh Landa (dalam bentuk pendekatan algoritmik dan Neuristik) serta Pask and Scott dengan pembagian tipe siswa yaitu tipe Wholist dan tipe Ferialist.
     Teori sibernetik ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, tetapi kurang memperhatikan bagaimana proses belajar berlangsung sehingga untuk selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa teori ini sulit untuk dipraktikkan.

C.    Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran
           Implikasi teori belajar merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan antar sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat mengefisiensikan pengembangan pendidikan. Adapun implikasi teori-teori belajar dalam pembelajaran di kelas atau dalam dunia pendidikan adalah:
1.      Implikasi Teori Behaviouristik
     Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie .
     Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
     Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar, pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
     Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
            Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
            Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2.      ImplikasiTeori Kognitif
     Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
3.      Implikasi Teori Humanistik
     Implikasi teori humanistik dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.

4.      Implikasi Teori Sibernetik
     Implikasi teori sibernetik terhadap proses pembelajaran hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang kegiatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong untuk kerja, dan menilai unjuk kerja.
























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Teori pendidikan adalah teori yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah satu penerapan teori belajar yang terkenal adalah teori dari John Dewey yaitu teori “ learning by doing”. Teori belajar ini merupakan sub ordinat dari teori pendidikan. Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup.
Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat golongan atau aliran Teori behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar. Teori kognitif menekankan pada “proses” belajar. Teori humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Teori sibernetik menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari.

B.     Saran
Sebagai seorang pengajar perlu sekali mengetahui teori-teori belajar agar pendidikan di Indonesia menjadi semakin lebih baik di masa sekarang dan yang akan datang.











DAFTAR PUSTAKA

Uno, Hamzah.B .2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Asri Budiningsih, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta .PT Rineka Cipta

Dakir. (1993). Dasar –dasar psikologi.Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Rohman, Arif.  2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Mediatama: Yogyakarta.

Setyamidjaja, Djoehana. 2002. Landasan Ilmu Pendidikan. Universitas Pakuan Bogor: Bogor.

Sukardjo, M dan Komarudin Ukim. 2009. Landasan Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta.

























 



KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.


           Bengkulu,    Mei  2016

Penyusun








ii
 
 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFATAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.       Tujuan................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teori Pendidikan................................................................ 3
B.     Teori-Teori Pendidikan ........................................................................ 6
C.     Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran......................................... 12

BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan........................................................................................... 16
  2. Saran ....................................................................................................  16

DAFTAR PUSTAKA








ii
 
 
MAKALAH
DASAR DASAR PENDIDIKAN
Teori Teori Pendidikan

1 comment: